Selamat akhir pekan, Sobat Cuan! Kondisi market AS hingga kripto pekan ini penuh dengan gelombang. Namun, siapa kah yang selamat dan siapa yang tenggelam? Simak ulasannya di Pasar Sepekan berikut!
Kondisi pasar kripto terlihat penuh gejolak selama sepekan terakhir. Lihat saja, pergerakan jajaran aset kripto utama terlihat bervariasi selama sepekan terakhir, seperti yang terlihat di tabel berikut!
Maklum saja jika harga aset kripto terlihat "belang bentong". Pasalnya, pelaku pasar juga terlihat bimbang untuk beraksi di pasar kripto sepanjang pekan ini.
Di satu sisi, pendorong utama bagi pelaku pasar untuk menjauhi pasar kripto adalah kabar terbaru soal distribusi BTC oleh platform exchange kripto asal Jepang, Mt. Gox.
Sebelumnya, Mt. Gox dikabarkan akan segera menebar 170.000 keping BTC sebagai bentuk "ganti rugi" kepada penggunanya yang kehilangan 850.000 keping BTC kala platform itu diretas 2014 silam.
Hanya saja, pelaku pasar takut bahwa mereka yang mendapat ganti rugi tersebut akan segera membuang keping-keping BTC itu ke bursa kripto. Terlebih, jumlah BTC yang didistribusikan pun bernilai jumbo. Rasa cemas tersebut pun sukses bikin pelaku pasar jaga jarak dengan pasar kripto.
Sementara itu, dari sisi makroekonomi, pelaku pasar kian mencemaskan pengetatan suku bunga acuan bank sentral AS The Fed setelah data-data makroekonomi terkini memperkuat sinyal tersebut.
Sepanjang pekan ini, AS merilis rentetan data ketenagakerjaan yang menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS tengah mengetat. Tak ketinggalan, terdapat pula data yang memperlihatkan kenaikan aktivitas manufaktur AS sepanjang Agustus.
Pelaku pasar takut bahwa seluruh data tersebut akan membuat The Fed semakin nekat mengerek suku bunga acuannya. Namun, hingga saat ini, The Fed masih belum memberikan petunjuk tentang tingkat kenaikan suku bunga acuan yang akan mereka tempuh pada bulan ini.
Namun di sisi lain, pelaku pasar sejatinya juga terlihat antusias lantaran dua platform smart contract, Ethereum dan Cardano, akan memasuki fase pembaruan jaringan di bulan ini. Oleh karenanya, tak heran jika harga kedua koin tersebut mendarat di zona hijau berdasarkan tabel di atas.
Pelaku pasar kian getol mengoleksi ETH lantaran pembaruan jaringan Ethereum, atau biasa disebut The Merge, dijadwalkan meluncur antara 10-20 September mendatang.
Sementara itu, pendiri Cardano Charles Hoskinson dalam sebuah vlog yang diunggah Jumat (2/9) memastikan bahwa hard fork jaringan bernama Vasil dijadwalkan meluncur 22 September, alias tiga bulan sejak jadwal semulai di Juni.
Pada pekan ini, BTC terlihat sedang berada di fase konsolidasi dan sedang mencari jati dirinya.
Namun, Pluang melihat bahwa pergerakan BTC sendiri masih berada di fase bearish di mana harga BTC akan mentok di US$18.860 per keping. Pasalnya, pada penutupan Jumat (2/9) atau Sabtu (3/9) pukul 07.00 WIB, BTC menutup candle daily-nya dibawah support krusial yakni US$20.090.
Namun, jika kondisi makroekonomi membaik dan terdapat sentimen positif di pekan mendatang, maka tidak menutup kemungkinan sang aset kripto akan menguat sampai level US$21.326 per keping.
Baca Juga: Kabar Sepekan: Pemerintah Guyur Bansos Baru, Dollar AS Bikin Rupiah Cemburu
Setelah tertekan dan mencoba bangkit berulang kali di pekan ini, trio indeks saham AS akhirnya pasrah menelan pil pahit. Lihat saja, nilai indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 2,96%, sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing tumbang 3,29% dan 4,19% sepanjang pekan ini.
Sama seperti yang terjadi di pasar kripto, pelaku pasar semakin mencemaskan kenaikan suku bunga acuan The Fed setelah melihat data ketenagakerjaan AS teranyar.
Pada Jumat (2/9), Departemen Ketenagakerjaan AS mengatakan Negara Paman Sam tersebut menyerap 315.000 tenaga kerja sepanjang Agustus atau anjlok dari 526.000 di Juli. Sementara itu, tingkat pengangguran AS naik tipis ke 3,7% di waktu yang sama.
Meski angka tersebut melandai, namun data tersebut masih mengindikasikan data ketenagakerjaan yang solid. Sehingga, The Fed tentu semakin memiliki validasi untuk mengerek suku bunga acuannya.
Selain itu, kabar mengenai pengetatan suplai gas alam ke Eropa juga menghantam kinerja pasar saham AS. Pasalnya, kondisi tersebut bisa saja memperparah laju inflasi Eropa yang baru saja mencetak rekor tertinggi terbarunya di Agustus di level 9,1%. Akibatnya, investor sekarang khawatir bahwa bank sentral Eropa akan latah menaikkan suku bunga mereka sebesar 75 basis poin di pekan depan.
Sementara dari sisi teknikal, Pluang beranggapan bahwa indeks S&P 500 berpotensi melanjutkan pelemahan di pekan depan lantaran hadirnya penolakan atas trendline S&P 500.
Nah, di saat seperti ini, Sobat Cuan bisa mengurangi exposure pada saham sektor teknologi dan menggantinya dengan sektor komoditas. Alasannya, apalagi kalau bukan karena harga komoditas energi, seperti minyak mentah dan batu bara, tak kunjung melandai.
Harga emas di pasar spot bertengger di US$1.712 per ons di akhir pekan, melemah 1,46% dari US$1.737 per ons sepekan sebelumnya.
Nilai sang logam mulia putus asa setelah nilai Dolar AS kian perkasa, bahkan sempat menyentuh level tertingginya dalam 20 tahun terakhir. Asal tahu saja, kenaikan nilai sang aset greenback menyebabkan harga emas menjadi relatif lebih mahal bagi pelaku pasar yang jarang bertransaksi menggunakan mata uang tersebut.
Selain itu, pelaku pasar pun waswas untuk bergelut di pasar emas setelah data-data makroekonomi terkini, khususnya data manufaktur dan ketenagakerjaan, menguatkan sinyal pengetatan kebijakan moneter The Fed ke depan.
Kenaikan tingkat suku bunga acuan akan mengerek nilai imbal hasil obligasi pemerintah AS. Sayangnya, hal itu akan meningkatkan opportunity cost investor dalam menggenggam emas.
Baca Juga: Rangkuman Pasar: IHSG Semakin Melejit, Aset Kripto Perlahan Solid
Sama seperti performa kelas aset lainnya, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini terbilang amburadul. Untungnya, sang indeks domestik berhasil finis di level 7.177,18 poin pada Jumat (2/9) alias menguat 0,59% dibanding sepekan sebelumnya.
Kali ini, pergerakan bursa domestik dipingpong sentimen positif dan negatif yang sama-sama kuat.
Di satu sisi, pelaku pasar sempat tidak pede melangkahkan kaki di bursa domestik lantaran mengantisipasi tingkat inflasi yang kian membara seiring niatan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Ya, pada pekan ini, masyarakat Indonesia ramai memperbincangkan isu tentang harga Pertalite dan Bio Solar yang digadang naik pada Kamis (1/9). Meski kabar burung itu tak terbukti, tetap saja isu itu membuat riak di pasar modal.
Pluang menganggap bahwa isu kenaikan harga BBM bersubsidi berpotensi menyeret kinerja IHSG ke depan. Maklum, inflasi dan pasar modal selama ini memang punya hubungan yang problematik.
Tetapi, kebijakan tersebut pun diharapkan bisa menyehatkan posisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke depan, sehingga pemerintah punya ruang fiskal untuk program-program pro pertumbuhan ekonomi .
Selain itu, pemerintah pun memiliki itikad baik untuk memperbaiki daya beli masyarakat melalui dua program bantuan sosial (bansos) jika harga BBM benar-benar naik.
Asal tahu saja, pemerintah akan mengguyur subsidi sebesar Rp600.000 bagi 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang akan disalurkan melalui Kementerian Sosial. Sementara bansos kedua sebesar Rp600.000 akan ditujukan bagi 16 juta pekerja bergaji Rp3,5 juta.
Untungnya, meski diterpa kecemasan ihwal inflasi, barisan perilisan laporan keuangan emiten domestik ternyata mampu menyelamatkan IHSG di pekan ini.
Sepanjang pekan ini, beberapa emiten, khususnya komoditas, silih berganti melaporkan laba fantastis meski situasi ekonomi penuh ketidakpastian, misalnya PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Timah Tbk (TINS) dan PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS).
Namun, beberapa nama saham juga tentunya menghasilkan perlambatan seperti PT Indofood CBP Tbk (ICBP) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).
Kinclongnya laju IHSG rupanya sukses jadi jimat yang membuat investor asing terpikat ke saham domestik. Buktinya, asing sukses mencatat aksi beli bersih (net foreign buy) sebesar Rp1,5 triliun.
Hal ini pun dianggap wajar oleh pelaku pasar lantaran tujuan utama investasi bagi asing saat ini hanyalah di dua negara saja, yakni Indonesia dan India. Selain itu, sikap hawkish The Fed juga diharapkan akan berimbas positif bagi pasar domestik, kecuali jika hal itu ternyata menjadi tulah bagi laju ekonomi Indonesia.
Pada pekan ini, investor asing mengincar saham-saham bank berkapitalisasi pasar terbesar yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).
Namun, mereka juga melepas saham yang dianggap defensif seperti sektor infrastruktur telekomunikasi, misalnya adalah PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Dayamitra Telekomunikasi TBk (MTEL) dan PT Bank Jago Tbk (ARTO).
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, Saham AS CFD, serta lebih dari 140 aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini