Cryptocurrency memang menghasilkan imbal hasil yang luar biasa. Namun, pergerakan harganya terbilang cukup tinggi sehingga risikonya pun terbilang tinggi.
Berikut adalah gambaran kinerja Bitcoin sebagai kelas aset.
Meskipun Bitcoin debut dengan harga US$0 per keping pada 2009, ia mulai diperdagangkan di kisaran US$0,0008 hingga akhirnya mencapai US$0,08 di bulan Juli 2010. Harga Bitcoin menembus US$65.000 per keping pada semester pertama 2021.
Sudah jelas jika kamu membeli Bitcoin sejak awal dan menggenggamnya hingga saat ini, kamu tentu sudah menjelma menjadi sultan kripto.
Hingga Agustus 2021, tingkat imbal hasil Bitcoin selama satu, tiga, dan lima tahun terakhir terbilang cukup luar biasa.
Meski pertumbuhan tersebut terlihat cukup menakjubkan, namun Sobat Cuan perlu ingat bahwa Bitcoin juga telah mengalami koreksi harga sebesar 30% hingga 50% yang terjadi pada masa naik-naiknya dari tahun 2016 hingga 2018 silam. Sehingga, meski kamu telah menjalankan strategi beli dan simpan yang dianggap cukup menguntungkan, kamu tetap harus menyiapkan mental untuk kemungkinan bahwa nilai portofolio kripto bisa anjlok setengahnya.
Di tahun-tahun pertama kemunculannya, harga Bitcoin melejit ke posisi US$800 per keping seiring banyaknya pihak yang mulai mengadopsi Bitcoin. Jika kamu membeli Bitcoin di periode tersebut, tentu kamu kini sudah bergelimang cuan. Tapi, membeli satu keping Bitcoin sebelum 2014 dan 2015 terbilang sulit karena tidak ada bursa tukar-menukar kripto yang bisa diakses oleh investor ritel.
Di periode awal kemunculannya, banyak pihak meragukan apakah teknologi blockchain benar-benar bisa bisa diadopsi secara massal dan mempertanyakan apakah Bitcoin benar-benar akan berharga. Bahkan pada 22 Mei 2010, seseorang membeli dua pizza dengan menghabiskan 10.000 Bitcoin, yang jika dikonversi dengan harganya saat ini bernilai hampir US$500 juta!
22 Mei sekarang dikenal sebagai Hari Pizza Bitcoin.
Pada Desember 2017, harga Bitcoin telah meningkat 20 kali lipat dalam waktu setahun, seperti ditunjukkan di grafik bawah ini. Dalam periode ini, cryptocurrency menemukan momentumnya dan makin banyak orang yang menerima aset ini. Puncaknya adalah saat ledakan kegiatan Initial Coin Offering di tahun yang sama.
Salah satu tantangan pertama di dalam adopsi Bitcoin adalah keharusan untuk membayar satu keping Bitcoin menggunakan Dolar AS agar sesuai dengan aturan identitas dan Know Your Customer di AS yang ketat.
Kelahiran stablecoins seperti Tether – aset kripto yang nilainya dipatok terhadap Dolar AS – membuka celah bagi meledaknya aksi trading cryptocurrency. Dalam hal ini, organisasi seperti Tether Corp menerima simpanan dalam bentuk dolar AS dan menerbitkan aset kriptonya sendiri yang disebut USDT. Munculnya Tether berhasil mengerek volume transaksi karena penyelesaian transaksi kripto membutuhkan waktu kurang dari 10 menit, jauh lebih cepat dibanding transaksi uang fiat yang membutuhkan dua hingga lima hari kerja.
Dalam sebuah studi yang dirilis pada 2019 lalu, dua profesor University of Texas John Griffin dan Amin Shams mengatakan bahwa kenaikan volume transaksi kripto saat itu disebabkan oleh ulah bandar kripto atau biasa disebut whales yang membeli USDT dalam jumlah banyak.
Melihat kondisi ini, pelaku pasar menduga bahwa aset kripto memang tengah digandrungi, sehingga mereka ikut membeli cryptocurrency dalam jumlah yang besar.
Saat masa-masa tenarnya ICO, pelaku pasar memiliki antusiasme yang berlebihan terhadap aset kripto. Mereka berharap bahwa harga aset kripto terus menanjak dan alasan berinvestasi mereka banyak karena FOMO (khawatir ketinggalan) dan sikap ini mempercepat kenaikan harga aset kripto dan semakin membuat orang merasa harus masuk kripto.
Harga Bitcoin kemudian terjungkal 83,12% ke kisaran US$3.200 per keping saat antusiasme pasar yang berlebihan mereda pada tahun 2018. Kenaikan harga yang gila-gilaan telah menarik perhatian pengawas AS yaitu The Commodity Futures Trading Commission (CFTC) dan US Department of Justice atas kemungkinan terjadinya manipulasi harga Bitcoin setahun terakhir.
CFTC juga memeriksa Bitfinex, sebuah platform kripto yang berafiliasi dengan Tether Corp dan USDT, yang diduga telah mempermainkan harga Bitcoin.
Harga Bitcoin terjatuh hampir sebesar 70% saat pandemi COVID-19 pertama menerjang dunia. Namun, setelah investor melihat dampak dari aksi bank sentral AS yang mencetak uang dalam jumlah banyak (quantitative easing), harga Bitcoin kemudian terus naik ke posisi US$65.000 per keping.
Selama pandemi COVID-19, harga Bitcoin dan aset kripto lainnya jatuh berbarengan dengan kelas aset berisiko atau risk-on asset seperti saham. Pelaku pasar diliputi rasa ketidakpastian mengenai seberapa parah pandemi COVID-19 dan kemampuannya menghentikan perekonomian.
Ketidakpastian tersebut memicu pelaku pasar untuk melakukan aksi jual besar-besaran di seluruh kelas aset berisiko dan beralih ke aset yang lebih aman. Harga Bitcoin turun 70% dari US$12.000 ke US$4.000, sementara harga emas hanya melemah sebentar di awal pandemi.
Harga aset berisiko mulai membaik setelah ketidakpastian mulai mereda dan terlihat bahwa bank sentral AS , the Federal Reserve, dan bank sentral lainnya merencanakan mencetak lebih banyak uang dan menurunkan tingkat suku bunga acuan untuk memulihkan ekonomi.
Investor menyadari bawah nilai komoditas yang bersifat langka, seperti emas atau cryptocurrency, seharusnya meningkat ketika bank sentral terus mencetak uang fiat. Bahkan beberapa investor yang tangkas berpandangan bahwa aset kripto memiliki fungsi penyimpan kekayaan yang lebih baik ketimbang emas.
Emas merupakan aset yang tidak memberikan bunga, nilainya lebih tergantung pergerakan harga yang naik, susah untuk dipindahkan dan disimpan secara fisik. Sebaliknya investor bisa memindahkan aset kripto, termasuk Bitcoin, ke protokol desentralisasi dan mulai mendulang imbal hasil cukup dalam waktu 10 menit saja.
Para manajer dana investasi global (hedge fund) kawakan seperti Stanley Druckenmiller, Paul Tudor Jones, dan Mike Novogratz pun ikut menyuarakan dukungannya terhadap aset kripto. Bahkan, pengelola hedge fund terbesar sejagat Bridgewater, Ray Dalio, menyebut Bitcoin sebagai sebuah “penemuan yang luar biasa”.
Pecinta blockchain, investor ritel, dan investor institusi kemudian menyerbu pasar kripto dan membuat harga Bitcoin melonjak 13 kali lipat dari harga sebelum pandemi sebesar US$4.000 menuju rekor tertingginya US$65.000 per keping
Meski pergerakan harga Bitcoin naik-turun, kinerja Bitcoin sebagai aset investasi bisa diadu dengan dengan instrumen lainnya. Malahan Bitcoin berhasil mengungguli kelas aset lainnya seperti emas dan S&P 500. Perbandingan lebih detail bisa dilihat di grafik berikut.
Meski tak ada seorang pun yang mampu meramalkan harganya, Bitcoin disebut-sebut bisa menyentuh nilai kapitalisasi pasar sebesar US$10 triliun atau setara dengan emas. Apa alasannya?
Produksi Bitcoin baru sangat tergantung dengan imbalan (rewards) yang diberikan kepada penambang. Namun, jumlah imbalan tersebut dikurangi setengahnya dalam kurun waktu kisaran empat tahun sampai seluruh 21 juta keping Bitcoin selesai ditambang. Adapun hingga saat ini, penambang sudah berhasil menambang 18 juta keping Bitcoin.
Grafik di bawah ini menunjukkan bahwa harga Bitcoin selalu terapresiasi setelah halvening selesai dilakukan.
Sejak Maret 2020, jumlah investor ritel yang membenamkan dana di pasar modal dan aset kripto terus berkembang karena mereka terpaksa berdiam diri dan bekerja dari rumah. Akses masyarakat terhadap aplikasi investasi kripto pun makin terbuka lebar di seluruh belahan dunia, bukan sebatas penduduk Amerika Serikat saja namun di seluruh dunia.
Di Indonesia, Pluang adalah satu dari aplikasi “generasi baru” teknologi finansial pertama yang menawarkan aset kripto terhadap investor ritel dalam negeri.
Permintaan akan Bitcoin akan terus meningkat jika investor institusi makin menggunakannya sebagai instrumen investasi. Ini tentu saja akan meningkatkan harga Bitcoin ke depan.
Tren ini sudah terlihat di 2021, di mana konglomerat seperti Elon Musk dan Michael Saylor sudah memasukkan Bitcoin dalam portofolio investasi di perusahaan mereka yakni Tesla dan Microstrategy.
Menurut data Bitcoin Treasuries per 6 Agustus, korporasi global telah menggenggam 389.958 keping Bitcoin, atau 2,08% dari jumlah Bitcoin yang beredar saat ini yang sebanyak 18,77 juta keping.
Permintaan Bitcoin akan menanjak jika pemerintah menerbitkan kebijakan yang mendukung penggunaan cryptocurrency secara massal. Salah satu contohnya ditunjukkan oleh El Salvador yang telah mengesahkan Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi di negara Amerika Tengah tersebut di Juni 2021.
Namun, permintaan Bitcoin akan melandai jika pemerintah bersikap ketat terhadapnya. Salah satunya ditunjukkan oleh Cina. Pemerintah negara tirai bambu tersebut telah menganggap segala hal yang berkaitan dengan cryptocurrency, misalnya penawaran koin perdana, sebagai tindakan ilegal sejak 2017.
Terlepas dari itu, semakin banyak negara terlihat lebih terbuka dan berniat mengikuti jejak El Salvador untuk memakai Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi, salah satunya adalah Paraguay.
Bitcoin boleh jadi didapuk sebagai cryptocurrency pertama. Namun kini banyak koin alternatif yang menawarkan fungsi yang lebih unggul ketimbang Bitcoin.
Argumen utama mengenai betapa berharganya Bitcoin terletak pada permintaan dan penawarannya, yang didasarkan pada kepercayaan bahwa Bitcoin bernilai lantaran sifatnya yang langka.
Namun, dengan 6.000 lebih altcoin yang beredar di pasar, sebagian pihak malah memandang bahwa Bitcoin sebenarnya tidak langka. Mereka memandang bahwa terdapat 6.000 protokol lain yang bisa melakukan hal yang sama atau bahkan lebih unggul dibandingkan Bitcoin.
Kelompok fans garis keras Bitcoin (Bitcoin maximalist) mempercayai bahwa Bitcoin bisa menjadi “aset utama” atau “emas”nya dunia kripto. Pendapat ini berdasarkan kapitalisasi pasar dan likuiditas dari Bitcoin sekarang yang memungkinkan Bitcoin untuk diturunkan ke dalam instrumen derivatif dan merupakan daya tarik Bitcoin selain dari manfaat teknologinya.
Bagikan artikel ini
Apakah Aset Kripto Legal di Indonesia?
Blockchain, Bitcoin, dan Aset Kripto Lainnya
Mengenal 29 Jenis Altcoin di Pluang
Kinerja Kripto Sebagai Kelas Aset
Alasan & Risiko Berinvestasi Aset Kripto
7 Faktor yang Mempengaruhi Harga Aset Kripto
2 Strategi Utama Investasi Aset Kripto
Mengenal Bitcoin, Ethereum, dan Altcoin