Hold artinya memegang atau menahan kepemilikan aset dalam jangka waktu tertentu. Namun, apa saja keunggulan dan kelemahannya? Simak di sini!
Dalam kancah investasi, Hold artinya keputusan investor untuk tidak mengubah posisi atau kepemilikan asetnya dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, ketika melakukan Hold, maka investor sejatinya enggan untuk menjual atau membeli aset untuk sementara waktu. Hal ini pun sejalan dengan arti kata "hold", yakni "menahan" dalam bahasa Indonesia.
Namun selain itu, istilah Hold juga bisa diartikan sebagai rekomendasi analis kepada investor untuk tidak membeli atau menjual sekuritas. Dalam hal ini, Hold adalah salah satu dari tiga rekomendasi analis selain Buy (beli) dan Sell (jual). Adapun ketiga rekomendasi tersebut didasarkan pada analisis fundamental dan analisis teknikal yang dilakukan analis.
Baik Investor maupun analis tentunya memiliki alasan kuat ketika melakukan atau memberikan rekomendasi Hold. Lantas, apa saja alasan yang melatarbelakangi aksi Hold?
Baca Juga: Buy the Dip
Ada beberapa alasan mengapa investor memutuskan untuk melakukan Hold. Berikut penjelasannya.
Seperti yang diketahui, situasi pasar modal cenderung sangat berfluktuatif. Kadang, nilai indeks saham bisa melaju dengan cepat namun ada kalanya nilainya justru tenggelam.
Tetapi, ada kalanya pergerakan indeks saham cenderung "jalan di tempat" alias sideways. Bahkan, kondisi ini pun bisa berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Dalam situasi seperti itu, investor cenderung memilih aksi Hold lantaran belum bisa menakar arah pasar modal ke depan. Daripada mengambil keputusan yang salah dan berujung pada kerugian, investor lebih baik mempertahankan posisi portofolionya untuk sementara waktu.
Setiap investor tentu memiliki gaya investasi yang sesuai dengan tujuan investasinya masing-masing. Terdapat investor yang berminat investasi jangka pendek namun terdapat pula yang berniat investasi jangka panjang.
Pada umumnya, mereka yang memilih investasi jangka panjang cenderung melakukan strategi Hold dalam kurun waktu lama. Mereka percaya bahwa ukuran pasar modal akan terus bertumbuh dalam jangka panjang sehingga nilai portofolionya pun diharapkan bisa ikut berkembang.
Dengan demikian, mereka yang berinvestasi jangka panjang kerap mengabaikan volatilitas yang terjadi secara jangka pendek dan memilih untuk menahan kepemilikan asetnya apapun kondisi yang terjadi.
Selain itu, investor juga bisa melakukan strategi Hold karena yakin dengan prospek aset yang dimilikinya dalam jangka panjang.
Investor tentu melakukan serangkaian proses analisis sebelum memilih instrumen jagoannya, termasuk prospek nilai dan keuntungannya di masa depan. Jika sang investor yakin telah memilih instrumen yang paling jitu, maka ia pun tak segan-segan akan melakukan strategi Hold dalam kurun waktu tertentu.
Biasanya, strategi ini digunakan oleh investor yang menganut gaya value investing, yakni mereka yang berinvestasi di instrumen saham yang harganya lebih kecil dari nilai "aslinya".
Mereka percaya bahwa pasar modal menyimpan saham-saham yang dibanderol lebih "murah" dari nilai wajarnya alias value stocks. Selain itu, perusahaan yang menerbitkan saham-saham jenis ini bisanya juga memiliki performa keuangan cukup baik. Makanya, mereka pun memborong saham-saham tersebut dan menahannya dengan harapan bahwa nilainya akan bergerak ke atas mendekati harga wajarnya.
Setelah melakukan strategi Hold untuk beberapa lama, investor kemudian akan menjual value stocks miliknya ketika harga sahamnya sudah sesuai dengan nilai wajarnya.
Seperti yang disinggung sebelumnya, Hold juga merupakan salah satu dari tiga rekomendasi utama analis selain Buy dan Sell. Rekomendasi ini tentunya bisa dimanfaatkan oleh investor ketika berinvestasi di pasar modal.
Ada sejumlah alasan mengapa analis memberikan rekomendasi Hold kepada investor.
Pertama, analis biasanya menyarankan strategi Hold ketika nilai suatu saham diharapkan akan melaju lebih baik dibanding rata-rata saham sektor serupa lainnya di pasar modal.
Kedua, analis biasanya merekomendasikan Hold kepada suatu saham jika si perusahaan penerbit saham tersebut diharapkan mencetak performa kinclong di perilisan laporan keuangan periode berikutnya. Jika si perusahaan benar-benar membukukan prestasi keuangan yang mantap, maka nilai sahamnya biasanya ikut beranjak naik. Pada saat itu, investor pun bisa menjual kepemilikan sahamnya demi meraup cuan.
Baca Juga: Bursa Saham
Strategi Hold memiliki berbagai kelebihan sebagai berikut.
Ketika melakukan Hold, investor pastinya menahan posisi portofolionya dalam jangka waktu tertentu.
Jika hal itu dilakukan dalam waktu lama seperti bertahun-tahun, maka investor pun berkesempatan untuk menikmati dividen yang dibagikan oleh perusahaan penerbit saham.
Selain itu, investor juga bisa menikmati kenaikan harga aset jika menahan kepemilikannya dalam waktu yang cukup lama. Investor bisa menjual kembali kepemilikan asetnya jika harganya meningkat dan menikmati untung dalam bentuk capital gain.
Dinamika pasar modal terbilang cukup lentur. Fluktuasi ini kadang bisa membuat investor stres atau tertekan dalam berinvestasi jika tidak siap mental.
Namun, dengan melakukan strategi Hold, investor bisa mengurangi seluruh tekanan emosional tersebut. Pasalnya, yang ia lakukan adalah menahan kepemilikan asetnya dan cenderung mengabaikan dinamika yang terjadi secara jangka pendek.
Namun, selain memiliki kelebihan, strategi Hold memiliki kekurangannya tersendiri, yakni:
Hold artinya menahan kepemilikan aset. Sehingga, ketika situasi pasar modal sedang amburadul, investor ada kalanya cenderung tidak ingin menjual aset yang dimilikinya.
Hanya saja, sikap ini bisa menjadi bumerang bagi investor. Pasalnya, ada kalanya nilai aset sesudah crash terbilang lebih rendah dibanding sebelum peristiwa itu terjadi. Bahkan, rendahnya nilai aset tersebut bisa berlangsung dalam waktu yang lama.
Alhasil, karena ogah melakukan aksi jual, investor pun harus rela melihat nilai portofolionya menyusut.
Pergerakan harga saham memang sulit ditebak. Kadang, harga saham yang dikira akan stagnan ternyata justru malah mencetak rekor nilai tertingginya (all time high) akibat satu dan lain hal.
Hanya saja, mereka yang menganut strategi Hold kerap tidak tergiur dengan kondisi itu. Mereka tetap menahan kepemilikan asetnya dengan harapan bahwa harganya suatu saat akan kembali mencetak all time high terbarunya di masa depan.
Namun, tidak semua saham terus-terusan mencetak rekor harga tertinggi berikutnya. Malahan, ada sejumlah saham yang nampak kesulitan menyentuh all time high terbarunya hingga bertahun-tahun lamanya.
Nah, jika sang investor mengoleksi saham seperti demikian, maka artinya mereka telah melewatkan kesempatan untung yang optimal ketika nilai saham tersebut mencapai all time high di masa lampau.
Selain di investasi saham, strategi Hold juga berlaku di investasi aset kripto. Namun, istilah yang digunakan bukanlah Hold, namun pelesetan dari kata "hold" bernama HODL.
Istilah HODL sendiri lahir pada 2013 silam di forum bitcointalk ketika harga Bitcoin (BTC) ambles 39%, dari US$716 menjadi US$438. Kala itu, sebuah akun di forum tersebut bernama GameKyuubi mengunggah postingan “I AM HODLING”, yang saat itu ditafsirkan fans kripto sebagai ungkapan optimisme namun juga bernada kepanikan karena mengandung unsur salah ketik.
Namun, istilah HODL lama kelamaan diadopsi fans kripto sebagai ungkapan bahwa mereka akan tetap menahan kepemilikan aset kriptonya apapun kondisi yang terjadi. Apalagi, popularitas HODL juga didorong oleh sejumlah pihak yang menjadikannya sebagai meme yang berseliweran di internet.
Baca Juga: Long Position
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi Saham AS, indeks saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Sumber: Investopedia, Nasdaq, Cleartax
Bagikan artikel ini