NVDA akan melaporkan kinerja keuangannya sepanjang 3Q23 pada hari selasa (22/11) dini hari. Sebagai perusahaan semikonduktor yang memiliki dana RnD tertinggi, NVDA mampu bersaing bahkan mempertahankan posisinya sebagai market leader di China. Simak selengkapnya di sini!
NVIDIA Corp adalah perusahaan teknologi yang berfokus pada pengembangan dan produksi chip semikonduktor serta Unit Pemrosesan Grafis (GPU) demi kegiatan gaming, pertambangan aset kripto, dan penggunaan profesional. Selain itu, NVIDIA juga menyediakan prosesor inti bagi ponsel pintar dan perangkat otomotif.
Sejak didirikan 1993 silam, NVIDIA kini menjelma menjadi salah satu perusahaan teknologi paling bonafide sejagat. Pada Mei 2023, nilai kapitalisasi pasarnya sukses menembus US$1 triliun untuk pertama kalinya, menjadikannya sebagai satu dari sedikit perusahaan yang menjadi anggota klub eksklusif tersebut.
Selain itu, Nvidia juga kini dikenal sebagai anggota The Magnificent 7, yakni tujuh perusahaan teknologi paling top di AS.
Saat ini, perusahaan memfokuskan aktivitasnya pada lima segmen bisnis utama. Kelimanya berhasil menyumbang pendapatan US$26,91 miliar bagi perusahaan di 2022, tumbuh 61,4% dibanding setahun sebelumnya.
Kelima segmen bisnis itu terdiri dari:
Meski menancapkan kuku kuat di sektor teknologi, NVIDIA sejatinya masih memiliki pesaing yang siap menjegalnya di kompetisi industri chip, seperti Intel Corp, Advanced Micro Device Inc (AMD) dan Qualcomm.
Bagi NVIDIA, China bukanlah sekadar destinasi ekspor biasa semata. Malahan, Negara Tirai Bambu tersebut adalah kontributor utama pendapatan perusahaan jika ditilik secara aspek geografis.
Sebagai buktinya, pendapatan sebesar US$15,7 miliar, atau 58,17% dari total pendapatan perusahaan di 2022, berasal dari kawasan China, yang terdiri dari Taiwan, China daratan, dan Hong Kong. Jika dibedah lebih jauh, sebanyak 45,4% dari angka tersebut berasal dari China daratan dan Hong Kong sementara sisa 58,17% berasal dari Taiwan.
Kuatnya kontribusi pendapatan dari China pun tak lepas dari cengkeraman kuat NVIDIA di pasar chip canggih di kawasan tersebut. Tak tanggung-tanggung, NVIDIA bahkan menguasai 90% pangsa pasar produk chip AI di wilayah yang dimaksud.
Sayangnya, cengkeraman NVIDIA di China kemungkinan semakin longgar akibat pengetatan kebijakan ekspor chip dari AS ke negara tersebut.
Dalam regulasi yang diterbitkan Oktober 2023 tersebut, pemerintah AS memperketat standar dan spesifikasi chip-chip canggih yang bisa diekspor ke China. Akibatnya, NVIDIA pun tak leluasa dalam mengekspor dua chip canggihnya ke negara tersebut. Bahkan, perusahaan juga mengaku bahwa kebijakan itu berpotensi menghantam kinerja keuangannya.
Di saat yang sama, pelanggan penting NVIDIA di China seperti Baidu, Xiaomi, dan Oppo ternyata ikut mengembangkan dan mendesain chip semikonduktornya sendiri. Dengan kata lain, sumber cuan NVIDIA di China rupanya perlahan-lahan menjelma menjadi lawan bisnis.
Namun, mengingat China adalah ladang emas baginya, NVIDIA tentu saja tak tinggal diam merespons kondisi tersebut. Rencananya, perusahaan akan merilis tiga chip baru dengan standar dan spesifikasi yang bisa memenuhi ketentuan ekspor AS, yakni HGX H20, L20 PCle, dan L2 PCle. Sehingga, NVIDIA diharapkan tetap bisa menjadi raja chip di China.
Sebagai perusahaan teknologi, NVIDIA lumrah-lumrah saja untuk menjalin kerja sama dengan mitranya di hal-hal yang serba revolusioner.
Adapun salah satu contohnya adalah kerja samanya dengan perusahaan manufaktur Foxconn untuk mengembangkan data center, di mana data-data yang tersimpan di dalamnya bisa digunakan untuk mendukung proses manufaktur berbasis teknologi AI, pengembangan teknologi kendaraan listrik, dan sistematika robotik lainnya.
Lebih lanjut, Foxconn sendiri bukanlah “kenalan baru” NVIDIA. Foxconn diketahui telah memanfaatkan serangkaian inovasi NVIDIA di berbagai produknya seperti Foxconn Smart EV, Foxconn Smart Manufacturing Robotic System, dan Foxconn Smart City
Tak hanya peduli dengan perkembangan teknologi kecerdasan buatan, NVIDIA rupanya juga menaruh perhatian terhadap perkembangan industri aset kripto global.
Salah satu contohnya, NVIDIA memberikan dukungan kepada perusahaan tambang kripto asal Singapura, Bitdeer Technology Group, dalam menyediakan teknologi komputasi awan berbasis AI bernama Bitdeer AI Cloud. Teknologi ini dijadwalkan akan meluncur pada kuartal I 2024 dan bisa dioperasikan secara optimal pada November 2024.
Upaya ini, tentu saja, akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan NVIDIA dan membuka peluang bagi perusahaan lainnya untuk mengembangkan bisnis data center di Asia, khususnya di Singapura, Malaysia dan Indonesia.
Tak hanya itu, melalui kerja samanya dengan Bitdeer, NVIDIA juga berharap bisa memiliki akses mudah terhadap teknologi AI ke pemerintah, perusahaan, dan entitas resmi lainnya di Asia.
Bicara soal raihan pendapatan, NVIDIA boleh saja berbangga diri. Pasalnya, perusahaan selalu mencatat pertumbuhan pendapatan yang positif dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2022, Nvidia berhasil menghimpun pendapatan US$26,9 miliar atau tumbuh 29,02% jika dihitung secara CAGR sejak 2018, di mana segmen data center menjadi kontributor utamanya.
Namun, ada kemungkinan pendapatan perusahaan akan tertekan di tahun ini akibat kebijakan pengetatan ekspor chip yang diberlakukan AS. Kendati begitu, langkah mitigasi yang dilakukan NVIDIA diharapkan bisa mencegah perusahaan dari membukukan pertumbuhan pendapatan negatif di tahun ini.
Menurut ramalan analis, NVIDIA diharapkan bisa membukukan pendapatan US$26,97 miliar di tahun ini atau meningkat tipis 0,22% dari US$26,91 miliar di tahun sebelumnya.
Sejak awal tahun ini, pamor NVIDIA tiba-tiba melejit berkat perkembangan pesat teknologi AI. Prestasi itu pun tak lepas dari besarnya dana yang dikucurkan perusahaan untuk riset dan pengembangan (RnD) inovasi-inovasi terbarunya.
Pada 2022, NVIDIA menganggarkan biaya RnD sebesar US$3,9 miliar atau tumbuh 25,8% secara CAGR sejak 2018. Dana tersebut digunakannya untuk mengembangkan bahasa pemrograman CUDA, algoritma, mengembangkan sistem AI, layanan cloud, dan sistem perangkat lunak lainnya.
Secara keseluruhan, NVIDIA memang terbilang menganggarkan biaya RnD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kompetitornya. Hal ini semestinya bisa mendorong NVIDIA dalam menciptakan produk-produk anyar yang nantinya diharapkan bisa menguasai pasar terlebih dulu dibanding pesaing-pesaing sengitnya.
Dalam lima tahun terakhir, NVIDIA sukses mencetak tingkat pertumbuhan laba yang positif.
Hal ini ternyata disebabkan karena dua faktor.
Pertama, perseroan telah mengembangkan sistem data center-nya dengan baik, sehingga monetisasi yang tercipta dari segmen tersebut pun terbilang sangat mumpuni. Kedua, Nvidia berhasil menciptakan margin laba kotor produk-produk chip yang mantap berkat skala ekonomis yang sangat tinggi. Sebagai buktinya, margin laba kotor perusahaan di 2022 tercatat sebesar 66,8% atau naik signifikan dari 60,2% di 2018.
Tahun ini, NVIDIA sepertinya berupaya keras untuk memonetisasi pengembangan teknologi AI miliknya demi menjaga pertumbuhan laba yang positif. Hanya saja, regulasi ekspor chip terbaru dari AS kemungkinan akan menjegalnya dalam mencapai hal tersebut.
Sejauh ini, analis memprediksi bahwa pendapatan NVIDIA di tahun ini akan mencapai US$8,36 miliar atau ambles 25,68% dari US$11,25 miliar setahun sebelumnya.
Menurut konsensus, harga wajar saham NVIDIA ($NVDA) berada di US$640,97 atau mencerminkan potensi kenaikan hingga 32,6% dari harga penutupan 9 November 2023 yakni US$483,35. Hal ini mengindikasikan bahwa harga saham perusahaan masih lebih “murah” dibanding nilai sesungguhnya.
Lebih lanjut, apabila ditilik dari rasio harga saham terhadap labanya (rasio P/E), valuasi NVDA saat ini berada di angka 30,6x PE atau lebih “mahal” dibandingkan rata-rata kompetitornya sebesar 23,7x PE. Kendati begitu, investor sepertinya “mewajarkan” harga premium tersebut mengingat NVIDIA tak kenal lelah untuk terus berinovasi dan tetap memiliki neraca keuangan stabil di tengah kondisi ekonomi yang tak tentu.
Seperti yang disinggung sebelumnya, 58,2% dari total pendapatan NVIDIA berasal dari China. Sehingga, lambatnya pemulihan ekonomi di China dapat berdampak pada permintaan komputer dan pada akhirnya bisa ikut memperlambat pertumbuhan produk perusahaan, terutama pada segmen data center.
Tensi geopolitik antara AS dan China yang kian memanas bikin NVIDIA pusing tujuh keliling. Betapa tidak, regulasi pengetatan ekspor chip terbaru AS membuat perusahaan tidak bisa mengekspor dua chip canggih terlarisnya ke Negara Tirai Bambu tersebut.
Memang, perusahaan berencana untuk menelurkan chip baru dengan spesifikasi yang bisa memenuhi ketentuan ekspor AS. Namun, animo permintaannya di China tentu belum bisa diramal dengan pasti.
NVDA harus terus berinovasi mengembangkan teknologi AI di berbagai segmen bisnisnya agar tidak kalah bersaing dengan kompetitornya seperti AMD.
Sebagai perusahaan teknologi, perusahaan harus berani untuk menggelontorkan biaya RnD yang semakin jumbo untuk membuat terobosan baru agar tidak tertinggal dengan kompetitornya yang berisiko membuat NVIDIA kehilangan pangsa pasarnya.
Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini