Microsoft selama ini dikenal sebagai raksasa teknologi dengan gurita bisnis yang besar. Namun, apakah upaya diversifikasi ini bisa menopang kinerja keuangannya di masa depan?
Microsoft Corporation (MSFT) adalah perusahaan teknologi multinasional yang berkantor pusat di Amerika Serikat (AS) yang didirikan oleh Bill Gates dan Paul Allen pada tahun 1975.
Pada awalnya, Microsoft memproduksi piranti lunak dan program-program komputer. Namun, perusahaan kemudian berhasil mengembangkan, memproduksi, dan melisensikan produk-produk tersebut dalam beberapa dekade mendatang.
Hasilnya, kini Microsoft dikenal sebagai “raksasa teknologi”, bersanding dengan beberapa perusahaan teknologi terkemuka seperti Apple (AAPL), Meta Platforms (META), Alphabet (GOOG), dan Amazon.com (AMZN). Adapun saat ini Microsoft memiliki nilai kapitalisasi pasar US$2,45 triliun.
Perusahaan ini terkenal dengan sistem operasi Windows yang populer, seperti Windows 10, yang digunakan oleh jutaan pengguna di seluruh dunia. Selain itu, Microsoft juga menciptakan paket produktivitas yang terkenal, seperti Microsoft Office, yang mencakup aplikasi seperti Word, Excel, PowerPoint, dan Outlook.
Kini, perseroan memiliki tiga segmen bisnis utama.
Pertama, segmen Productivity and Business Processes yang mencakup produk-produk seperti Microsoft Office, cloud-based Office 365, Exchange, SharePoint, Skype, LinkedIn, dan Dynamics.
Kedua, segmen Intelligent Cloud yang mencakup layanan infrastruktur dan platform-as-a-service seperti Azure, Windows Server OS, dan SQL Server. Kemudian, segmen bisnis Microsoft ketiga adalah Personal Computing yang mencakup produk seperti Windows Client, Xbox, Bing search, display advertising, serta laptop dan tablet Surface.
Baca Juga: Pluang Insight: Mengulas Kinerja Keuangan Microsoft
Di antara anggota klub raksasa teknologi, Microsoft sepertinya menjadi perusahaan yang menjadi penggawa dalam memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
Sebagai buktinya, pada awal 2023, Microsoft berkomitmen untuk berinvestasi sebesar US$13 miliar kepada perusahaan di balik teknologi chatbot viral ChatGPT, OpenAI, untuk mendapatkan akses eksklusif ke produk-produk OpenAI.
Namun, upaya Microsoft dalam menginjak ranah teknologi AI tak berhenti di situ saja.
Pada Februari, Microsoft mengumumkan versi terbaru dari mesin pencarinya Bing, yang sudah terintegrasi dengan teknologi AI yang sama dengan ChatGPT.
Di saat bersamaan, perusahaan juga berkomitmen akan meningkatkan keandalan perambannya bernama Edge, sehingga pengguna yang memanfaatkan kedua teknologi itu akan mendapatkan pengalaman baru dalam menjelajahi internet dan mencari informasi secara daring.
Mujur bagi Microsoft, integrasi teknologi AI ke produk-produk internetnya rupanya membuahkan hasil. Bahkan, Microsoft kini mulai mengekor raja mesin pencarian Google dari segi pertumbuhan pengguna.
Data perusahaan analisis Similarweb menunjukkan bahwa jumlah kunjungan ke Bing meningkat 15,8% sepanjang 7 Februari hingga 20 Maret 2023, atau sebulan setelah Microsoft meluncurkan Bing yang sudah terintegrasi dengan teknologi AI. Sementara itu, Google malah mengalami penurunan kunjungan 1% di periode yang sama.
Hal yang sama juga terjadi di tingkat unduhan aplikasi. Data perusahaan analisis teknologi Data.ai mencatat jumlah unduhan aplikasi Bing melonjak 710% dalam kurun sebulan setelah perilisan versi teranyar Bing. Di saat yang sama, jumlah unduhan aplikasi Google justru melorot 2%.
Melihat angka-angka tersebut, Microsoft sepertinya sadar bahwa teknologi AI akan menjadi katalis pertumbuhan bisnisnya di masa depan. Oleh karenanya, perusahaan pun melancarkan upaya integrasi teknologi AI di produk-produk lainnya.
Sebagai contoh, Microsoft baru-baru ini mengumumkan kerja sama dengan CoreWeave, sebuah perusahaan rintisan teknologi komputasi awan yang didukung Nvidia, demi mendapatkan akses ke GPU canggih Nvidia sehingga perusahaan bisa mengoptimalkan integrasi produk-produknya dengan teknologi AI generatif.
Kerja sama ini juga diperkirakan akan memberikan tekanan kepada pesaing Microsoft seperti Alphabet dan Amazon Web Service.
Tak ketinggalan, perusahaan juga telah mengumumkan integrasi AI ke layanan-layanan produktivitasnya, misalnya Microsoft Office, melalui fitur Copilot. Yakni, sebuah fitur yang diharapkan bisa meningkatkan produktivitas dan kreativitas pengguna ketika menggunakan layanan produktivitas Microsoft.
Sebagai contoh, dalam program Microsoft Word, Copilot akan membantu proses penulisan pengguna dengan memberikan draf yang dapat disunting. Sementara itu, di program Microsoft PowerPoint, Copilot akan mempermudah penyusunan presentasi dengan menambahkan konten relevan dari dokumen sebelumnya.
Seluruh integrasi ini diharapkan tidak hanya meningkatkan nilai tambah produk dan layanan Microsoft, tetapi juga pertumbuhan pelanggan di masa depan.
Selain melirik potensi bisnis di teknologi AI, Microsoft juga sepertinya getol ingin menggarap sektor gaming.
Malahan, niatan Microsoft di sektor gaming terbilang sangat serius setelah mengakuisisi pengembang game dan produsen konten Activision Blizzard di awal 2022 dengan nilai fantastis US$68,7 miliar. Bahkan, nilai tersebut sampai saat ini masih menyandang status sebagai nilai akuisisi terbesar yang pernah dilakukan perusahaan teknologi AS sepanjang sejarah.
Melalui aksi korporasi ini, Microsoft berharap bisa mempercepat pertumbuhan bisnis gaming Microsoft di berbagai platform seperti mobile, komputer personal, konsol, dan cloud. Selain itu, akuisisi tersebut juga diharapkan bisa memberikan fondasi bagi Microsoft untuk merambah kancah Metaverse.
Namun, yang paling penting, akuisisi tersebut juga mengantar Microsoft menjadi perusahaan game terbesar ketiga dari segi pendapatan, tepat di belakang Tencent dan Sony.
Hal ini sepatutnya tak menjadi kejutan mengingat akuisisi itu juga mencakup sejumlah waralaba game ikonik dari studio Activision, Blizzard, dan King seperti “Warcraft”, "Diablo," "Overwatch," "Call of Duty," dan "Candy Crush," serta segudang aktivitas eSports global melalui Major League Gaming.
Selain itu, akuisisi ini juga memperkuat portofolio Game Pass Microsoft setelah serangkaian game milik Activision Blizzard juga bisa diakses melalui Game Pass, yang saat ini memiliki lebih dari 25 juta pelanggan. Hal itu tentu bisa mendongkrak jumlah pemain game Activision Blizzard, yang saat ini saja sudah menembus 400 juta pemain aktif bulanan.
Langkah Microsoft untuk melebarkan sayap di ranah gaming juga kian langgeng setelah beberapa negara dan yurisdiksi telah menyetujui akuisisi tersebut.
Tercatat, Uni Eropa, Ukraina, Arab Saudi, Brasil, Serbia, Cile, Jepang, Afrika Selatan, Korea Selatan, dan China telah merestui pencaplokan Microsoft atas Activision Blizzard.
Sementara itu, AS baru menyetujui akuisisi tersebut setelah pengadilan federal enggan mengabulkan gugatan hukum yang dilayangkan komisi persaingan usaha AS (Federal Trade Commission/FTC), yang menuntut pembatalan akuisisi tersebut karena dianggap dapat menciptakan persaingan usaha tidak adil di sektor gaming.
Berbincang mengenai diversifikasi bisnis, Microsoft bisa dibilang punya upaya yang sangat serius dalam menggarapnya. Saking seriusnya, upaya diversifikasi tersebut bahkan bisa menjadi ancaman berat bagi pemain utama di pasar.
Nah, hal itu lah yang terjadi di segmen komputasi awan (cloud computing) milik Microsoft, yang dipasarkan dengan nama Microsoft Azure.
Menurut data Synergy Research Group per akhir 2022, Microsoft Azure menjadi juara kedua di segmen komputasi awan global dengan pangsa pasar 23%, tepat di belakang Amazon Web Service (AWS) yang memiliki pangsa pasar 32%.
Namun, apabila diamati secara lebih detail, Microsoft sejatinya punya kemungkinan besar dalam menyalip dominasi AWS.
Grafik di bawah ini memperlihatkan bahwa tren kenaikan pangsa pasar Microsoft Azure terlihat menjanjikan sejak kuartal IV 2017 hingga kuartal IV 2022, yakni dari sekitar 13% dari total pasar cloud computing global menjadi 23%.
Sementara itu, pesaing utamanya AWS justru menorehkan pertumbuhan pangsa pasar yang sangat stagnan di periode yang sama.
Tak hanya AWS, kompetitor lain seperti Google, Alibaba, dan IBM juga mengalami pertumbuhan pangsa pasar yang suam-suam kuku. Hal ini mencerminkan bahwa kompetisi di segmen komputasi awan terbilang sangat ketat.
Kenaikan pangsa pasar itu juga ikut menaikkan kontribusi pendapatan segmen komputasi awan terhadap total pendapatan Microsoft antar periode. Bahkan, sejak 2019, segmen inilah yang menjadi tulang punggung keuangan perusahaan.
Menariknya, selain mampu mengerek pangsa pasar, Microsoft juga mampu menjadikan Microsoft Azure sebagai pemain cloud computing yang paling profitable dibanding pelaku lainnya.
Buktinya, data SeekingAlpha di bawah ini menunjukkan bahwa Microsoft memiliki tingkat margin laba operasi sebesar 44,2%, jauh mengungguli pesaingnya seperti Amazon sebesar 26,3% atau Google yang justru masih boncos dalam menggarap segmen cloud computing.
Oleh karenanya, kombinasi pertumbuhan pangsa pasar yang pesat, permintaan yang terus berkembang, dan kemampuan segmen komputasi awan dalam menorehkan keuntungan diharapkan akan mempertebal pundi-pundi keuangan Microsoft di masa depan.
Microsoft merupakan salah satu perusahaan yang cukup dikenal karena sering melebihi ekspektasi pendapatan menurut analis. Trend serupa juga terjadi pada Q1 2023, di mana analis memprediksi pendapatan sebesar US$51,02 miliar dibandingkan realisasi pendapatan sebesar US$52.86 miliar.
Secara historis, Microsoft berhasil membukukan rata-rata pertumbuhan pendapatan 15,6% secara tahunan dalam enam tahun terakhir. Adapun pada 2022, Microsoft membukukan pendapatan US$204,09 miliar, tumbuh 10,38% dari tahun sebelumnya.
Jika menengok komposisi pendapatan perusahaan per akhir 2022, segmen produk server dan komputasi awan berkontribusi paling besar yakni 33,7%. Kontribusi itu kemudian disusul oleh segmen produk Office sebesar 22,8%.
Sama seperti pendapatan, laba Microsoft juga terbilang kinclong dari tahun ke tahun. Bahkan, di tahun lalu, perusahaan berhasil membukukan keuntungan US$72,74 miliar atau meningkat 18,7% dari tahun sebelumnya.
Kendati demikian, margin laba bersih Microsoft justru menurun dari 45,25% di 2021 menjadi 35,03% di 2022. Hal ini terjadi akibat pembengkakan biaya riset dan pengembangan, pemasaran, penjualan, dan cost of revenue dari Microsoft Cloud.
Pluang beranggapan, pertumbuhan segmen Intelligent Cloud dan integrasi AI di berbaga lini produk Microsoft akan mendorong pertumbuhan pendapatan perusahaan hingga mencapai US$263,54 miliar atau tumbuh sekitar 29% hingga 2025.
Sementara itu, keuntungan diprediksi akan mencapai US$93,55 miliar atau 28% dari pendapatannya saat ini pada periode yang sama.
Berdasarkan konsensus Bloomberg, rata-rata valuasi saham Microsoft dalam lima tahun terakhir jika ditinjau dari rasio laba per harga saham (Price-to-Earning Ratio atau rasio P/E) adalah 37,9x P/E dengan harga wajar saham US$296,43.
Namun, valuasi Microsoft saat ini berada di 36,1x P/E dengan harga saham US$326,5 per lembar pada 8 Agustus 2023, yang mengindikasikan bahwa harga saham Microsoft sedang “murah” jika dibanding rata-rata lima tahunnya.
Analis sendiri beranggapan bahwa valuasi wajar Microsoft sejatinya berada di 36,95x P/E, yang artinya masih ada potensi upside sebesar 2,5% bagi saham Microsoft dari titik saat ini. Selain itu, analis juga menyematkan rating BUY bagi saham Microsoft.
Hanya saja, Pluang menganggap bahwa pembelian saham Microsoft tidaklah wajar di level saat ini karena potensi upside-nya yang cukup kecil. Sobat Cuan mungkin bisa mulai mengakumulasi saham Microsoft jika harganya berada di sekitar rata-rata lima tahunnya, yakni sekitar US$296, jika ingin mengakumulasi saham Microsoft.
Microsoft adalah salah satu perusahaan terbesar di dunia. Namun, dalam berinvestasi, tentunya ada saja risiko yang menyertai
Berikut beberapa risiko yang wajib kamu ketahui sebelum berinvestasi di saham MSFT!
Transaksi Saham Microsoft di Sini!
Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini