Sobat Cuan tentu sering membaca bahwa kondisi pasar investasi dalam beberapa terakhir tengah bergejolak atau punya volatilitas tinggi. Namun, apakah volatilitas benar-benar menyeramkan dan selalu bikin investor buntung? Yuk, simak selengkapnya di Pluang Insight berikut!
Secara singkat, volatilitas adalah istilah investasi yang menggambarkan satu periode di mana harga sebuah aset terus bergerak naik-turun secara tidak terduga. Dengan kata lain, pada situasi ini, pelaku pasar susah menerka apakah pergerakan harga aset sedang dalam tren menanjak atau melandai.
Ukuran volatilitas juga terbilang beragam. Sobat Cuan mungkin pernah melihat beberapa kasus di mana harga aset bergerak di rentang yang tipis. Namun, terdapat pula peristiwa di mana harga aset malah jungkat-jungkit di rentang yang sangat lebar.
Namun pertanyaannya, bagaimana pelaku pasar melihat ada atau tidaknya volatilitas dalam sebuah pergerakan harga aset?
Secara sederhananya, pelaku pasar umumnya mengukur volatilitas dengan membandingkan pergerakan harga aset saat ini dengan tingkat kenaikan atau penurunan harganya selama satu periode tertentu.
Pelaku pasar kemudian akan melakukan pengukuran tersebut dengan ilmu statistik. Dalam hal ini, mereka biasanya menghitung standar deviasi antara harga aset saat ini dengan tingkat return yang didapat pelaku pasar dalam satu waktu spesifik, misalnya dalam setahun terakhir.
Jika hasil analisis itu menunjukkan bahwa harga suatu aset berayun cepat pada periode yang sangat singkat, maka pelaku pasar bisa berkesimpulan bahwa kondisi itu bisa disebut sebagai volatilitas tinggi.
Namun, pelaku pasar juga bisa mengkategorikan sebuah pergerakan harga aset sebagai volatilitas rendah jika harganya malah bergerak ke sana-sini dengan laju yang sangat pelan.
Tak cuma menaksir ukuran volatilitas, pelaku pasar kadang juga penasaran mengenai kapan volatilitas akan berakhir dan apakah akan ada volatilitas baru di masa depan.
Nah, untuk mengetahui kedua hal tersebut, mereka biasanya juga akan menganalisis data-data volatilitas yang terjadi di masa lampau sebagai dasar untuk meramal volatilitas yang akan terjadi di masa depan.
Salah satu contoh bentuk analisis ini adalah indikator VIX index dan Chicago Board Options Exchange's CBOE Volatility Index. Pelaku pasar kerap menggunakan kedua indikator tersebut untuk melihat tingkat volatilitas di pasar saham AS selama kira-kira 30 hari ke depan.
Baca Juga: Pluang Insight: Punya Fundamental Mantap, Gimana Prospek BNB Ke Depan?
Pergerakan harga aset yang naik-turun terjadi karena beberapa faktor seperti berikut.
Keputusan investasi pelaku pasar sangat tergantung oleh kebijakan, perilisan produk hukum baru, dan bahkan pengumuman pemerintah.
Sebagai contoh, anggap saja pemerintah baru-baru ini mengumumkan bakal mengerek tarif cukai rokok secara signifikan.
Kenaikan tarif cukai akan membuat harga rokok semakin mahal dan ujungnya menyusutkan permintaan rokok di pasaran. Hasilnya, pelaku pasar tentu akan melepas kepemilikan saham perusahaan rokok miliknya karena merasa "tidak cuan lagi" berinvestasi di saham-saham tersebut. Nah, aksi jual tersebut tentu akan membuat pergerakan harga saham produsen rokok jadi bergejolak.
Di samping itu, perilisan data ekonomi, misalnya inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan ketenagakerjaan, juga bisa menjadi biang kerok volatilitas jika hasil data-data tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi pasar.
Kadang, naik turunnya harga aset juga terjadi karena memang ada situasi tak terduga yang mempengaruhi permintaan dan penawaran satu barang. Dalam hal ini, Sobat Cuan bisa mengambil contoh dari saham sektor energi.
Biasanya, cuaca buruk akan menyebabkan perusahaan minyak mengerem aktivitas pertambangannya sehingga produksi minyak pun akan surut. Tetapi, sesuai hukum ekonomi, pengetatan suplai minyak tentu akan berujung ke kenaikan harga komoditas tersebut.
Nah, kondisi tersebut akan menjadi berkah bagi perusahaan distribusi minyak karena mereka bisa berharap cuan tinggi. Akibatnya, harga saham perusahaan yang berkutat di sektor ini pun akan mencuat.
Lebih lanjut, kabar negatif atau positif yang menyangkut sebuah perusahaan biasanya akan menjadi katalis pergerakan saham perusahaan tersebut. Sebab, hal itu bisa mempengaruhi aksi jual atau beli pelaku pasar atas saham emiten yang dimaksud.
Sebagai contoh, berita positif seperti laporan keuangan yang kinclong pasti membuat investor senang mengoleksi saham perusahaan itu. Sementara itu, berita negatif seperti penarikan produk, pelanggaran kebijakan privasi data, atau perilaku yang buruk, tentu membuat investor tak selera mengakumulasi saham perusahaan yang melakukan hal tersebut.
Pelaku pasar memang tak berharap bakal berpapasan dengan volatilitas. Tetapi, kehadiran volatilitas bukan berarti pertanda musibah.
Malahan, Sobat Cuan bisa memetik banyak pelajaran berharga ketika berkutat dengan harga aset yang jungkat-jungkit dengan kencang. Apa saja pelajaran tersebut?
Volatilitas umumnya menjadi salah satu momok bagi investor jangka panjang. Apalagi, tak ada satu investor pun yang mampu menghindari volatilitas.
Namun, situasi tersebut justru menjadi waktu pembelajaran yang sempurna untuk bersikap tenang di segala situasi.
Dengan kepala dingin, pelaku pasar bisa menentukan keputusan investasi berdasarkan pertimbangan logis meski berada di kondisi kritis. Makanya, tak heran jika kemudian ada pepatah yang berbunyi "seorang nakhoda andal tidaklah lahir dari lautan yang tenang".
Lagipula, jika Sobat Cuan mau renungi lebih dalam lagi, maka volatilitas harga aset sebenarnya adalah situasi yang wajar. Nah, pola pikir seperti demikian bisa membantu pelaku pasar untuk tidak terkejut ketika berhadapan dengan volatilitas. Sehingga, mereka pun bisa bereaksi dengan rasional.
Banyak yang menganggap jika volatilitas adalah hal buruk. Namun, hal ini dapat menjadi kesempatan bagi investor untuk masuk ke pasar dengan lebih agresif agar bisa mendulang cuan yang mumpuni.
Investor ulung biasanya melihat volatilitas sebagai kesempatan untuk mengoleksi instrumen aset di tingkat harga yang lebih murah dari biasanya. Sebab nantinya, investor bisa mengantongi profit yang lumayan ketika harga aset sudah kembali pulih.
Ambil contoh harga BTC yang terjun 32,59% dalam setahun terakhir. Investor kawakan tentu akan tertarik memborong BTC di tingkatan harga saat ini karena memanfaatkan harganya yang sedang murah. Sebab, kini ia bisa mendapatkan satu keping BTC di kisaran Rp300 jutaan alias jauh lebih murah dibandingkan akhir tahun lalu yakni Rp900 jutaan.
Dengan memahami volatilitas dan penyebabnya, investor berpotensi memanfaatkan berbagai peluang investasi untuk menghasilkan pengembalian jangka panjang yang lebih baik.
Apakah Sobat Cuan masih takut dengan volatilitas?
Baca Juga: Pluang Insight: Cardano Siap Hard Fork! Apakah Jadi Sentimen Positif bagi ADA?
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, Saham AS CFD, serta lebih dari 90 aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Selain itu, kamu sekarang bisa berdiskusi bersama komunitas di Pluang untuk mendapatkan kabar, insight, dan fakta menarik seputar investasi dari sudut pandang antar member pada Fitur Chatroom Pluang.
Tempat diskusi tanpa worry? Fitur Chatroom solusinya! Klik di sini untuk mendapatkan early access.
Bagikan artikel ini