Selamat akhir pekan, Sobat Cuan! Pekan ini menjadi pekan menggembirakan karena mulai dari indeks saham AS hingga pasar kripto sukses menghijau meski sentimen makroekonomi tengah tak kondusif. Mengapa demikian? Simak di Pasar Sepekan berikut!
Aset kripto boleh bertepuk dada mengakhiri pekan. Pasalnya, ia sukses mendarat di zona hijau setelah berjibaku mengarungi gelombang ganas sepanjang pekan ini.
Secara umum, pasar kripto terombang-ambing pekan ini menyusul naik-turunnya nilai Dolar AS.
Nilai sang aset greenback sempat menembus level 110, alias level tertingginya dalam 20 tahun terakhir, di pertengahan pekan. Sayangnya, hal itu ternyata menjadi tulah bagi performa aset kripto, bahkan beberapa altcoin sempat terjun bebas pada Rabu (7/9).
Sekadar informasi, pergerakan indeks Dolar AS memang berkorelasi negatif dengan kinerja aset kripto. Pasalnya, pelaku pasar tentu akan melepas aset kripto, yang merupakan aset berisiko, demi Dolar AS yang dianggap punya profil risiko yang lebih minim.
Adapun data terakhir menunjukkan bahwa tingkat korelasi antara Dolar AS dan aset kripto berada di level -0,77. Dengan kata lain, keduanya memiliki hubungan bertolak belakang yang mendekati sempurna, yang diwakili dengan koefisien korelasi -1.
Nilai Dolar AS sempat perkasa setelah pelaku pasar semakin yakin bahwa bank sentral AS The Fed benar-benar akan mengerek suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin pada bulan ini.
Keyakinan itu timbul setelah beberapa data makroekonomi AS, mulai dari data ketenagakerjaan hingga data indeks jasa dan manufaktur, terbilang masih kokoh. Sehingga, The Fed pun kemungkinan tak akan segan untuk terus mengetatkan kebijakan moneternya demi mengekang inflasi AS yang masih dalam tingkatan kronis.
Di saat yang sama, Gedung Putih juga merilis laporan yang menyiratkan bahwa borosnya konsumsi energi dalam kegiatan penambangan aset digital, termasuk Bitcoin, hanya akan menyulitkan upaya pemerintah AS untuk berperang melawan perubahan iklim. Nah, seluruh kabar buruk tersebut sempat sukses bikin aset kripto nyut-nyutan di pertengahan pekan.
Untungnya, rentetan sentimen negatif tersebut hanya bertahan seumur jagung. Sebab, nilai Dolar AS ternyata longsor mendekati akhir pekan. Hal itu, sudah pasti, membawa berkah bagi laju aset kripto.
Di samping itu, pelaku pasar juga sepertinya semakin antusias menanti pembaruan jaringan akbar Ethereum, atau disebut The Merge, yang dijadwalkan meluncur pada pekan depan dengan terus menambah jumlah ETH untuk kegiatan staking. Hasilnya, seperti yang terlihat di tabel di atas, ETH pun berhasil tumbuh mendekati 10% sepanjang pekan ini.
Lebih lanjut, penguatan pasar kripto ini sejatinya merupakan sebuah anomali. Sebab, aset kripto bisa bergerak cemerlang meski beberapa pejabat The Fed, termasuk Ketua The Fed Jerome Powell, berkali-kali menekankan pentingnya kenaikan suku bunga acuan demi meredam inflasi sepanjang pekan ini.
Kabar tersebut harusnya memukul kinerja aset berisiko, termasuk aset kripto, namun pelaku pasar sepertinya memilih cuek dengan hal tersebut lantaran sudah jengah mendengar kabar tak sedap.
Adapun koin yang sukses menjadi sorotan di pekan ini adalah duo koin besutan jaringan Terra, Terra Classic (LUNC) dan Terra (LUNA). Betapa tidak, keduanya membukukan pertumbuhan nilai fantastis, masing-masing 175,47% dan 76,15% dalam sepekan terakhir!
Hal ini terjadi gara-gara trader melakukan spekulasi atas kedua koin tersebut menyusul kabar bahwa komunitas jaringan Terra telah menyetujui proposal terkait "pajak pembakaran" di jaringan.
Dalam skema pajak pembakaran tersebut, rencananya 1,2% dari setiap biaya transaksi di jaringan Terra akan dikirimkan ke sebuah dompet tertentu untuk kemudian "dibakar". Bahkan menurut isu yang beredar, proposal yang sedianya dijadwalkan efektif pada 20 September mendatang ini bakal didukung oleh platform Binance dan Kucoin.
Baca Juga: Kabar Sepekan: LUNC Mendadak Jadi Primadona, Kenaikan BBM Bikin Drama!
Trio indeks saham AS terlihat semringah pada pekan ini lantaran berhasil nangkring di teritori positif. Tengok saja, nilai indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang melesat 2,66% sepanjang pekan ini. Bahkan, nilai S&P 500 dan Nasdaq tampil lebih kece setelah masing-masing membukukan pertumbuhan 3,65% dan 4,14%.
Peristiwa ini sekaligus menandai reli mingguan pertama indeks Wall Street sejak pertengahan Agustus lalu.
Indeks saham AS berlari kencang setelah pelaku pasar getol memborong saham Negara Paman Sam tersebut mumpung harganya sedang murah (buy the dip). Maklum, mereka menganggap bahwa aksi jual yang terjadi sepekan belakangan sudah terbilang lebay (overselling).
Adapun incaran mereka kali ini adalah saham-saham teknologi berkategori growth stocks, sebuah kelompok saham yang berprospek kinclong di masa depan namun sangat rentan dengan dinamika makroekonomi. Tak heran jika kemudian nilai saham seperti Apple dan Microsoft masing-masing sukses lompat 1% dan 3,28% sepanjang pekan ini.
Padahal, situasi makroekonomi sejatinya sedang tak kondusif bagi pelaku pasar untuk mengoleksi saham-saham teknologi.
Ya, sepanjang pekan ini, isu mengenai kenaikan suku bunga acuan The Fed sebesar 75 basis poin semakin kental. Kemungkinan ini pun ikut didukung oleh rentetan pejabat The Fed yang pada pekan ini terus menekankan pentingnya kenaikan suku bunga acuan demi meredam inflasi.
Apalagi, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor dua tahun, yakni instrumen yang sensitif terhadap perubahan suku bunga The Fed, juga menyentuh level tertingginya dalam 14 tahun terakhir.
Biasanya, kenaikan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS akan menjadi petaka bagi kinerja saham teknologi. Pasalnya, pelaku pasar selalu membandingkan return obligasi AS, yang merupakan aset berisiko minim, dengan saham berkategori growth stocks yang punya profil risiko tinggi.
Nah, berkaca atas anomali tersebut, beberapa analis menyimpulkan bahwa reli saham AS pekan ini hanyalah bersifat teknikal semata. Sehingga, indeks saham AS diperkirakan masih akan berjaya di awal pekan depan sebelum akhirnya kembali menyesuaikan diri menjelang perilisan data inflasi AS pada Selasa (13/9) dan pengumuman suku bunga acuan The Fed setelahnya.
Harga emas di pasar spot mengakhiri pekan ini di level US$1.715 per ons atau naik tipis 0,18% dibanding sepekan sebelumnya.
Meski berhasil mendarat di teritori positif, laju harga emas kali ini juga tidak lepas dari drama. Asal tahu saja, nilai emas bahkan sempat ambles tajam ke US$1.693 per ons di pertengahan pekan sebelum akhirnya merangkak lagi ke atas level US$1.700 per ons.
Nilai sang logam mulia sempat terjungkal setelah pelaku pasar mengkhawatirkan kenaikan suku bunga acuan The Fed yang ekstra agresif. Sebagai imbasnya, pelaku pasar pun sempat meninggalkan emas demi aset-aset yang berkinerja moncer kala rezim suku bunga tinggi, seperti Dolar AS dan obligasi pemerintah AS.
Namun, menjelang akhir pekan, pelaku pasar kembali tergugah masuk ke pasar emas setelah nilai Dolar AS ternyata mendadak rontok. Sekadar informasi, pelemahan nilai Dolar AS akan membuat harga emas menjadi relatif lebih murah bagi investor yang jarang bertransaksi dengan mata uang tersebut.
Kini, pelaku pasar deg-degan menanti data inflasi AS Agustus yang sedianya dirilis pada pekan depan. Data itu menjadi penting lantaran bisa memberi petunjuk bagi pelaku pasar terkait arah kebijakan moneter The Fed ke depan.
Baca Juga: Rangkuman Pasar: Tutup Pekan, IHSG & Kripto Bergerak Cekatan!
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu berlayar dengan selamat sepanjang pekan ini meski diterpa ombak besar dari segala penjuru. Buktinya, ia berhasil menutup pekan ini di level 7.242,66 atau menguat 0,91% dibanding sepekan sebelumnya.
Kinerja apik saham-saham pertambangan, utamanya batu bara, menjadi bahan bakar bagi laju IHSG pada pekan ini.
Lihat saja, nilai saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) tumbuh 8,61% sepanjang minggu ini. Kemudian, terdapat pula nilai saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang masing-masing lompat 7,87%, 7,04%, dan 4,5% di waktu yang sama.
Investor ramai-ramai menyerbu saham sektor batu bara setelah harganya sempat menyentuh rekor terbarunya US$463,75 per ton pada Selasa (6/9) lalu.
Hal tersebut merupakan imbas dari aksi Rusia yang enggan mengirimkan gas alamnya ke Eropa gara-gara ngambek mendapat sanksi ekonomi dari Benua Biru tersebut. Namun, peristiwa itu ditakutkan bakal menyeret Eropa ke krisis energi yang lebih parah, sehingga ada kemungkinan Eropa akan mencari sumber energi alternatif, salah satunya batu bara, untuk lolos dari kemelut yang dimaksud.
Selain perkara tersebut, investor juga memborong saham batu bara setelah China dikabarkan akan menambah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 270 Gigawatt (GW) hingga 2025 demi menghindari krisis energi. Jika proyek tersebut terealisasi, maka pembangkit China bisa jadi akan mengimpor sumber energi batu bara dari Indonesia.
Lebih lanjut, sang indeks domestik tetap tampil cantik meski inflasi tinggi mengadang di depan mata.
Ya, inflasi domestik diperkirakan bakal menjulang setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Biosolar dan BBM penugasan jenis Pertamax pada Sabtu (3/9). Bahkan, Jokowi mengakui bahwa kenaikan harga BBM bisa menambah inflasi 1,8% hingga akhir tahun nanti.
Di samping itu, sang indeks domestik juga bertahan dari sentimen internal lainnya, yakni mandeknya posisi cadangan devisa Indonesia di angka US$132,2 miliar di Agustus. Pelaku pasar sempat mengaitkan data tersebut dengan stagnannya aktivitas ekonomi Indonesia pada bulan lalu.
Kinerja IHSG yang menjanjikan sepanjang pekan ini membuat investor asing makin ngiler untuk membenamkan dananya di pasar domestik. Buktinya, mereka mencatat nilai beli bersih sebesar Rp3,5 triliun sepanjang pekan ini!
Hanya saja, incaran mereka masih sama seperti pekan lalu, yakni saham-saham berkapitalisasi pasar jumbo alias big cap seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
Baca Juga: Pluang Insight: Mengenal Volatilitas, Apakah Selalu Jadi Musibah bagi Investor?
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, Saham AS CFD, serta lebih dari 140 aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini