Pelaku pasar kripto tampaknya masih harus mengelus dada memasuki akhir pekan kali ini. Di sisi lain, investor emas, saham AS, dan saham domestik malah senyum semringah karena aset jagoannya berhasil bangkit! Kenapa kondisi masing-masing pasar berbeda? Simak ulasannya di Pasar Sepekan berikut!
Untuk kesekian kalinya, investor kripto harus memasuki akhir pekan dengan gigit jari. Betapa tidak, delapan dari 10 aset kripto berkapitalisasi pasar terbesar sejagat pasrah terbenam di zona merah dalam sepekan terakhir.
Di awal pekan, aset kripto sejatinya masih bergerak dalam rentang sideways. Bitcoin (BTC), contohnya, bahkan hanya bergerak di level US$29.000 hingga US$31.000.
Sayangnya, situasi berubah kecut menjelang akhir pekan. Pelaku pasar sepertinya makin menghindari risiko pasar volatilitas pasar kripto lantaran situasi makroekonomi sedang tak pasti.
Adapun tiga ketidakpastian ekonomi utama yang mereka antisipasi adalah tingginya inflasi, ancaman resesi, dan kebijakan moneter agresif bank sentral AS, The Fed. Untungnya, kecemasan pelaku pasar sedikit mereda setelah kata "resesi" tidak tertera dalam risalah rapat The Fed yang dirilis pekan ini.
Memang, mengingat sifatnya yang terdesentralisasi, dinamika pasar kripto seharusnya tak begitu berpengaruh dengan makroekonomi. Namun, saat ini situasinya cukup berbeda. Pasar kripto kini dijejali investor institusi bermodal besar yang gerak-geriknya sangat bergantung dengan prospek ekonomi ke depan.
Selain itu, bukti atas sikap pelaku pasar yang mulai menghindari pasar kripto juga terlihat dari volume perdagangan yang rendah.
Bukti lain yang mencerminkan sikap "jaga jarak" investor adalah kinerja altcoin yang kian sekarat padahal laju harga BTC terlihat stagnan. Bahkan, kini nilai kapitalisasi pasar kripto altcoin sudah turun 65% dari level tertingginya US$1,7 Triliun.
Namun, apa alasan pelaku pasar menghindari altcoin dan menuju BTC?
Sobat Cuan mungkin menyadari bahwa BTC dijuluki raja aset kripto karena ukuran kapitalisasi pasarnya yang jumbo. Nah, karena keunggulan tersebut, maka harga BTC dianggap lebih ajeg dan tidak rentan berubah ketika pelaku pasar melakukan price actions ketimbang altcoin.
Makanya, tak heran jika pelaku pasar tentu memilih meningkatkan alokasi portofolio kriptonya di BTC ketimbang altcoin di saat-saat bear market seperti saat ini.
Jika Sobat Cuan melihat tabel di atas, maka kamu akan menemukan bahwa laju TRON (TRX) sukses tumbuh dua digit di tengah lautan kripto yang membara.
Nilai TRX melejit setelah jaringan TRON meluncurkan stablecoin berbasis algoritma bernama USDD yang ditautkan dengan nilai Peso Mexico.
Karakteristik stablecoin ini mirip sekali dengan stablecoin besutan Terra, UST, yang belakangan jadi buah bibir karena gagal mempertahankan nilai tukarnya sebesar 1 UST untuk US$1. Namun, pelaku pasar yakin USDD tak akan bernasib apes seperti UST karena sang pendiri TRON, Justin Sun, sangat terbuka terhadap saran-saran dari komunitas TRON.
Selain itu, jumlah pengguna TRON juga mencetak tonggak sejarah baru, yakni mendekati 100 juta akun. Saking melonjaknya pengguna TRON, nilai transaksi pekan lalu saja mewakili 1% dari total akumulasi transaksi TRON sejak diluncurkan pada 2018 silam.
Sayangnya, nasib nahas malah menimpa AVAX. Nilainya nyungsep paling parah di antara jajaran aset kripto utama gara-gara jumlah penggunanya kian menyusut.
Hal ini tercermin dari tingkat utilisasi jaringan C-Chain AVAX yang turun drastis dari sekitar 40% menjadi kurang dari 20% saja. Jumlah pengguna yang kian susut membuat kekhawatiran baru terkait pendanaan proyek AVAX ke depan.
Lebih lanjut, pengembang Avalanche, Ava Labs, juga dikabarkan ingin memasukan Bored Ape Metaverse dan ApeCoin di jaringan AVAX. Apakah upaya diversifikasi ini bakal jadi angin segar bagi harga AVAX ke depan?
Baca juga: Pluang Insight: Kripto Dihantam Bear Market, Saat Tepat Gunakan Dollar Cost Averaging?
Setelah tenggelam selama tujuh pekan lamanya, pasar saham AS akhirnya sukses memantul kembali. Lihat saja, nilai indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) sukses tumbuh 6,23%, sementara nilai S&P 500 dan Nasdaq masing-masing berhasil loncat 6,58% dan 6,84% di waktu sama.
Uniknya, S&P 500 berhasil menghapus segala kerugiannya yang terjadi pada Mei hanya dalam sepekan saja!
Memang, pasar AS masih dihantui volatilitas tinggi karena ketidakpastian makroekonomi AS. Hanya saja, kesempatan ini ternyata dimanfaatkan investor institusi untuk memborong saham-saham AS berkualitas tinggi mumpung harganya sedang murah (buy the dip).
Selain itu, aksi beli yang dilancarkan investor institusi tak sekadar bermotif buy the dip semata. Mereka juga sengaja menyerok saham demi mengangkat harga-harga saham agar laporan portofolio mereka terlihat ciamik.
Apalagi, aksi beli kali ini memang jatuh di momen yang tepat. Pasalnya, beberapa emiten pentolan AS seperti Apple dan Tesla ternyata ikut merilis laporan keuangan yang melebihi ekspektasi analis.
Namun, fokus pelaku pasar tertuju pada dua raksasa teknologi China, Baidu dan Alibaba. Di satu sisi, Alibaba ternyata sukses membukukan penjualan US$32,2 miliar atau 9% lebih tinggi dibanding ekspektasi pasar. Baidu, di sisi lain, ternyata membukukan penurunan penjualan meski tetap berada di atas ekspektasi analis.
Hal ini mengindikasikan bahwa gerak saham perusahaan teknologi China perlahan lepas dari bayang-bayang sentimen terkait pengetatan regulasi dan upaya sensor dari otoritas negara tirai bambu tersebut. Terlebih, pada bulan lalu, badan penyusun kebijakan partai komunis China Politburo berjanji akan memberi dukungan lebih bagi ekonomi digital.
Ke depan, Pluang menganggap pelemahan indeks AS akan sangat terbatas mengingat trio Wall Street sudah terjungkal parah sepanjang Mei. Sobat Cuan sebaiknya memanfaatkan kondisi ini untuk mengoleksi saham-saham berfundamental kuat dan tidak begitu terpengaruh langkah hawkish The Fed.
Harga emas di pasar spot bertengger di US$1.853,75 per ons di akhir pekan, menguat 0,32% dibanding US$1.847,82 per ons di akhir pekan lalu. Nilai sang logam mulia berhasil naik tipis setelah dua musuh sengitnya, nilai Dolar AS dan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS, terus melandai.
Asal tahu saja, pelemahan nilai Dolar AS akan membuat harga emas menjadi relatif lebih murah bagi pelaku pasar yang jarang bertransaksi menggunakan mata uang tersebut. Sehingga, permintaan emas pun akhirnya terdorong.
Sementara itu, susutnya tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS akan membuat opportunity cost dalam menggenggam emas menjadi lebih murah.
Sepanjang pekan ini, baik nilai Dolar AS dan yield obligasi pemerintah AS terombang-ambing setelah pelaku pasar mencoba mencerna langkah kebijakan moneter The Fed ke depan.
Dalam risalah rapatnya (minutes of meeting) yang dirilis pekan ini, The Fed mengatakan bahwa mayoritas pejabatnya memilih untuk mengerek suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin pada Juni dan Juli mendatang.
Hanya saja, pelaku pasar malah sangsi The Fed bakal menempuh langkah tersebut. Pasalnya, di waktu yang sama, Biro Analisis Ekonomi AS juga merilis taksiran pertumbuhan ekonomi AS kuartal I 2022 yang ternyata malah anjlok 1,5% dibanding periode sama tahun sebelumnya. Sehingga, jika The Fed ngebet ingin mengetatkan kebijakan moneternya, maka bukan tidak mungkin ekonomi AS bakal masuk jurang resesi.
Apalagi, pelaku pasar juga masih bertanya-tanya ihwal kebijakan lain yang bakal The Fed lakukan jika inflasi masih meradang meski suku bunga acuan sudah melambung. Nah, ketidakpastian ekonomi tersebut membuat pelaku pasar memilih melarikan dananya ke aset safe haven seperti emas.
Baca juga: Pluang Insight: Katanya Dunia di Ambang Resesi. Apa Sih Arti Resesi Ekonomi?
Investor domestik akhirnya bisa tertidur pulas setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil comeback ke level psikologis 7.000 poin. Ya, sang indeks domestik sukses ditutup di 7.026,26 poin pada Jumat (27/5) atau melesat 2,97% dibanding sepekan sebelumnya.
Pelaku pasar makin getol membenamkan dananya di pasar domestik sepanjang pekan ini. Maklum, cuaca bursa tanah air terpantau cerah pekan ini akibat rentetan sentimen positif baik dari dalam maupun luar negeri.
Dari sisi sentimen internal, pelaku pasar menyerbu pasar dalam negeri karena tergiur dengan dividen yang disebar emiten sepanjang pekan ini. Lihat saja produsen batu bara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang membagikan dividen Rp687 per lembar sahamnya.
Melihat hal tersebut, mereka meyakini bahwa emiten lain pun juga akan memberikan dividen fantastis sehingga mereka pun berbondong-bondong memborong saham. Bagi investor jangka panjang, jumlah dividen menjadi daya tarik tersendiri karena mereka bisa berharap return yang konstan seiring pertumbuhan bisnis perusahaan.
Di samping itu, pelaku pasar juga kian pede berkubang di pasar domestik setelah Bank Indonesia (BI) memilih menahan suku bunga acuannya di 3,5%. Ini merupakan indikasi bahwa BI masih memusatkan kebijakan moneternya untuk pemulihan ekonomi dalam negeri. Tadinya, analis dan ekonom meyakini bahwa BI akan segera mengerek suku bunga acuannya demi menahan arus modal keluar akibat kebijakan moneter agresif The Fed.
Dari sisi eksternal, pelaku pasar melihat kemungkinan bahwa The Fed tidak jadi mengerek suku bunga acuannya dengan agresif setelah melihat estimasi pertumbuhan ekonomi AS yang melempem.
Sentimen ini pun akhirnya membawa investor asing untuk kembali bergairah menanamkan uang di pasar dalam negeri. Buktinya, mereka mencatat nilai beli bersih (net foreign buy) sebesar Rp1,85 triliun sepanjang pekan ini.
Asing terlihat kembali melahap saham berkapitalisasi pasar jumbo. Namun bedanya, kini saham yang mereka incar berasal dari lintas sektor, misalnya PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan pt Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Di sisi lain, sang investor pun melego beberapa saham yang dinilai premium jika diukur dari sisi fundamental, seperti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Bagikan artikel ini