ROA adalah indikator penting untuk mengukur profitabilitas sebuah perusahaan. Ketahui lebih lanjut mengenai ROA di sini!
Return on Asset (ROA) adalah sebuah rasio finansial yang mengindikasikan tingkat profitabilitas sebuah perusahaan jika dihitung berdasarkan total aset yang dimilikinya.
Analis dan investor biasanya menggunakan ROA untuk menentukan seberapa efisien sebuah perusahaan memanfaatkan aset untuk mendulang profit. Dengan kata lain, ROA adalah cerminan yang menunjukkan seberapa kuat perusahaan "mentransformasi" aset menjadi cuan.
Tujuan ini pun sejatinya serupa dengan indikator Return on Equity (ROE). Interpretasinya pun mirip dengan ROE. Nilai ROA yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan semakin efisien dalam mengelola asetnya untuk mendulang laba. Begitu pun sebaliknya, tingkat ROA rendah mengindikasikan bahwa perusahaan masih punya pekerjaan rumah untuk mendorong aset-asetnya menjadi lebih produktif.
Bedanya, ROE mengukur tingkat profitabilitas berdasarkan ekuitas pemegang saham.
Di samping itu, ROA juga dianggap mampu memberikan gambaran efisiensi kapital yang lebih akurat dibanding ROE. Pasalnya, ROE tidak mengikutsertakan unsur liabilitas dalam melihat tingkat profitabilitas perusahaan, sementara ROA memasukkan komponen tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip akuntansi di mana aset setara dengan liabilitas ditambah modal.
Baca Juga: Return
ROA adalah indikator fundamental yang diukur dalam bentuk persentase. Angka tersebut dihasilkan dengan membagi laba bersih satu perusahaan dengan total aset yang dimiliki lalu dikali 100%.
Analis atau investor bisa menemukan data laba bersih dari laporan keuangan perusahaan. Sementara itu, mereka bisa mendapatkan angka total aset dari neraca (balance sheet) perusahaan.
Namun, kedua elemen tersebut harus berasal dari satu rentang periode yang sama, misalnya kuartalan atau tahunan, untuk mencegah hasil ROA yang tidak akurat.
Sebagai contoh, perusahaan A tercatat menghasilkan laba bersih Rp100 juta dan memiliki total aset Rp1 miliar pada tahun buku 2022. Sehingga, tingkat ROE perusahaan A tercatat sebesar 10%.
Seperti yang dijelaskan di atas, tingkat ROA yang semakin tinggi menunjukkan bahwa perusahaan punya kemampuan mumpuni dalam "mengubah" aset menjadi cuan.
Hanya saja, investor dan analis tidak boleh mengambil kesimpulan tersebut secara mentah-mentah. Sebab, untuk menentukan baik-buruknya tingkat ROA sebuah perusahaan, mereka masih perlu membandingkan angka tersebut dengan rerata tingkat ROA sektoralnya.
Sebagai contoh, perusahaan A yang bergerak di bidang kendaraan listrik boleh saja memiliki ROA tinggi sebesar 25%. Namun, perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor serupa ternyata memiliki rerata tingkat ROA sebesar 30%.
Kesimpulannya, pengelolaan aset perusahaan A terbilang kurang efisien untuk menghasilkan profit dibanding kompetitornya meski ia memiliki tingkat ROA yang cukup tinggi. Sehingga, perusahaan A semestinya masih punya ruang untuk "menggenjot" asetnya menjadi cuan.
Kendati demikian, investor dan analis pun tidak boleh membandingkan tingkat ROA satu perusahaan dengan perusahaan lain yang berbeda sektor. Alasannya, satu sektor bisa jadi mengutilisasi asetnya lebih intensif dibanding sektor lainnya.
Misalnya, pemanfaatan aset di sektor penerbangan tentu terlihat kontras jika dipadankan dengan sektor lain seperti konsumer. Sehingga, rerata tingkat ROA sektor penerbangan akan berbeda dengan sektor konsumer.
Lebih lanjut, selain membandingkannya dengan perusahaan lain di sektor yang sama, tingkat ROA satu perusahaan di satu periode tertentu juga perlu disandingkan dengan tingkat ROA-nya di periode sebelumnya.
Hal ini ditujukan untuk mengukur seberapa besar pertumbuhan tingkat ROA yang dibukukan perusahaan. Jika tingkat ROA satu perusahaan bertumbuh antar waktu, maka artinya pengelolaan aset perusahaan tersebut dianggap semakin baik.
Dengan kata lain, tingkat ROA satu perusahaan akan dipandang mumpuni jika nilainya lebih tinggi dari rerata sektoralnya dan menunjukkan pertumbuhan antar waktu.
Nah, investor bisa menggunakan interpretasi tersebut untuk memilih saham jagoannya dalam berinvestasi. Pasalnya, tingkat ROA yang berkualitas adalah ukuran kemampuan perusahaan tersebut dalam mendulang profit dengan menggunakan asetnya.
Selain itu, investor juga menggunakan tingkat ROA untuk belajar mengenai tingkat pemanfaatan aset di satu sektor dengan sektor lainnya. Umumnya, sektor yang memiliki rerata tingkat ROA di bawah 5% dianggap sebagai sektor asset-light, sementara tingkat ROA di atas 20% disebut sebagai sektor asset-intensive.
Meski dianggap sebagai ukuran profitablitas perusahaan yang lebih baik dari ROE, ROA pun memiliki kelemahannya tersendiri. Salah satunya adalah ROA tidak bisa digunakan untuk mengukur efisiensi aset di semua sektor.
Sebagian analis menganggap formula ROA hanya cocok digunakan untuk mengukur profitabilitas sektor perbankan. Pasalnya, mereka menganggap bahwa nilai aset dan kewajiban di dalam neraca perusahaan sektor perbankan mengikuti nilai pasar secara aktual, sesuai dengan standar akuntansi yang dipakai.
Di samping itu, sesuai metode akuntansi, perusahaan perbankan juga memasukkan beban dan pendapatan bunga ke dalam kalkulasi ROA. Sementara itu, perusahaan non-finansial mengkategorikan beban bunga sebagai imbalan bagi kreditor.
Baca Juga: Retained Earnings
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, Saham AS, serta lebih dari 140 aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Sumber: Investopedia, Corporate Finance Institute
Bagikan artikel ini