Meta Platforms lagi-lagi menelurkan eksperimen terbarunya di segmen realitas virtual (Virtual Reality/VR). Namun, apa sih keistimewaan teknologi anyar Meta satu ini? Yuk, simak selengkapnya di sini!
Raksasa teknologi Meta Platforms ($META) memang tak pernah main-main dalam urusan inovasi dunia maya. Terlebih, sejak bertransformasi dari Facebook menuju Meta pada 2021 silam, perusahaan memang terlihat serius dan menggelontorkan dana jumbo dalam mengembangkan teknologi berbau kancah metaverse dan dunia imajinasi.
Sebagai salah satu bukti keseriusannya di ranah tersebut, perusahaan pun memperkenalkan perangkat jemala (headset) anyar berbasis realitas virtual (Virtual Reality/VR) bernama Quest 3 pada Rabu (27/7) pekan lalu, yang merupakan sekuel dari seri headset sebelumnya yang laris manis di pasaran Quest 2.
Namun pertanyaannya, apa keunikan dari perangkat canggih besutan Meta satu ini?
Sama seperti seri sebelumnya, Quest 3 adalah headset berkonsep mixed reality, di mana penggunanya untuk menikmati dunia “beneran” secara optimal dengan sokongan teknologi VR. Maksudnya, pemilik perangkat ini tetap bisa memanfaatkannya untuk kegiatan hiburan biasa seperti bermain game atau mendengarkan musik. Namun, pengalaman yang mereka dapatkan saat melakukan ragam aktivitas tersebut akan terasa kian nendang berkat bantuan teknologi VR.
Hanya saja, Meta tak mungkin melempar seri terbaru headset Quest ke pasaran tanpa menanam fitur-fitur terbaru di dalamnya.
Di Quest 3, Meta rupanya memasang chip terbaru keluaran Qualcomm, Snapdragon XR2 Gen 2, yang diharapkan mampu memproses data dengan cepat.
Di samping itu, Meta juga dengan bangga memperkenalkan dua fitur andalan di seri headset terbaru ini, yakni Passthrough dan Pancake Lenses, yang diharapkan bisa membuat Quest 3 menonjol dibanding produk serupa lainnya.
Lantas, seperti apa detail mengenai fitur Passthrough dan Pancake Lenses?
Fitur Passthrough sejatinya sudah diperkenalkan Meta di seri Quest 2. Melalui fitur tersebut, pengguna dapat melihat perubahan keadaan di sekelilingnya sehingga penggunanya seolah-olah memasuki dunia baru ketika menggunakan perangkat yang dimaksud.
Pada seri Quest 2, Meta memasang fitur Passthrough dalam warna hitam dan putih yang sempat mengecewakan pecinta teknologi.
Namun, dalam Quest 3, perusahaan memungkinkan penggunanya untuk merasakan “dunia” di sekelilingnya dengan ragam warna yang menarik melalui perbaikan fitur satu ini.
Saking canggihnya fitur ini, pengguna bisa menavigasi keadaan di sekelilingnya dengan mudah berkat sensor gerak yang lebih reaktif. Bahkan, pengguna pun bisa berinteraksi dengan karakter atau objek yang berada di sekelilingnya secara lebih realistis. Dengan kata lain, fitur ini benar-benar menjadi gerbang bagi penggunanya untuk memasuki “dunia baru” dari dunia realitas yang saat ini dialaminya.
Menariknya, pengguna pun bisa menyalakan atau mematikan fitur Passthrough dengan mengetuk sisi kanan headset sebanyak dua kali saja. Aktivasi praktis ini membuat penggunanya bisa menggunakan perangkat ini secara nyaman dalam jangka waktu panjang.
Tak berhenti sampai situ, perusahaan juga memasang sebuah perangkat optik canggih bernama Pancake Lenses demi menunjang pengalaman pengguna. Melalui teknologi ini, pengguna bisa melihat “dunia maya” dengan aspek grafis yang lebih tajam dan beresolusi mumpuni dibanding seri Quest sebelumnya.
Kendati teknologi ini terdengar menggiurkan, fans teknologi tampaknya perlu sedikit bersabar. Pasalnya, headset yang dibanderol mulai dari US$499 ini baru akan dilempar ke pasaran pada tahun depan.
Bagi orang awam, peluncuran produk baru Meta ini mungkin hanya dianggap sebagai perkenalan produk baru yang lumrah dilakukan perusahaan teknologi. Namun, bagi investor dan analis, peluncuran headset tersebut adalah momentum yang sangat monumental di sektor teknologi. Apa alasannya?
Pertama, melalui peluncuran perangkat baru ini, Meta ingin unjuk gigi kepiawaiannya dalam menciptakan teknologi berbau VR agar reputasinya sebagai perusahaan teknologi jempolan kembali terangkat.
Sekadar informasi, Meta pernah sesumbar menyampaikan optimismenya di teknologi metaverse pada 2021 sampai-sampai “menyulap” namanya dari Facebook menjadi Meta. Di saat yang sama, perusahaan pun berkomitmen menggelontorkan dana besar melalui anak usahanya di bidang pengembangan teknologi metaverse dan piranti keras VR bernama Reality Labs.
Hanya saja, meski sudah menggelontorkan dana hingga US$21 miliar ke Reality Labs hingga pertengahan tahun ini, segmen metaverse tampaknya belum bisa memberikan buah manis ke perusahaan. Malahan, segmen ini justru memberikan buah simalakama dalam bentuk kerugian bagi Meta selama beberapa triwulan berturut-turut.
Kondisi tersebut pun sempat bikin investor dan analis mengolok-olok ambisi Meta di segmen metaverse. Akibatnya, Meta tentu saja harus membalas hinaan tersebut dengan pembuktian konkret. Kali ini, mereka pun memilih merilis Quest 3 sebagai ajang pembuktian tersebut.
Pilihan perusahaan pun sepertinya tepat menimbang kesuksesan headset Quest 2. Sampai saat ini, Quest 2 masih dianggap sebagai headset VR terlaris sepanjang masa dengan penjualan mencapai 10 juta unit di 2022 saja, sehingga lumrah saja jika Meta pun menjajal kembali peruntungannya dengan merilis seri teranyar dari headset tersebut.
Kedua, dengan peluncuran Quest 3, Meta sepertinya ingin mengadang gerak Apple yang saat ini terlihat kentara ingin menjadi “raja” headset VR global.
Asal tahu saja, pada perhelatan Apple Worldwide Developer Conference Juni lalu, Apple mengumumkan akan merilis headset mixed reality bernama Apple Vision Pro pada tahun depan. Analis dan pecinta teknologi sempat menaksir bahwa keterlibatan Apple di dalam segmen ini akan menjadikannya pemenang dengan instan, mirip seperti ketika Apple tiba-tiba terjun ke ranah ponsel pintar dengan melempar iPhone dan kini menjelma menjadi jawara di pasar ponsel pintar global.
Hanya saja, Meta sepertinya ogah tinggal diam setelah melihat siasat yang dilancarkan kompetitor sengitnya.
Perusahaan tampaknya tak ingin peristiwa dominasi iPhone di pasar ponsel pintar kembali terjadi di ranah perangkat VR, sehingga Meta pun memutuskan merilis headset VR yang tak kalah canggih dengan Apple Vision Pro namun dengan harga yang lebih terjangkau. Sekadar informasi, harga Quest 3 senilai US$499 per unit terbilang jauh lebih murah dibanding Apple Vision Pro yang bakal dilepas mulai dari US$3.499 per unitnya.
Namun, apakah Quest 3 benar-benar bisa menjadi amunisi Meta dalam menghalangi ambisi Apple? Tunggu saja tanggal mainnya ya, Sobat Cuan!
Segmen VR meta memang bukan menjadi tumpuan utama perseroan, hanya menyumbang sekitar 2% dari pendapatan perseroan tiap tahunnya. Namun, segmen ini memiliki pertumbuhan yang sangat pesat. Ketika diluncurkan pertama kali pada tahun 2019, segmen ini menghasilkan $501 juta. Pada 2022, kontribusinya meningkat 4x lipat menjadi $2,16 miliar.
Peluang pertumbuhan bagi produk VR Meta masih sangat signifikan. Dengan modifikasi fitur yang kian lebih canggih dan lengkap, diharapkan kedepannya bisa menjadi salah satu kontributor pendapatan yang signifikan bagi perseroan di masa depan.
Saham META sendiri kini diperdagangkan pada level 9.5x EV/EBITDA, relatif lebih murah dibandingkan rata-rata industri di 15,4x. Konsensus analis juga menilai harga wajar META di $374, mencerminkan potensi kenaikan hampir 25% dari harga penutupan akhir September. Bahkan, analis dari JP Morgan Doughlas Anmuth tidak ragu memberikan target harga saham META di $425, melebihi rata-rata konsensus.
Bagi Pluang, berinvestasi pada saham META sangatlah cocok bagi kamu yang memiliki gaya investasi secara nilai (value investing).
Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini