Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro (Segera Hadir)
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Advanced Order

support-icon
Dirancang untuk Investor (Segera Hadir)
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

chatRoomImage

Scan kode QR untuk download Pluang di Android dan iOS.

Informasi Terkini UntukmuBlogBerita & AnalisisPelajariKamus
bookmark

Cari berita, blog, atau artikel

Berita & Analisis

Pasar Sepekan: Badai Bunga Acuan Mengadang, Market dalam Mode Bimbang

Pasar Sepekan: Badai Bunga Acuan Mengadang, Market dalam Mode Bimbang

24 Sep 2022, 1:29 AM·Waktu baca: 6 menit
Kategori
Pasar Sepekan: Badai Bunga Acuan Mengadang, Market dalam Mode Bimbang

Selamat akhir pekan, Sobat Cuan! Goncangan makroekonomi terasa begitu kuat di pekan ini. Namun, aset apa yang sukses keluar sebagai juara dan aset apa yang justru menjadi jongos? Simak selengkapnya di Pasar Sepekan berikut!

Pasar Kripto Sepekan

Pasar kripto lagi-lagi mengalami turbulensi pada pekan ini. Kendati demikian, sebagian di antaranya selamat sementara sebagian lainnya terjungkir, seperti yang terlihat di tabel berikut.

Sentimen makroekonomi lagi-lagi menjadi batu sandungan utama yang membuat pasar kripto bergejolak. Namun, berbeda dari pekan lalu, kali ini biang kerok utamanya adalah hasil rapat komite pasar terbuka federal (FOMC) bank sentral AS, The Fed, pada Rabu (21/9).

Dalam pertemuan itu, The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin. Langkah tersebut sejatinya sesuai dengan ekspektasi, sehingga pelaku pasar pun tak begitu bereaksi keras atas hal itu.

Hanya saja, pelaku pasar ternyata lebih reaktif terhadap proyeksi terbaru suku bunga acuan jangka pendek, atau umum disebut Dot Plot, yang dirilis The Fed di waktu yang sama.

Dalam dokumen tersebut, sebagian besar pejabat The Fed berharap bisa menaikkan lagi suku bunga acuannya ke 4,5% hingga 5% di tahun depan. Padahal, The Fed sebelumnya sesumbar ingin melonggarkan kebijakan moneternya di 2023. Nah, sikap hawkish The Fed inilah yang akhirnya membuat pelaku pasar minggat dari pasar berisiko, termasuk pasar kripto, menuju pasar aset yang lebih aman.

Namun untungnya, pelaku pasar sepertinya bisa move on dengan cepat dari guncangan tersebut. Buktinya, harga aset kripto langsung pulih menjelang akhir pekan, membuktikan bahwa pelaku pasar cepat melakukan priced in terhadap sentimen proyeksi kenaikan suku bunga acuan The Fed.

Apalagi, terdapat beberapa kabar baik yang mampir ke jagat kripto menjelang akhir pekan.

Cardano, misalnya, mengumumkan telah berhasil melakukan hard fork bernama Vasil pada Kamis (22/9) yang digadang bisa mempercepat waktu pemrosesan transaksi di jaringan tersebut.

Selain itu, pelaku pasar diketahui semakin rajin mengoleksi XRP sepanjang pekan ini. Seperti yang terlihat pada tabel di atas, nilainya bahkan tumbuh fantastis 42% dalam sepekan terakhir!

Nilai XRP diketahui mencuat setelah perusahaan di balik XRP, Ripple, diharapkan segera mengakhiri perseteruan hukumnya dengan otoritas pasar modal AS (The Securities and Exchange Commission/SEC).

Sekadar informasi, kasus hukum Ripple versus SEC bermula pada 2020 silam. Kala itu, SEC menggugat Ripple ke pengadilan federal karena dituduh mendistribusikan instrumen ilegal senilai US$1,3 miliar. Keduanya pun akhirnya bergulat dalam proses hukum selama hampir dua tahun terakhir.

Namun, pengacara pembela Ripple, James K. Filan, mengatakan bahwa Ripple pada Minggu (18/9) telah mengajukan permohonan kepada dewan hakim pengadilan federal untuk membuat putusan final (motion for summary judgement) atas sengketa hukumnya dengan SEC. Sehingga, sidang putusan atas perkara tersebut seharusnya bisa dihelat akhir tahun nanti.

Komentar itu juga didukung oleh CEO Ripple Brad Garlinghouse. Dalam sebuah acara di Fox Business, ia menyebut bahwa dewan hakim pengadilan federal sudah "memperoleh seluruh informasi yang dibutuhkan untuk membuat putusan".

Di saat yang sama, pengadilan federal AS juga sudah menyetujui kelompok tim lobi khusus perkara aset kripto, Chamber of Digital Commerce (CDC) sebagai fasilitator (amicus curiae) dalam penyelesaian sengketa hukum antara Ripple dan SEC.

Analisis Teknikal BTC

Secara umum, BTC masih berada pada tren bearish setelah membuat low terbarunya pada pengumuman The Fed Rabu lalu.

Setelah ini, menurut Pluang, BTC akan mencari lower high terbarunya untuk membentuk pola uptrend. BTC sepertinya akan mencari titik high terdekat sampai level US$20.474 per keping dengan support terdekat di rentang US$18.577-US$18.823.

Perlu diketahui bahwa uptrend adalah sebuah perjalanan pergerakan harga yang selalu memiliki pola Higher High Higher Low (HH HL). Sementara itu, harga aset bakal masuk fase downtrend jika pola yang terbentuk adalah Lower High Lower Low (LH LL).

Baca Juga: Pluang Insight: Apakah Kutukan 'Septembear' di Pasar Kripto Akan Terulang Tahun Ini?

Pasar AS Sepekan

Sementara itu, kinerja pasar saham AS terlihat amburadul sepanjang pekan ini. Tengok saja, nilai Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 3,93%, sementara nilai S&P 500 dan Nasdaq masing-masing ambles 4,65% dan 5,03%.

Sama seperti yang terjadi di pasar kripto, lemahnya performa saham AS pekan ini juga didorong ketakutan pelaku pasar atas kemungkinan berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter The Fed di tahun depan.

Lebih lanjut, dalam konferensi pers selepas rapat FOMC, Ketua The Fed Jerome Powell juga menegaskan pandangannya bahwa The Fed senantiasa mengerek suku bunga acuan hingga inflasi AS menjadi jinak.

Sayangnya, pelaku pasar jadi khawatir bahwa langkah The Fed tersebut bisa menyebabkan ekonomi AS ke dalam resesi di tahun depan. Imbasnya, pelaku pasar pun melakukan aksi jual besar-besaran, utamanya saham-saham perusahaan yang dianggap punya eksposur kredit tinggi.

Tak ketinggalan, kabar teranyar dari Inggris juga ikut membuat pasar saham AS terombang-ambing.

Pekan ini, pemerintah Inggris berencana melakukan pemotongan pajak, deregulasi, dan membangun pasar ekonomi yang lebih bebas. Hanya saja, kabar ini direspons negatif oleh pasar. Pasalnya, hal ini bisa menuntun Inggris untuk mengalami inflasi yang tak terkendali dan berimbas pada kenaikan suku bunga bertubi-tubi.

Baca Juga: Kabar Sepekan: Bank Sentral 'Lomba' Kerek Bunga Acuan, Pendiri LUNA Jadi Buronan

Pasar Emas Sepekan

Emas lagi-lagi gagal menjalani masa bulan madunya pekan ini. Sebab, harganya bertengger di US$1.644,41 per ons di akhir pekan atau tumbang dari US$1.674 sepekan sebelumnya.

Nilai sang logam mulia roboh setelah dihantam dua musuh bebuyutannya, nilai Dolar AS dan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS, yang makin tampil gagah selama sepekan terakhir. Bahkan, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun sempat menyentuh level tertingginya dalam 11 tahun terakhir di pekan ini.

Sekadar informasi, kenaikan nilai Dolar AS akan membuat harga emas menjadi relatif lebih mahal bagi pelaku pasar yang jarang bertransaksi menggunakan mata uang tersebut. Sementara itu, kenaikan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah akan membuat opportunity cost investor dalam menggenggam emas menjadi relatif lebih mahal.

Nilai Dolar AS dan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS diketahui kian perkasa setelah The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 75 basis poin dan berencana mengereknya lebih tinggi di tahun depan.

Baca Juga: Pasar Sepekan: Makroekonomi Bikin Pusing, Pasar Mulai Terbanting

Pasar Domestik Sepekan

Berbeda dari aset kripto dan saham AS, nasib Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa dibilang tidak buruk-buruk amat. Lihat saja, ia berhasil undur diri di level 7.178,58 poin di akhir pekan atau menguat 0,14% dibanding kemarin.

Kendati demikian, perjalanan sang indeks domestik terbilang terjal sepanjang pekan ini. Ia sempat mengalami syok setelah The Fed mengerek suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin dan mengumumkan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut. Maklum, pelaku pasar sempat khawatir langkah bank sentral AS tersebut bisa memicu capital outflow dari pasar domestik.

Namun, efek kebijakan The Fed itu untungnya bersifat terbatas setelah Bank Indonesia (BI) melawannya dengan ikut mengerek suku bunga acuannya, BI 7-Days Reverse Repo Rate (7DRRR), sebesar 50 basis poin dari 3,75% menjadi 4,25%.

Pelaku pasar menyambut baik kebijakan itu lantaran nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS bisa terus terpuruk jika otoritas moneter Indonesia tersebut tak bertindak agresif. Apalagi, sikap pemerintah yang baru-baru ini menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Pertamax bisa menimbulkan inflasi tinggi, sehingga BI memang perlu meresponsnya dengan mengerek suku bunga acuannya.

Anggapan itu kemudian dikonfirmasi Gubernur BI Perry Warjiyo yang menyebut bahwa BI memang sengaja menaikkan suku bunga jumbo demi mengendalikan inflasi domestik dan menstabilkan kurs Rupiah terhadap Dolar AS.

Selain perkara suku bunga acuan, tema besar lainnya di kancah pasar domestik pada pekan ini adalah investasi energi baru terbarukan (EBT).

Asal tahu saja, Presiden Joko Widodo baru saja meneken Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2022 yang bertujuan mempercepat pengembangan EBT di Indonesia.

Beleid baru ini diyakini bisa mendorong PT PLN (Persero) untuk fokus menggarap pembangkit listrik berbasis EBT dan memperkenalkan tarif baru pada pemain energi terbarukan. Kebijakan ini diharapkan mampu mendongkrak porsi energi terbarukan di bauran energi nasional dari 11,7% di 2021 menjadi 23% di 2025.

Nah, aturan terbaru ini nyatanya menjadi berkah bagi beberapa emiten domestik yang bergerak di bidang energi baru terbarukan, seperti PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) dan PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN).

Aksi Borong Asing Tetap Deras

Meski IHSG menerima goncangan hebat pada pekan ini, investor asing ternyata tetap setia dengan pasar domestik. Buktinya, mereka mencatat nilai beli bersih asing (net foreign buysebesar Rp262,7 miliar.

Mereka terlihat asik melahap saham perusahaan berkapitalisasi pasar menengah sampai jumbo seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).

Namun, di saat yang sama, mereka juga berbondong-bondong melakukan aksi ambil untung (taking profit) pada saham yang memang valuasinya sudah melambung seperti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Astra International Tbk (ASII).

Mulai Perjalanan Investasimu dengan Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emasS&P 500 dan Nasdaq index futuresSaham AS, serta lebih dari 140 aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!

Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!

Ditulis oleh
channel logo

Marco Antonius

Right baner

Bagikan artikel ini

Apakah artikel ini berguna untukmu?

like
like
Right baner
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1

Daftar