Selamat berakhir pekan, Sobat Cuan! Kondisi pasar pekan ini terbilang ekstra volatil sehingga membuat beberapa kelas aset pingsan sementara sebagian lainnya terlihat berjaya. Siapa yang keluar jadi juara dan pecundang pekan ini? Simak selengkapnya di Pasar Sepekan berikut!
Pelaku pasar kripto sepertinya bingung harus bereaksi seperti apa menjelang akhir pekan. Pasalnya, pergerakan 10 aset kripto utama pekan ini terbilang sangat variatif. Ada aset kripto yang membukukan pertumbuhan nilai fantastis, namun ada juga yang terjun bebas.
Lagi-lagi, pelaku pasar harus menghadapi pekan yang sangat volatil.
Kepercayaan diri mereka untuk nyemplung ke pasar kripto terbilang labil dalam tujuh hari terakhir. Sebab, mereka memikirkan satu pertanyaan besar yang menjadi sumber kegundahan utama mereka: Apakah bank sentral AS The Fed benar-benar bakal mengerek suku bunga acuannya dengan agresif?
Di awal pekan, pelaku pasar sempat yakin The Fed akan mengerem sikap moneternya yang agresif setelah inflasi AS terlihat jinak. Hal itu tercermin dari data inflasi tahunan versi indeks pengeluaran personal (Personal Consumption Expenditure/PCE) April yang bercokol di 4,9%, lebih rendah dibanding 5,2% sebulan sebelumnya.
Akibatnya, pelaku pasar makin rakus menyantap aset-aset berisiko, termasuk aset kripto. Maklum, sebab jika The Fed bersikap lunak, maka aset berisiko bakal terlihat lebih menggiurkan ketimbang aset aman seperti obligasi pemerintah AS atau Dolar AS.
Sayangnya, optimisme tersebut berubah menjadi kekhawatiran setelah Biro Statistik Ketenagakerjaan AS merilis bahwa dunia usaha AS menyerap 390.000 tenaga kerja sepanjang April alias jauh di atas estimasi ekonom yakni 315.000 tenaga kerja. Di waktu yang sama, lembaga tersebut juga mengungkapkan bahwa tingkat pengangguran AS masih stabil di angka 3,6% dari jumlah angkatan kerja.
Pelaku pasar merasa bahwa data tersebut menjadi indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi AS tengah mengarah ke jalur yang tepat. Sehingga, ada kemungkinan The Fed bakal tetap ngebet mendongkrak suku bunga acuannya dengan agresif.
Memang, mengingat sifatnya yang terdesentralisasi, dinamika pasar kripto seharusnya tak begitu berpengaruh dengan makroekonomi. Namun, saat ini situasinya cukup berbeda. Pasar kripto kini dijejali investor institusi bermodal besar yang gerak-geriknya sangat bergantung dengan prospek ekonomi ke depan.
Jika Sobat Cuan melihat tabel di atas, terlihat bahwa Cardano (ADA) keluar sebagai bintang panggung pada pekan ini setelah membukukan kenaikan nilai fantastis 19,39% selama sepekan terakhir.
Nilai ADA melonjak setelah jaringan mengumumkan upgrade jaringan yang dijuluki Vasil hard fork. Setelah perbaikan jaringan tersebut, pengguna Cardano bisa beraktivitas di jaringan dengan biaya transaksi yang jauh lebih rendah.
Hodlers ADA bahkan sangat optimistis bahwa upgrade jaringan ini dapat mendongkrak nilai ADA menjadi jauh lebih kencang.
Dalam sebuah survei beberapa waktu terakhir, terdapat 24.468 pemilik ADA yang percaya bahwa nilai aset kripto tersebut bisa menyentuh US$1,06 per keping pada akhir bulan ini. Selain itu, 15,940 pemilik justru memprediksi bahwa ADA malah menyentuh US$0,972 per keping.
Sayangnya, nasib serupa tidak dialami oleh Solana (SOL). Nilainya ambles 11,96% dalam sepekan setelah jaringan terpaksa memadamkan aktivitas selama empat jam akibat gangguan piranti lunak pada Rabu (1/6).
Sekadar informasi, ini bukan kali pertama jaringan Solana mengalami byar pet. Jaringan SOL terhitung mati suri selama tujuh kali dalam 12 bulan terakhir akibat alasan yang beragam.
Jika melihat dari kacamata teknikal, maka BTC sebenarnya masih berada di rentang sideways US$29.000 hingga US$31.000.
Jika harga BTC menembus salah satu dari titik harga tersebut, maka besar kemungkinan akan terlihat bagaimana pergerakan BTC selanjutnya. Namun, melihat potensi agresivitas kebijakan moneter The Fed di depan mata, Pluang beranggapan bahwa harga BTC bisa melipir di bawah level US$29.000 di pekan depan.
Baca juga: Rangkuman Pasar: Jelang Akhir Pekan, Kripto & IHSG Tampil Menawan
Sementara itu, investor saham AS pasrah gigit jari setelah trio indeks saham Wall Street kompak memble sepanjang pekan ini. Nilai Dow Jones Industrial Average (DJIA) rontok 0,94% dalam sepekan, sementara nilai Nasdaq dan S&P 500 terjungkal lebih parah masing-masing 0,98% dan 1,2%.
Sama seperti yang terjadi di pasar kripto, pelaku pasar modal AS pun mengkhawatirkan sikap The Fed yang kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuannya dengan kencang meski inflasi AS terlihat mulai melambat. Bahkan, Wakil Ketua The Fed Lael Brainard berujar bahwa The Fed tidak melihat potensi untuk "mengerem" sikapnya agresif kecuali jika inflasi AS sudah menyentuh targetnya, yakni 2%.
Seolah belum cukup, optimisme pelaku pasar makin runtuh setelah beberapa emiten silih berganti memaparkan outlook ekonomi yang suram.
CEO JPMorgan & Chase Jamie Dimon, misalnya, mengatakan ekonomi AS ke depan akan menemui "badai besar". Sementara itu, Microsoft juga sudah memangkas target laba dan pendapatannya di kuartal IV karena rentetan faktor makroekonomi.
Lebih lanjut, jika ditinjau dari sisi emiten, maka performa buruk saham Tesla menjadi biang kerok paling utama atas pelemahan trio indeks saham AS pekan ini. Nilai sahamnya ambruk 2,72% dalam sepekan setelah perseroan mengumumkan bakal memangkas jumlah karyawannya 10% dan menghentikan proses rekrutmen karyawan baru.
Semester I tahun ini memang ibarat roller coaster bagi investor. Kondisi serupa pun sepertinya bakal terjadi di semester berikutnya. Namun, hal ini dapat dihindari jika The Fed benar-benar membuktikan bahwa sikap super hawkish-nya benar-benar mampu mengekang inflasi.
Sebagian besar investor pun tampaknya telah mempersiapkan skenario terburuk yang akan terjadi. Mereka terlihat berbondong-bondong keluar dari pasar dan mempersiapkan aset berupa kas demi mengantisipasi situasi ekonomi yang gonjang-ganjing ke depan.
Harga emas di pasar spot bertengger di US$1.851 per ons di akhir pekan alias melorot tipis 0,1% dibanding sepekan sebelumnya. Nilai sang logam terbilang jalan di tempat lantaran dipengaruhi aksi beli dan aksi jual yang sama-sama kuat.
Di satu sisi, terdapat pelaku pasar memborong emas lantaran memanfaatkan momentum pelemahan nilai Dolar AS. Ya, susutnya nilai sang aset greenback seharusnya membuat harga emas menjadi relatif lebih murah bagi pelaku pasar yang jarang bertransaksi menggunakan uang tersebut.
Selain itu, mereka juga mengoleksi emas karena khawatir ekonomi AS bakal masuk resesi plus tingkat inflasi AS yang berpotensi kembali membara.
Potensi itu muncul setelah Biro Statistik Ketenagakerjaan AS merilis bahwa dunia usaha AS membuka 11,4 juta lowongan pekerjaan namun hanya berhasil merekrut 6,6 juta pekerja saja sepanjang April. Sementara itu, di waktu yang sama, terdapat 4,4 juta pekerja yang memilih berhenti bekerja.
Sehingga, perusahaan di AS kemungkinan besar akan menggelontorkan beban gaji jumbo demi menahan karyawan dari pengunduran diri. Namun, jika itu terjadi, maka sumbangan inflasi gaji terhadap total inflasi AS pun akan meningkat.
Nah, di saat prospek ekonomi diramal tidak pasti, pelaku pasar tentu melarikan diri ke emas sebagai aset safe haven. Aksi borong tersebut pun sempat melambungkan harga emas ke level US$1.873 per ons pada Kamis (2/6).
Hanya saja, harga emas kemudian melorot jelang akhir pekan setelah perilisan data ketenagakerjaan AS (Non-Farm Payroll) yang ternyata melebihi ekspektasi analis.
Data itu mengindikasikan bahwa ekonomi AS mungkin masih baik-baik saja dan tidak semenakutkan yang dibayangkan. Sehingga, pelaku pasar pun memutuskan hijrah lagi dari emas menuju pasar aset berisiko.
Baca juga: Pluang Insight: Jangan Takut! Simak Cara Melakukan Stop-Loss yang Tepat di Sini!
Setelah mencoba bangkit setelah terpuruk pasca libur lebaran awal Mei, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya memperlihatkan tajinya. Betapa tidak, sang indeks domestik menutup perdagangan Jumat (3/6) ini di level 7.182,96 atau melesat fantastis 4,4% dibanding sepekan sebelumnya.
Kali ini, IHSG patut berterima kasih terhadap performa apik saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang ngegas 16,5% sepanjang pekan ini. Mengingat kapitalisasi pasar GOTO kini bertengger di Rp419,3 triliun, maka tidak heran jika gerak lincahnya pun ikut mendongkrak pertumbuhan IHSG.
Nilai saham GoTo makin tokcer setelah saham raksasa teknologi tanah air itu kini masuk jajaran indeks LQ45. Imbasnya, manajer investasi yang menelurkan produk reksa dana indeks LQ45 pun wajib memborong saham GOTO di dalam portofolionya. Saham GOTO pun laris manis bak kacang goreng.
Selain itu, IHSG juga mendapat sokongan angin segar dari rebalancing indeks MSCI pada Selasa (31/5).
Sejatinya, rebalancing indeks MSCI membuat investor asing makin nafsu untuk melahap saham-saham domestik. Sikap "rakus" itu tercermin dari nilai beli bersih asing (net foreign buy) jumbo sebesar Rp6,12 triliun sepanjang minggu ini.
Tidak terlalu berbeda dengan pekan sebelumnya, asing tetap terlihat memborong saham berkapitalisasi besar antara lain ADMR, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
Di sisi lain, investor asing pun juga melego saham-saham yang valuasinya sudah dianggap premium, seperti PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Indosat Tbk (ISAT).
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, Saham AS CFD, serta lebih dari 90 aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini