Bursa Efek Indonesia (BEI) kini adalah "jantung" bagi pasar modal Indonesia. Namun, seperti apa sejarah Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga saat ini?
Kehadiran Bursa Efek Indonesia (BEI) rupanya memiliki rekam jejak panjang di mana eksistensinya bisa ditarik sejak masa penjajahan Belanda. Lantas, seperti apa penjelasan singkat rekam jejak Bursa Efek Indonesia selama lebih dari satu abad? Berikut penjelasannya!
Ada beberapa versi yang menjelaskan awal mula berdirinya Bursa Efek Indonesia.
Dalam buku berjudul Effectengids yang dirilis Vereeniging Voor Den Effectenhandel, aktivitas jual beli saham di Indonesia sejatinya sudah dimulai sejak 1880. Namun, perdagangan ini tidak dilakukan lewat sebuah organisasi atau bursa resmi.
Selain itu, terdapat teori lain yang menyebut bahwa kegiatan jual-beli efek di Indonesia dimulai ketika perusahaan perdagangan saham "Dunlop & Koff" terbentuk pada 1878.
Kendati demikian, berdasarkan laman resminya, BEI sendiri mengklaim bahwa kegiatan jual beli saham di Indonesia dimulai di Batavia (sekarang bernama Jakarta) pada 14 Desember 1912.
Pada masa ini, saham yang diperdagangkan adalah saham atau obligasi dari perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah, sertifikat saham perusahaan Amerika dan efek-efek lain yang tercatat di kantor administrasi Belanda.
Seperti di era modern, kala itu telah ada makelar atau broker saham yang menghubungkan investor dengan perusahan tercatat. Adapun 13 anggota bursa yang aktif di masa itu, yakni:
Hanya saja, kegiatan bursa efek di era kolonial Belanda ini sempat terhenti di tahun 1914-1918 akibat Perang Dunia I. Untungnya, kegiatan jual beli saham di Batavia dibuka kembali pada 1925 dan sukses menarik perhatian masyarakat di kota lain.
Guna menampung minat itu, bursa efek lain pun didirikan di Surabaya pada 11 Januari 1925 dan di Semarang pada 1 Agustus 1925. Kendati begitu, kegiatan bursa efek tersebut tak lama terpaksa harus dihentikan karena Perang Dunia II (1942-1952).
Baca Juga: 6 Faktor Mempengaruhi Harga Saham
Tak cukup dengan dampak Perang Dunia I dan II, kegiatan perdagangan saham di Indonesia meneruskan masa "mati suri"-nya di tahun 1956.
Pada tahun ini, muncul gejolak program "nasionalisasi" perusahaan-perusahaan asing. Akibatnya, kegiatan bursa efek kian tidak aktif seiring gejolak politik yang tak pasti.
Tetapi, naiknya Soeharto sebagai Presiden Indonesia kemudian menjadi napas segar untuk kegiatan bursa efek di masa itu. Tepatnya pada 10 Agustus 1977, Bursa Efek kembali diresmikan oleh Soeharto, menandakan berakhirnya masa vakum kegiatan jual beli saham di Indonesia.
Adapun emiten pertama Bursa Efek saat itu adalah PT Semen Cibinong, yang melakukan penawaran umum perdana (IPO) saham tepat saat bursa tersebut kembali diresmikan.
Bertepatan dengan itu, pemerintah juga mendirikan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM), sebuah badan yang ditugaskan untuk melaksanakan seluruh kegiatan jual beli saham di Bursa Efek Jakarta.
Diresmikannya kembali bursa efek di Indonesia tak lantas membangkitkan gairah untuk melakukan jual beli efek. Pasalnya, sepanjang 10 tahun, bursa efek hanya memberikan izin emisi kepada 34 perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar Rp1,1 triliun saja.
Salah satu faktor yang mempengaruhi lesunya geliat pasar modal adalah aturan pajak yang tak menguntungkan. Selain itu, fluktuasi harga saham saat itu hanya dibatasi maksimal 4% per hari dengan tujuan menghindari unsur spekulasi di bursa saham. Padahal, unsur spekulasi adalah hal yang wajar terjadi di bursa efek.
Guna mengatasi rendahnya minat tersebut, pemerintah mengeluarkan berbagai paket deregulasi:
Selain empat paket deregulasi itu, pemerintah juga mengizinkan swastanisasi yang melahirkan PT Bursa Efek Jakarta. Swastanisasi ini kemudian mengubah tugas BAPEPAM yang tadinya pelaksana pasar modal menjadi lembaga pengawas yang disebut Badan Pengawas Pasar Modal.
Meningkatnya aktivitas di lantai bursa mendorong BEJ untuk menerapkan sistem otomasi perdagangan saham dengan sistem komputer pada 22 Mei 1995 yang dikenal dengan sebutan JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
Dengan sistem JATS, kegiatan perdagangan saham di bursa efek meningkat dan mampu memproses aktivitas jual beli berjumlah besar dengan efisien, meminimalisasi human error, dan tetap transparan.
Baca Juga: Bursa Saham
Pada 1998, Indonesia mengalami gejolak politik dan krisis ekonomi hebat yang menyebabkan pergantian kekuasaan dari Soeharto ke Presiden Indonesia berikutnya, BJ Habibie. Namun, waktu ini juga merupakan saat yang tepat bagi bursa efek untuk bertransformasi.
Sebagai contoh, pada 21 Juli 2000, sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di bursa efek dengan tujuan memudahkan investor untuk berinvestasi dan mendorong arus investasi baru.
Aktivitas perdagangan saham kian menggeliat setelah Bursa Efek Jakarta menerapkan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading) pada 28 Maret 2002 yang kembali memudahkan investor.
Peristiwa besar lainnya pun terjadi pada 30 November 2007, di mana Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) memutuskan untuk bergabung, dan menjadi Bursa Efek Indonesia. Penggabungan itu membuat pasar derivatif dan obligasi (yang tadinya berada di BES) dan pasar saham (yang tadinya berada di BEJ) berada di bawah satu naungan yang sama.
Setelah terbentuk, Bursa Efek Indonesia kemudian fokus untuk melakukan digitalisasi. Salah satunya adalah meluncurkan sistem JATS-NextG pada Maret 2009) sehingga kualitas sistem bursa efek semakin membaik.
Tak ketinggalan, salah satu momentum penting BEI lainnya adalah peluncuran IPO elektronik (e-IPO) pada 2022. Inovasi ini diharapkan bisa meningkatkan minat perusahaan untuk melempar sahamnya ke publik dan meningkatkan partisipasi publik untuk mengoleksi saham-saham IPO.
Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dasri Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Sumber: Indonesian Stock Exchange (IDX)
Bagikan artikel ini