Selamat berakhir pekan, Sobat Cuan! Kondisi market pekan ini masih terbilang bergejolak. Dan di saat-saat seperti ini, ada yang jadi pemenang dan jadi pecundang. Lantas, kelas aset apakah yang berhasil menjadi juara di pekan ini? Simak selengkapnya di Pasar Sepekan berikut!
Pekan ini menjadi masa bulan madu bagi aset kripto. Betapa tidak, aset kripto utama terlihat bergairah dan mencetak reli fantastis sepanjang pekan ini, seperti yang terlihat di tabel berikut.
Secara umum, pelaku pasar memang terlihat begitu nafsu untuk nyemplung ke pasar berisiko, termasuk kripto, dalam sepekan terakhir.
Di awal pekan, pelaku pasar memanfaatkan rendahnya volume perdagangan untuk menciptakan support dan resistance lebih tinggi dari pekan-pekan sebelumnya. Untungnya, gayung pun bersambut. Pasalnya, sentimen pasar pekan ini pun lebih kalem dibanding sebulan sebelumnya.
Pelaku pasar makin pede membenamkan uang di pasar kripto setelah Rusia dan Ukraina sepakat untuk terus menempuh jalur diplomasi demi menyelesaikan konflik antara keduanya. Selain itu, pasar kripto pun nampaknya mulai priced in dengan nada hawkish bank sentral AS, The Fed, yang bisa saja mengerek suku bunga acuannya 50 basis poin di rapat FOMC berikutnya.
Jika melihat tabel di atas secara detail, maka Solana (SOL) bisa disebut sebagai juara utamanya setelah membukukan pertumbuhan nilai sebesar 38,01% dalam sepekan terakhir. Nilai SOL ketiban durian runtuh setelah ekosistem Non-Fungible Token (NFT) jaringan tersebut makin lama makin bergairah.
Diketahui, kini total transaksi NFT Solana sudah menyentuh US$1,5 miliar. Kemudian, platform NFT paling hits OpenSea juga mengumumkan bakal listing NFT Solana di lokapasarnya bulan ini.
Selain menghampiri SOL, nasib mujur juga hinggap di Terra (LUNA) yang nilainya loncat 19% di waktu yang sama.
Berbeda dengan Solana yang fokus menggarap NFT, Luna terlihat serius memperkuat kestabilan unit stablecoin-nya, UST. Pekan ini, pendiri sekaligus CEO Terra Do Kwon mengaku bahwa Terra telah membeli BTC senilai US$1 miliar sejak Januari dan berniat menambah BTC senilai US$135 juta demi menstabilkan nilai UST-nya.
Aksi itu pun berbuah manis terhadap nilai LUNA. Bahkan, nilai LUNA sempat menyentuh rekor tertingginya di US$110 pekan ini.
Jika dilihat berdasarkan sektornya, Sobat Cuan bisa melihat bahwa return aset kripto di sektor decentralized finance (DeFi) terlihat paling gemilang yakni 13,9% dalam sepekan terakhir.
Kontributor utama dari kinclongnya performa sektor DeFi adalah Thorchain (RUNE) yang melesat 28,6% sepekan terakhir setelah jaringan tersebut menorehkan sejarah-sejarah baru.
Pekan ini, platform exchange terdesentralisasi jaringan Thorchain, THORSwap, melaporkan bahwa transaksi hariannya di Maret mencapai rekor tertinggi yakni US$20 juta. Selain itu, THORSwap juga memperkenalkan integrasi dengan jaringan Terra, sehingga pengguna bisa menukar token ERC-20 dengan BTC, token-token LUNA, dan UST.
Di samping RUNE, Aave (AAVE) juga menunjukkan performa yang luar biasa dengan tumbuh 53,66% dalam sepekan terakhir. Nilai AAVE melejit setelah mengumumkan perilisan versi ketiga jaringannya bulan lalu.
Trio indeks saham AS lagi-lagi mengalami pekan yang penuh turbulensi. Nilai Dow Jones Industrial Average (DJIA) terlihat tidak selamat lantara oleng 0,12% dalam sepekan terakhir. Namun, S&P 500 dan Nasdaq Composite masih bisa bernapas dengan sama-sama mencetak pertumbuhan 0,6%.
Pasar saham AS nampaknya sudah mulai membiasakan diri dengan niatan-niatan hawkish milik The Fed. Namun, kini kekhawatiran mereka bergeser ke potensi resesi ekonomi yang mungkin bakal terjadi jika The Fed benar-benar akan mengerek suku bunga acuannya secara agresif.
Sekadar informasi, kenaikan suku bunga acuan akan mengerek suku bunga kredit. Jika itu terjadi, maka masyarakat akan semakin malah konsumsi dan dunia usaha akan enggan berinvestasi.
Padahal, dua aktivitas tersebut adalah motor utama penggerak ekonomi. Sehingga, kalau dua kegiatan itu mandeg, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi AS ke depan bakal memble.
Nah, kecemasan pelaku pasar akan resesi juga berhulu dari nilai tingkat imbal hasil obligasi pemerintah bertenor pendek yang lebih tinggi ketimbang tenor jangka panjang. Hal ini membuka peluang terjadinya inverted yield curve, sebuah kondisi yang digadang merupakan sinyal-sinyal resesi ekonomi AS.
Di sisi lain, pelaku pasar juga masih ketar-ketir digentayangi hantu inflasi. Apalagi, data inflasi terkini menunjukkan bahwa harga-harga barang dan jasa makin tak terkendali.
Pada Kamis (30/1), Departemen Ketenagakerjaan AS merilis data inflasi versi indeks pengeluaran personal (Personal Consumption Expenditure/PCE) yang menyentuh 5,4% di Februari, level tertingginya dalam 40 tahun terakhir. Sekadar informasi, PCE merupakan indikator inflasi yang digunakan The Fed untuk menentukan arah kebijakan moneternya.
Namun, pelaku pasar setidaknya bisa sedikit bernapas lega lantaran harga minyak dunia pada pekan ini mulai melorot. Selain itu, pemerintah AS pun berkomitmen menurunkan harga minyak dengan melepas cadangan minyak strategis AS hingga 180 juta barel dalam beberapa bulan ke depan.
Apakah upaya tersebut berhasil meluruhkan inflasi? Dan apakah pelaku pasar makin doyan berinvestasi di pasar modal ke depannya? Tunggu kelanjutannya ya, Sobat Cuan!
Setelah sekian lama berjaya, harga emas pun akhirnya runtuh juga. Sang logam mulia mengakhiri pekan ini dengan bertengger di US$1.925,3 per ons, meleleh 1,68% dibanding pekan lalu yakni US$1.958,32 per ons.
Kilau harga emas mulai luntur akibat digebukin dua musuh bebuyutannya, kenaikan tingkat imbal hasil obligasi AS dan nilai Dolar AS. Bahkan, nilai indeks Dolar AS pekan ini sempat menyentuh level tertingginya dalam tiga pekan terakhir.
Sekadar informasi, kenaikan tingkat imbal hasil pemerintah akan meningkatkan opportunity cost menggenggam emas. Sehingga, investor akan merasa kurang cuan dalam mengoleksi sang logam mulia mengingat emas tidak menghasilkan imbal hasil secara periodik.
Di sisi lain, kenaikan nilai Dolar AS akan membuat harga emas menjadi relatif mahal bagi mereka yang jarang bertransaksi menggunakan mata uang tersebut.
Selain itu, pamor emas sebagai aset safe haven juga mulai redup seiring perkembangan positif diplomasi damai antara Rusia dan Ukraina.
Pekan ini, Rusia mengakui telah menerima daftar permintaan syarat damai dari Ukraina. Hanya saja, Kremlin mengaku bahwa progress pembicaraan damai antara keduanya memang belum terbilang signifikan.
Baca juga: Pasar Sepekan: Selera Risiko Investor Kembali, Saham AS & Kripto Punya Nyali!
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses parkir di level 7.078,76 di sesi perdagangan Jumat (1/4) alias loncat 1,09% dibanding sehari sebelumnya. Meski berhasil mengambang di atas level 7.000, IHSG sejatinya diterjang berbagai ombak, baik besar maupun kecil.
Kinerja IHSG yang terus berada di atas level psikologis 7.000 membuat pelaku pasar kian getol melakukan aksi profit taking tak henti-henti.
Tak hanya itu, pelaku pasar juga khawatir bahwa demam inflasi di negara-negara maju juga bakal menular ke dalam negeri. Selain karena pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa inflasi bulanan Maret berada di level 0,66%, kecemasan mereka berhulu dari kenaikan harga BBM jenis Pertamax plus harga minyak goreng yang tak kunjung stabil.
Selain itu, melandainya harga komoditas juga bikin laju sang indeks domestik kurang mantap dibanding pekan-pekan sebelumnya. Namun, hal ini sejatinya dapat dimaklumi. Pasalnya, sebagian besar penghuni bursa domestik adalah emiten komoditas, sehingga longsornya harga komoditas tentu menjadi tulah tersendiri bagi mereka.
Tetapi, pelaku pasar asing tampak terlalu optimistis terhadap pasar modal Indonesia. Di pekan ini saja, mereka melakukan aksi beli bersih fantastis senilai Rp5,01 triliun di pasar reguler.
Mereka terlihat lahap menyantap saham-saham pelat merah berkapitalisasi pasar terbesar seperti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
Ada kemungkinan, optimisme pelaku pasar asing disebabkan oleh potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang moncer di kuartal I.
Pertama, meski kini perlahan melandai, namun harga komoditas masih berada di atas awan. Hal ini tentu akan mendongkrak pertumbuhan ekspor Indonesia dan ujungnya mengerek pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Kedua, penyebabnya adalah pelonggaran mobilitas masyarakat. Pekan lalu, pemerintah kembali mengizinkan mudik menjelang hari raya idul fitri, yang diharapkan dapat memulihkan konsumsi masyarakat.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Bagikan artikel ini