Pandemi COVID-19 pengaruhi berbagai sektor ekonomi, termasuk juga pasar obligasi. Pasar obligasi Indonesia melemah di level 263,84.
Pergerakan obligasi Indonesia Composite Bond Index (ICBI) tunjukkan penurunan yang drastis. Pada 5 Maret 2020, ICBI masih di level 286,40. Akan tetapi per 24 Maret 2020, penurunan terjadi ke level 263,84.
Namun, dalam tiga hari terakhir, agaknya pasar obligasi ICBI mulai catatkan peningkatan. Pada Jumat (27/3), pasar obligasi menguat ke level 268,19. Sepekan lalu, ICBI menguat 0,22%.
Analis Lili Indrarli dari Indonesia Bond Price Agency (IBPA) jelaskan bahwa performa positif pasar obligasi alias pasar surat utang Indonesia ialah respons stimulus bank sentral.
Ke depannya, Lili memprediksi pasar obligasi Indonesia masih berpotensi bergerak variatif lantaran penanganan pandemi COVID-19 diramalkan masih akan panjang.
Baca juga: Serba-serbi Investasi Obligasi yang Perlu Kamu Ketahui
“Kekhawatiran pasar mengenai resesi akibat virus corona. Hingga keluarnya dana asing di pasar Surat Berharga Negara) menyebabkan pelemahan rupiah,” terang Lili menjelaskan situasi keuangan dan pasar utang negara yang dibayang-bayangi pandemi.
Lili mencatat dana asing yang keluar sejak awal hingga tanggal 26 Maret sebesar Rp112,34 T. “Adanya pelbagai stimulus yang ada saat ini diharapkan meredam kepanikan pasar akibat virus corona,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Investasi Avrist Asset Management (AM) Farash Farich berpendapat bahwa penguatan ICBI terjadi seiring penguatan rupiah. Spread terhadap NDF membaik, serta spread terhadap US treasury saat ini sebesar 720 bps yang dianggap menarik.
“Dari rasio yield terhadap durasi juga masih di atas satu kali. Artinya bila ada kenaikan interest rate secara umum hingga 1% yield SBN 10 tahun masih bisa membuka return positif,” jelas Farash.
Bagaimanapun, penanganan pandemi COVID-19 yang masih akan panjang ini menjadi persoalan utama. Tak kunjung melambatnya penyebaran wabah pengaruhi pasar obligasi karena rebound ICBI sulit diharapkan terjadi terus menerus dalam jangka wabah ini.
Baca juga: Obligasi Korporasi vs Obligasi Pemerintah, Bedanya di Mana?
Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto menilai, prospek obligasi pemerintah masih jauh lebih baik ketimbang obligasi korporasi. Bahkan kendati korporasi menawarkan kupon lebih menarik.
Ini lantaran potensi gagal bayar oleh korporasi cenderung lebih tinggi dibandingkan pemerintah. Dengan situasi pandemi, kepercayaan masyarakat akan korporasi cenderung melemah. Kecuali korporasinya terkait dengan penanganan wabah.
Saham perusahaan farmasi maupun rumah sakit cenderung meroket dalam situasi wabah ini.
Beberapa emiten RS seperti PT Rumah Sakit Mitra Keluarga Tbk (MIKA), PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE), PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO), dan PT Medialoka Hermina Tbk (HEAL) catatkan kinerja baik.
Begitu juga saham farmasi seperti PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), dan PT Indofarma Tbk (INAF). Beberapa saham malah cenderung meroket bahkan terbang hingga 95-100%.
Terlepas dari tren pasar surat obligasi yang lebih meminati surat obligasi pemerintah, dalam kondisi wabah ini, apabila emiten farmasi ataupun rumah sakit merilis surat obligasi, tampaknya pasar obligasi Indonesia akan menyambut baik juga?
Sumber: Kontan, CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
Demi Nawacita, Jokowi Kembangkan Tol Laut untuk Pengembangan Daerah Terpencil
Ini 7 Kostum Halloween Termahal di Dunia, Supreme Edition Iron Man Salah Satu Peringkat Teratas!
Berpenghasilan Lebih Besar dari Laki-laki, Ini Caranya jadi Wanita Karier Sukses!
Di Tengah Perang Dingin Teknologi AS-Tiongkok, 5G Huawei Optimis Akan Meledak di Pasar
Perbankan Terimpit Persaingan Fintech, OJK Dukung Merger Bank di Indonesia
Bagikan artikel ini