Selamat akhir pekan, Sobat Cuan! Antisipasi investor atas pertemuan Fed pekan depan sukses "mengobok-obok" market selama sepekan terakhir. Seperti apa detailnya? Simak Pasar Sepekan berikut!
Meskipun dihujani sentimen positif, pelaku pasar aset kripto tampak kurang hepi di pekan ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Simak selengkapnya disini!
Robohnya pasar kripto dipekan ini dimulai pada hari Selasa (13/9) dimana AS mencetak inflasi yang lebih dari ekspektasi pasar. Faktanya, inflasi AS tumbuh 0,1% dibandingkan bulan Juli kemarin, setelah tidak ada perubahan jika kita bandingkan dengan bulan Juni. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, inflasi AS merangkak 8,3%, sedikit perlambatan, dikarenakan turunnya harga bahan bakar.
Hal ini lantaran membuat pasar berasumsi bahwa The Fed akan semakin agresif untuk meningkatkan tingkat suku bunga AS sampai 100bps pada pertemuan pekan depan. Sejatinya, opsi 100bps tidak pernah terpikirkan pasar mengingat data inflasi bulan Juli yang sudah mereda. Dengan kejadian ini, seluruh aset berisiko mulai berguguran.
Pluang pun melihat bahwa Bitcoin dan sekutu memiliki korelasi terbalik dengan kekuatan Indeks Dolar AS alias DXY. Jika kita melihat pergerakan DXY sendiri, sejatinya performa DXY sudah menguat sejak 17 Agustus dimana The Fed mengindikasikan bahwa suku bunga akan perlu dinaikan sampai inflasi mereda.
Selain itu, kabar hangat yang mempengaruhi pergerakan pasar jatuh pada Ethereum (ETH). Pasalnya, pada hari Kamis (15/9) 13.45WIB, jaringan Ethereum akhirnya berhasil transisi, tanpa masalah, dari proof-of-work menjadi proof-of-stake. Hal ini menjadi titik sejarah bagi komunitas kripto sepanjang 5 tahun terakhir.
Pembaruan jaringan ini telah mengubah bagaimana ETH di cetak dan bagaimana transaksi validasi jaringan Ethereum. Sebelum terjadinya The Merge, ETH dicetak dengan cara “mining”, proses intensif energi yang memerlukan banyak kekuatan komputer untuk memecahkan suatu puzzle. Mekanisme Proof-of-stake adalah mekanisme dimana ETH baru dicetak oleh individu atau entitas dengan menaruh ETH yang dimilikinya. Transisi ini dianggap lebih cepat dan ramah lingkungan.
Meskipun fundamental dari ETH pun membaik, tetapi pelaku pasar melakukan aksi buy the rumor and sell the news ketika hal ini sudah terjadi. Selain itu, melihat cara kerja "mining" yang berubah, besar kemungkinan bahwa para miners menjual ETH mereka ke pasar jika tidak ingin melakukan penambangan dengan mekanisme PoS.
Baca Juga: Pluang Insight: Apakah Kutukan 'Septembear' di Pasar Kripto Akan Terulang Tahun Ini?
Pada saat artikel ini ditulis, ETH terlihat berhasil menguji level support terdekatnya di area US$1.420.
Menurut Pluang, terdapat kemungkinan ETH untuk mengalami rebound sampai ke level US$1.556-US$1.620. Namun, untuk trend jangka panjang, ETH sendiri belum menunjukan ada perlawanan yang signifikan.
Kendati demikian, Pluang merekomendasikan Sobat Cuan untuk tidak terlalu agresif memborong ETH dikarenakan fundamental nya yang masih dicerna oleh pelaku pasar. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk kalian yang ingin mulai mencicil ETH sendiri dikarenakan harga yang sudah dibilang cukup terdiskon jika kita bandingkan dengan level tertingginya pada November 2021.
Nasib serupa juga dialami trio indeks saham AS. Nilai Dow Jones Industrial Average (DJIA) melorot 4,15%, sementara nilai S&P 500 dan Nasdaq masing-masing tumbang 4,77% dan 5,5% pada pekan ini.
Faktanya, S&P500 pun telah menghapus seluruh kenaikannya pada pekan lalu. Salah satu sinyal bahwa ekonomi di AS sedang kurang sedap datang dari perusahaan FedEx Corp. yang baru saja menarik estimasi laba mereka ditengah buruknya kondisi bisnis. Menurut Pluang, penarikan estimasi dari FedEx sangatlah krusial dimana kita tahu bahwa lini bisnis mereka berada pada ekspedisi. Jika bisnis ekspedisi tidak bergerak mulus, maka bisa diartikan bahwa daya beli masyarakat sedang pada tingkat terburuknya
Pekan ini pun dipenuhi oleh para short sellers dimana pasar diterpa berita akan tinggi nya inflasi AS meskipun harga komoditas sudah mereda.
Kebijakan moneter The Fed, salah satu faktor terpenting dalam dunia investasi saat ini, menjadi sorotan bagi para investor di pekan depan dikarenakan keputusan suku bunga AS akan ditentukan. Hal ini akan menjawab bagaimana The Fed menyikapi inflasi yang tak terkendali saat ini.
Menurut riset dari Bank of America, titik terendah pasar pada 7 bear market sebelum sekarang jatuh setelah the Fed memangkas suku bunga nya atau 11 bulan disaat mereka menaikan suku bunga. Dengan kata lain, investor diharapkan untuk lebih berhati-hati dan menunggu dengan jelas terkait arahan bank sentral.
Di pekan lalu, para investor sebenarnya sudah mulai agresif untuk mempertaruhkan estimasinya pada saham teknologi. Namun, data ekonomi AS pun berkata lain. Salah satu sorotan jatuh pada induk dari Facebook yaitu Meta Platforms Inc yang telah menyentuh level terendahnya sejak awal 2019, turun 14% pada pekan ini.
Namun, jangan berkecil hati ya Sobat Cuan! Pluang pun melihat bahwa pasar akan berjaya kembali disaat The Fed mengatakan bahwa mereka akan memperlambat pengetatan kebijakan moneter mereka. Namun, tidak ada yang tahu kapan hal itu terjadi. Langkah yang dapat diambil sebenarnya adalah melakukan aksi beli cicil atau yang biasa kita tahu dollar cost averaging disaat waktu yang tidak menentu ini.
Baca Juga: Kabar Sepekan: Inflasi AS Bikin Gempar, Aset Berisiko Jatuh Terkapar!
Harga emas di pasar spot bertengger di US$1.675,5 per ons di akhir pekan, melemah tajam 2,43% dari US$1.717 per ons di pekan lalu.
Harga emas pun pada pekan berada di titik terendahnya sejak April 2020. Kali ini, emas pun gagal untuk meredam ketakutan atas risiko resesi di AS dan tidak dianggap sebagai aset safe-haven lagi. Hal ini dikarenakan tingginya kondisi suku bunga AS membuat aset tanpa bunga kurang menarik.
Nilai sang logam mulia terpuruk parah setelah nilai Dolar AS semakin perkasa di pekan ini. Sekadar informasi, penguatan sang aset greenback akan membuat harga emas menjadi relatif lebih mahal bagi pelaku pasar yang jarang bertransaksi menggunakan mata uang tersebut.
Nilai Dolar AS semakin tangguh data inflasi yang tak terkendali dan juga ekspektasi pasar akan kenaikan yang fantastis.
Baca Juga: Rangkuman Pasar: Dolar AS Tetap Kukuh, IHSG dan Kripto Tampak Rapuh
Meskipun perjalanan tampak mulus di awal pekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) harus ditutup di zona merah pada sesi perdagangan Jumat (16/9) di 7.168,87, melemah 1,02% dibanding posisi pekan lalu. Faktanya, IHSG sempat menyentuh level all-time high nya pada pekan ini.
Data neraca transaksi berjalan Indonesia rupanya menjadi sumber keberkahan bagi IHSG pekan ini.
Pada pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebanyak 28 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Pada bulan Agustus 2022, neraca dagang RI surplus sebesar US$5,76 miliar. Hal ini didapat dari nilai ekspor pada Agustus 2022 yang berada di US$27,91 miliar, sedangkan impor tercatat sebesar US$ 22,15 miliar. Secara kumulatif, Negara kita mencatatkan neraca dagang surplus sebesar US$34,92 miliar.
Meskipun hembusan berita positif makroekonomi ada, IHSG pun harus terpuruk mengikuti arus global dimana fokus nya jatuh pada kebijakan The Fed pekan depan. Jika memang The Fed menaikan suku bunga jumbo sampai 100bps pekan depan, maka terdapat potensi outflow atau arus keluar dari IHSG. Hal ini dikarenakan lebih menarik bagi investor asing untuk berinvestasi di AS dimana lebih stabil dari Indonesia dan mata uang yang lebih perkasa. Biasanya, kenaikan suku bunga yang ekstrim akan menarik perhatian Bank Indonesia untuk juga meningkatkan suku bunga nya agar stabilitas Rupiah terjaga.
Selain itu, terdapat aksi indeks MSCI rebalancing pada IHSG pada hari Jumat (16/9) kemarin. Pada perdagangan kemarin saja, terdapat transaksi nego jumbo di nominal Rp2,9 Triliun. Hal ini menandakan bahwa indeks MSCI menambah bobot kepemilikannya di pasar Indonesia.
Dengan pergerakan yang sempat menyentuh level all-time high, investor asing ternyata tampak memanfaatkan momen ini untuk melakukan aksi jual. Meskipun hari Jumat kemarin asing melakukan aksi beli bersih (net foreign buy) sebesar Rp1,94 Triliun, keagresifan tersebut tidak cukup untuk menutup seluruh aksi jual bersih (net foreign sell) mereka dalam sepekan. Buktinya, mereka mencatat net foreign sell sebesar Rp1,59 Triliun dalam sepekan.
Investor asing tampak mengurangi portofolio mereka yang bergerak pada bidang pertambangan seperti PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Timah Tbk (TINS) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Lantas, meskipun aksi jual yang didominasi, mereka tetap melakukan aksi beli di saham berkapitalisasi jumbo seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, Saham AS CFD, serta lebih dari 140 aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini