Pergerakan market sepekan terakhir cukup bervariasi. Betapa tidak, indeks saham Amerika Serikat (AS) dan aset kripto terlihat berjaya, sementara emas dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjerembab selama pekan ini. Apa yang terjadi? Simak di Pasar Sepekan berikut!
Investor kripto boleh saja melenggang penuh gaya memasuki akhir pekan kali ini. Betapa tidak, 10 aset kripto berkapitalisasi pasar terbesar sejagat kompak menginjak zona hijau selama sepekan terakhir.
Pekan ini, pelaku pasar diliputi euforia akbar setelah mencerna rentetan perkembangan yang terjadi di jaringan kripto dalam sepekan terakhir. Adapun salah satu kabar yang bikin pelaku pasar semringah adalah perkembangan terakhir atas dua upgrade jaringan kripto utama, Ethereum dan Cardano.
Jaringan Ethereum mengatakan telah sukses memasang The Merge di jaringan uji cobanya yang bernama Sepolia pada pekan ini. Setelah ini, Ethereum hanya tinggal menginstalasi The Merge di jaringan uji coba lainnya bernama Goerli sebelum benar-benar memasang The Merge di jaringan utamanya.
Sekadar informasi, melalui The Merge, Ethereum akan mengubah algoritma konsensusnya dari Proof of Work menjadi Proof of Stake. Pembaruan ini dianggap bisa menjadi solusi atas masalah kronis jaringan Ethereum, yakni tingginya biaya transaksi dan macetnya lalu lintas transaksi.
Sementara itu, pengembang Cardano, Input Output Hong Kong (IOHK), juga mengumumkan telah melakukan hard fork atas jaringan uji cobanya. Dengan demikian, maka jaringan Cardano pun tinggal selangkah lagi merealisasikan mimpinya untuk melakukan hard fork Vasil.
Selain perkara upgrade jaringan, kabar positif lainnya juga muncul dari platform pinjam-meminjam kripto ngetop, Celsius.
Setelah bikin geger komunitas kripto dua pekan lalu karena menghentikan proses penarikan (withdrawals) karena seretnya likuiditas, Celsius mengumumkan telah membayar utangnya kepada platform Maker sebesar US$223 juta dan akan segera membayar kewajibannya ke dua platform keuangan terdesentralisasi lainnya, Aave dan Compound, dalam waktu dekat.
Kabar ini bikin pelaku pasar hepi. Pasalnya, mereka melihat bahwa Celsius secara perlahan mulai memperbaiki masalah likuiditasnya. Sehingga, drama yang terjadi di seputaran Celsius diharapkan tidak akan menular ke jagat kripto secara keseluruhan.
Meski begitu, selain rentetan kabar positif tersebut, analis melihat membaiknya selera risiko pelaku pasar juga berkontribusi terhadap kinerja apik pasar kripto pekan ini. Ya, pelaku pasar tampaknya semakin pede melangkahkan kaki di pasar kripto melihat kinerja indeks Nasdaq yang juga bergerak ke teritori positif.
Asal tahu saja, pelaku pasar selalu menggunakan laju indeks Nasdaq sebagai tolok ukur untuk menilai selera risiko investor secara umum. Terlebih, beberapa penelitian menunjukkan bahwa profil risiko indeks Nasdaq terbilang "sebelas-dua belas" dengan pasar kripto.
Kendati cuaca pasar kripto pekan ini terbilang cerah, pelaku pasar sejatinya tetap perlu waspada mengingat sentimen pasar kripto masih belum stabil, utamanya dari sisi makroekonomi.
Pelaku pasar masih perlu mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan The Fed, ancaman resesi, hingga tekanan inflasi yang tinggi. Ketiga hal tersebut selama ini dikenal sebagai faktor yang bikin pelaku pasar jaga jarak dengan pasar aset berisiko, termasuk aset kripto.
Dengan reli aset kripto sepanjang pekan ini, apakah artinya fase bullish sudah kembali menghampiri pasar kripto?
Pluang beranggapan, saat ini BTC mengalami rebound yang cukup signifikan lantaran pergerakannya yang ngebut, bahkan di atas $20.000. Hanya saja, rebound kali ini bisa dibilang sebagai relief rally untuk sementara waktu saja. Mengapa demikian/
Jika Sobat Cuan menilik pada sisi volume pembelian, maka bisa terlihat bahwa volume perdagangan harian BTC saat ini masih di bawah nilai rata-ratanya selama 21 hari ke belakang. Dengan kata lain, penguatan BTC kali ini terbilang sangat rapuh.
Pluang juga menganggap nilai BTC pun sejatinya belum mencapai titik bottom yang sebenarnya, yakni di kisaran US$11.000 hingga US$12.000 per keping. Meski memang, dalam jangka pendek, nilai BTC punya potensi untuk terbang sampai ke level US$23.795.
Oleh karenanya, Sobat Cuan diharapkan untuk mengatur strategi investasinya menggunakan Dollar Cost Averaging (DCA) saja karena kondisi yang belum stabil.
Setali tiga uang, pasar saham AS juga terlihat semringah. Di pekan ini, nilai indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) tumbuh 1,8%, sementara itu nilai S&P 500 dan Nasdaq tumbuh lebih fantastis masing-masing di angka 3% dan 5,5%.
Trio indeks Wall Street makin kokoh setelah pelaku pasar mendapatkan petunjuk mengenai kebijakan moneter The Fed di bulan ini.
Dalam risalah rapat The Fed yang dirilis pekan ini, The Fed menekankan bakal mengerek suku bunga acuan sebesar 50 hingga 75 basis poin di Juli demi meredam inflasi yang kian bikin emosi. Bahkan, The Fed rela menaikkan suku bunga acuan meski pertumbuhan ekonomi yang jadi taruhannya.
Pluang beranggapan, pernyataan The Fed tersebut bisa membuat pelaku pasar untuk menentukan keputusan pasar dengan lebih presisi. Sehingga, pelaku pasar nantinya tidak akan begitu terkejut jika The Fed benar-benar menaikkan suku bunga acuannya di antara 50 hingga 75 basis poin bulan ini.
Bukti dari sikap tersebut sejatinya sudah tercermin di pekan ini. Pelaku pasar tampaknya kian getol melakukan buy the dip atas saham-saham yang terkesan lebih murah dibanding valuasi aslinya (undervalued).
Di samping hasil risalah rapat The Fed, pelaku pasar juga menyambut baik data Biro Statistik Ketenagakerjaan AS yang menunjukkan bahwa Negara Paman Sam tersebut sukses menyerap 327.000 tenaga kerja baru di Juni, lebih tinggi dari estimasi analis yakni 268.000.
Data tersebut mengindikasikan bahwa ekonomi AS sejatinya masih terbilang kokoh dan membuat The Fed semakin mantap untuk menaikkan tingkat suku bunga acuannya.
Pada pekan depan, Sobat Cuan bisa melirik saham-saham emiten yang berbasis di China seperti Alibaba dan Baidu. Sebab, kabar terakhirnya, pemerintah China berniat menggelontorkan 1,5 triliun Yuan atau setara US$220 miliar untuk pembangunan infrastruktur dan pemulihan ekonomi pasca pemberlakuan lockdown.
Kabar tersebut sejatinya menjadi sentimen jangka panjang yang baik bagi ekonomi China, yang sebelumnya menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,5% di tahun ini. Nah, jika ekonomi China kembali bangkit, maka bisa jadi akan ada domino effect ke total penjualan Alibaba maupun Baidu.
Harga emas di pasar spot bertengger di US$1.742,5 per ons di akhir pekan, merosot tajam 3,76% dibanding sepekan sebelumnya US$1.810,59 per ons.
Kilau sang logam mulia redup setelah nilai Dolar AS menunjukkan keperkasaannya. Asal tahu saja, indeks Dolar AS pada pekan ini sempat menembus level 107 alias posisi terkuatnya sejak 2002 silam.
Kenaikan nilai Dolar AS akan membuat harga emas menjadi relatif lebih mahal bagi pelaku pasar yang jarang bertransaksi menggunakan mata uang tersebut. Hasilnya, permintaan emas kian pudar dan ikut menyeret harganya.
Nilai Dolar AS makin tangguh setelah pelaku pasar mengantisipasi langkah The Fed yang ngebet mengetatkan kebijakan moneternya apapun kondisinya. Sinyal tersebut tertuang di dalam risalah rapat The Fed (minutes of meeting) yang dirilisnya pertengahan pekan ini.
Optimisme pelaku pasar atas pengetatan moneter The Fed yang agresif juga berhulu dari kinclongnya data ketenagakerjaan AS seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Baca Juga: Rangkuman Pasar: Dolar AS Kian Merongrong, Kripto & IHSG Malah 'Strong'!
Nasib miris emas juga dialami oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Tengok saja, nilainya ditutup di 6.740,22 poin pada penutupan Jumat (8/7), melemah 0,8% dibanding sepekan sebelumnya.
IHSG terkapar tak berdaya pasca investor asing melancarkan aksi jual besar-besaran. Usut punya usut, langkah tersebut ternyata didorong oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang kian melemah, bahkan sempat menyentuh level Rp15.000 per Dolar AS pada pekan ini.
Sekadar informasi, penguatan nilai Dolar AS membuat investor asing lebih merasa cuan dengan menukar instrumen aset berisikonya dengan aset greenback tersebut. Makanya, maklum saja jika kinerja indeks domestik lunglai lantaran daya tariknya semakin luntur.
Kemudian, pelaku pasar pun makin getol melakukan aksi jual setelah melihat kasus COVID-19 di Indonesia kian ngadi-ngadi, bahkan kini hampir menyentuh 3.000 kasus baru per har harinya.
Kondisi ini membuat pelaku pasar cemas akan pemberlakuan kembali kebijakan pembatasan sosial oleh pemerintah. Jika itu terjadi, maka roda ekonomi dalam negeri bisa saja kembali mandek.
Tak ketinggalan, aksi jual pelaku pasar juga dipicu oleh kekhawatiran mereka atas inflasi domestik yang kian meradang.
Pada pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mencetak inflasi tahunan sebesar 4,53% di Juni, jauh melebihi rentang target inflasi Bank Indonesia (BI) yakni 2,5% hingga 4,5%.
Inflasi tinggi memang menjadi momok bagi kinerja keuangan emiten pasar ke depan lantaran mereka tentu harus membayar bahan baku produksi lebih mahal. Selain itu, inflasi juga menghantam daya beli masyarakat, sehingga penerimaan emiten pasar modal pun bisa ikut tertekan.
Perilisan data inflasi tersebut sempat membuat pelaku pasar condong melakukan aksi wait and see. Sikap ini tercermin dari nilai daily turnover atau transaksi harian pasar yang hanya berada di Rp10 triliun saja, lebih rendah dibanding rata-rata daily turnover kemarin-kemarin yang mencapai Rp16 triliun.
Untungnya, pelemahan IHSG sukses tertahan berkat angin segar yang datang di akhir pekan. Pada Kamis (7/7), BI merilis nilai cadangan devisa Indonesia yang berada di US$136,4 miliar, naik tipis dibanding bulan sebelumnya US$135,6 miliar.
Dengan tekanan yang bertubi-tubi, wajar saja jika investor asing berbondong-bondong menjual kepemilikannya. Lihat saja, nilai aksi jual bersih investor asing (net foreign sell) tercatat Rp2,66 triliun sepanjang pekan ini.
Pelaku pasar paling banyak melakukan cuci gudang saham perbankan seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
Kendati demikian, investor asing pun mencicil beli beberapa saham swasta unggulan di Indonesia di waktu yang sama, seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Baca Juga: Kabar Sepekan: Harga Rokok Kian Mencekik, Harga Minyak Gagal Menukik!
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, Saham AS CFD, serta lebih dari 90 aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Selain itu, kamu sekarang bisa berdiskusi bersama komunitas di Pluang untuk mendapatkan kabar, insight, dan fakta menarik seputar investasi dari sudut pandang antar member pada Fitur Chatroom Pluang.
Tempat diskusi tanpa worry? Fitur Chatroom solusinya! Klik di sini untuk mendapatkan early access.
Bagikan artikel ini