Penyebaran virus COVID-19 di dunia nampaknya masih terus meliar. Hingga Senin (26/7), total kasus positif COVID-19 secara global menyentuh 194 juta. Meluasnya penyebaran penyakit itu pun berkat varian baru COVID-19 Delta yang punya kekuatan lebih mematikan.
Pertama kali ditemukan di India, saat ini World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa varian anyar tersebut sudah ada di 96 negara di seluruh dunia. Salah satunya di Amerika Serikat, di mana 80% kasus positif COVID-19 di sana berjenis varian Delta.
Sayangnya, penyebaran penyakit ini pun bikin pelaku pasar deg-degan. Sebab, kini mereka khawatir bahwa infeksi ini bisa menyebabkan kegiatan ekonomi dunia kembali menutup diri.
Alhasil, hal tersebut pun bisa membuat investor kembali mencari tempat perlindungan yang aman kala situasi ekonomi gonjang-ganjing. Biasanya, pilihan mereka akan jatuh ke satu instrumen: Emas.
Situasi tersebut sejatinya sudah terlihat pada tahun lalu. Pada puncak pandemi yang terjadi Agustus tahun lalu, harga emas berhasil menembus rekor tertingginya di titik US$2.000 per ons. Kala itu, investor memang memburu emas sebagai benteng untuk melindungi porotofolio investasi mereka yang terjerembab akibat penutupan kegiatan ekonomi.
Hanya saja, apakah peristiwa seperti demikian akan terulang lagi di tahun ini seiring penyebaran COVID-19 Delta?
Baca juga: Lagi Merajalela, Simak Hal yang Perlu Kamu Tahu Soal COVID 19 Delta!
Secara teori, memang COVID-19 varian Delta bisa membuat ekonomi kembali lumpuh. Salah satu buktinya, kini Indonesia sudah mengimplementasikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dalam hampir sebulan belakangan.
Sementara itu, Amerika Serikat sendiri belum menutup ekonominya dengan ketat. Namun, kini investor mulai khawatir dengan hal tersebut setelah jumlah konfirmasi kasus COVID-19 pada pekan kedua Juli naik 70% secara mingguan (week-to-week) dengan tingkat kematian yang juga melejit 26%.
Artinya, penutupan ekonomi di AS benar-benar bisa terjadi. Hal itu, seperti yang terjadi sepanjang 2020 lalu, tentu bisa menjadi katalis positif bagi harga emas. Sebab, situasi ekonomi yang amburadul bikin investor “mundur” mencari aset safe haven.
Hanya saja, menurut tim analis dari firma investasi emas Sunshine Profits, kondisi di atas merupakan efek jangka menengah dari pandemi COVID-19. Sebab dalam jangka pendek, investor akan menjual instrumen aset berisikonya terlebih dulu dan beralih ke dolar AS.
Hal tersebut bisa terlihat di grafik bawah ini. Di mana, garis oranye menunjukkan perubahan nilai indeks dolar AS sejak 13 Juli hingga 27 Juli, sementara garis biru menunjukkan harga emas.
Selain itu, beberapa analis juga mengatakan bahwa kalau pun ada pembatasan ekonomi, maka skalanya tak akan sebesar di tahun lalu. Sebab, pemerintah Amerika Serikat dan negara-negara lainnya sudah memperkenalkan program vaksinasi massal sehingga kegiatan ekonomi mungkin tidak akan terpukul parah seperti tahun lalu.
Kesimpulannya, harga emas memang berpotensi menguat di kala varian Delta menyebar. Namun, mungkin tidak cukup kuat sebagai katalis utama pertumbuhan harga emas seperti tahun lalu.
Beberapa analis masih mengatakan bahwa harga emas memang masih bisa unjuk gigi hingga akhir tahun ini. Namun, penyebabnya bukanlah COVID-19 varian Delta, melainkan rezim suku bunga rendah yang ditetapkan bank sentral seluruh dunia. Termasuk The Fed di Amerika Serikat.
Salah satu analis yang berpendangan demikian adalah analis senior di World Gold Council Krishan Gophan. Menurutnya, kondisi itu akan membuat opportunity cost dalam investasi emas fisik menjadi lebih murah dibanding memegang obligasi atau mata uang fiat.
Hingga saat ini, asumsi itu mungkin ada benarnya. Apalagi, Ketua The Fed Jerome Powell sejak Juni kemarin selalu menegaskan bahwa otoritas moneter itu akan mengarahkan kebijakannya ke pemulihan ekonomi. Sehingga, ada kemungkinan The Fed akan terus memasang suku bunga rendah.
The Fed pun nampaknya masih akan mempertahankan rezim suku bunga rendah meskipun inflasi terus meradang. Sekadar informasi, AS telah mencatat tingkat inflasi tahunan sebesar 5,4% pada Juni lalu, yang merupakan lompatan tertinggi dalam 13 tahun terakhir.
Kondisi di atas tentu bisa semakin memperkilau harga emas. Ini mengingat emas adalah instrumen andalan untuk melindungi nilai kekayaan dari gerusan inflasi. Namun, kondisi tentu akan berubah jika The Fed tiba-tiba melancarkan aksi tapering.
Kalau kamu bagaimana Sobat Cuan? Apakah jadi tertarik berinvestasi emas? Yuk, segera investasi emas di Pluang sekarang!
Baca juga: Bagaimana Pengaruh COVID-19 Delta Terhadap Pasar Saham AS?
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Sunshine Profits, Funds Europe, Reuters
Bagikan artikel ini