Sobat cuan yang baru terjun ke investasi aset kripto pasti sedikit bingung dengan adanya nama aset kripto yang terlihat mirip, seperti Bitcoin, Bitcoin Gold (BTG), hingga Bitcoin Cash (BCH).
Ya serupa tapi tak sama, ketiga aset kripto tersebut memang memiliki kesamaan nama. Namun, soal nilai aset kripto dan nilai guna tentu jauh berbeda.
Bitcoin (BTC) merupakan salah satu dedengkot dalam dunia kripto. Meskipun bukan sebagai aset kripto pertama di dunia, BTC disebut menjadi aset kripto pertama yang terdesentralisasi.
Hingga akhirnya pengembangan terus dilakukan di dalam sistem Bitcoin dan akhirnya muncul “saudara” dari Bitcoin, yakni Bitcoin Cash dan Bitcoin Gold.
Sebelumnya kita sudah pernah membahas tentang Bitcoin Gold. Sekarang, kita akan melangkah lebih jauh untuk melihat perbedaan Bitcoin dan Bitcoin Cash.
Baca juga: Cara Mengumpulkan Dana Darurat dengan Cepat dan Tepat
Bitcoin Cash adalah aset kripto yang muncul dalam peristiwa hard fork di blockchain Bitcoin tahun 2017. BCH menjadi “saudara” muda bagi BTC dan “kakak” bagi Bitcoin Gold.
Hard Fork sendiri dalam dunia aset kripto merupakan perubahan dalam protokol mata uang asal. Jadi ketika tim pengembangan melakukan fork, muncul blokchain baru yang unik yang kemudian menjadi Bitcoin Cash. Dengan kata lain, transaksi Bitcoin Cash di jaringan blockchain Bitcoin pun sudah tak menjadi valid.
Ibarat saudara kembar, ketika Bitcoin Cash hadir, maka pemegang Bitcoin akan memiliki jumlah koin yang sama dengan jumlah koin Bitcoin Cash. Gampangnya seperti ini. Jika kamu memiliki 10 koin Bitcoin pada saat hard fork berlangsung, maka artinya kamu juga memiliki 10 BCH.
Seperti layaknya aset kripto lain, Bitcoin Cash juga diperdagangkan secara umum dan juga memiliki dinamika harga yang menarik untuk investor pemula.
Mengapa demikian? BCH adalah koin yang lebih baru jika dibandingkan dengan Bitcoin, sehingga ruang pertumbuhannya kemungkinan masih terbuka cukup lebar.
Baca juga: Harganya Turun, Sepenting Apa Sih Investasi Ethereum di Portofolio Kamu?
Sobat Cuan mungkin paham bahwa hard fork di dalam blockchain aset kripto muncul karena kualitas sistem blockchain yang existing dianggap kurang mumpuni. Di sistem Ethereum, misalnya, hard fork Ethereum terjadi karena pengembang merasa ada kecacatan dalam sistem keamanannya.
Hal serupa juga terjadi di dalam Bitcoin, sehingga muncul hard fork “berbuah” BCH.
Penemu Bitcoin, Satoshi Nakamoto, awalnya berharap Bitcoin bisa menjadi aset digital yang digunakan untuk transaksi sehari-hari. Hanya saja, bertahun-tahun kemudian, pengguna Bitcoin lebih memilih menggunakannya untuk aset investasi ketimbang transaksi. Hal ini mengingat pasokan BTC yang terbatas, hanya 21 juta keping.
Alhasil, banyak pengguna yang merangsek masuk blockchain Bitcoin untuk menambangnya. Sayangnya, sistem blockchain tersebut tidak mampu menampung dan mengakomodasi derasnya transaksi di dalamnya. Hal ini disebabkan oleh pembatasan pencatatan transaksi (block) Bitcoin yang hanya sebesar 1 MB/blok.
Akibatnya, banyak transaksi di blockchain Bitcoin yang mengantre dan menunggu konfirmasi. Sehingga, likuiditas di sistem blockchain ini pun ikut tersendat.
Awalnya, tim pengembang Bitcoin, The Bitcoin Core Team menawarkan dua solusi untuk menanggulangi hal tersebut: Meningkatkan rata-rata ukuran blok atau melarang transaksi berukuran besar untuk terjadi di sistem blockchain.
Ujungnya, tim pengembang tersebut memilih untuk memperbesar ukuran blok transaksi yang sudah ada ke dalam satu blockchain baru. Kemudian, mereka memperkenalkan satu koin baru agar bisa digunakan di blockchain teranyar tersebut bernama Bitcoin Unlimited.
Sayangnya, Bitcoin Unlimited mengalami peretasan dan gagal mendapat apresiasi penuh dari publik. Hal ini bikin publik ragu terkait apakah koin anyar tersebut benar-benar mampu menjadi alat transaksi yang mumpuni.
Akhirnya, setelah diperdebatkan oleh komunitas cryptocurrency, pengembang Bitcoin pun meluncurkan Bitcoin Cash pada Agustus 2017.
Jaringan Bitcoin Cash sendiri memiliki ukuran blok transaksi yang lebih besar dibanding Bitcoin. Yakni, di antara 8 MB hingga 12 MB. Sebagai gambaran, kapasitas tersebut bisa menampung 25.000 transaksi per blok, sementara Bitcoin hanya bisa memproses 1.000 hingga 1.500 transaksi per blok.
Setelah hard fork dilakukan, setiap pemegang Bitcoin memiliki BCH dengan nilai yang serupa dengan “kakaknya”. Makanya, tak heran jika BCH memiliki harga US$900 per keping ketika diperkenalkan ke pasar cryptocurrency empat tahun lalu.
Hanya saja, tidak semua platform exchange mau menerima kehadiran saudara Bitcoin satu ini. Contohnya adalah Coinbase dan itBit yang ternyata memboikot BCH dan tidak memasukannya ke dalam daftar aset kripto yang bisa diperdagangkan.
Namun di sisi lain, terdapat pula pendukung kehadiran BCH di kancah kripto. Salah satunya adalah Roger Ver, yang mengatakan bahwa BCH diharapkan mampu membawa visi Nakamoto yang menginginkan Bitcoin sebagai alat transaksi di ranah digital.
Ironisnya, Bitcoin Cash sendiri kemudian mengalami hard fork setahun setelah diluncurkan. Pada November 2018, BCH pecah menjadi Bitcoin Cash ABC dan Bitcoin Cash SV (Satoshi Vision).
Kali ini, hard fork terjadi karena ada perbedaan pendapat antara penggunanya terkait masuknya teknologi smart contract ke dalam sistem blockchain BCH.
Adapun Bitcoin Cash ABC masih menggunakan jaringan BCH yang asli meski ada sedikit perubahan. Sementara itu, Bitcoin Cash SV dibesut oleh Craig Wright yang memang menolak adanya perubahan di sistem blockchain BCH.
Nah, seperti yang sudah disebutkan di atas, tentu Sobat Cuan sudah bisa menebak perbedaan di antara keduanya.
Yang pertama jelas adalah sistem blockchain yang digunakan. Kapasitas blok transaksi Bitcoin Cash lebih besar dibanding Bitcoin. Yakni, 32 MB berbanding dengan 1 MB. Sehingga, tak heran jika BCH bisa memproses transaksi lebih cepat dan lebih besar.
Kedua adalah nilai gunanya. Bitcoin kini menjelma sebagai salah satu instrumen investasi pelindung kekayaan. Bahkan, sejak awal tahun ini, banyak sekali yang menyandingkannya dengan emas.
Namun di sisi lain, BCH nampaknya masih betah menyandang posisi sebagai nilai tukar. Apalagi, biaya transaksi Bitcoin Cash bisa menjadi lebih murah dibandingkan dengan Bitcoin. Sehingga ada pandangan bahwa pengguna Bitcoin kemungkinan akan beralih menggunakan BCH sebagai mata uang transaksional utama di jagat kripto.
Makanya, perbedaan nilai manfaat itu pula lah yang menyebabkan ada perbedaan harga yang cukup jauh di antara keduanya.
Saat ini, Bitcoin menduduki status sebagai raja aset kripto. Saat ini, ia dibanderol US$33.346 per keping dengan kapitalisasi pasar US$624,95 miliar.
Sementara itu, BCH saat ini bernilai US$487 per keping dan memiliki kapitalisasi pasar di angka US$9,16 miliar. Sangat jauh bukan? Tetapi, hal itu dapat dipahami lantaran usianya yang masih tergolong muda, sehingga pasarnya kemungkinan belum terbentuk secara sempurna.
Namun, sistem blockchain Bitcoin Cash ke depan masih bisa dikembangkan dan memang memiliki tujuan menjadi alat nilai tukar. Sehingga, potensinya ke depan pun terbilang cemerlang.
Kalau kamu bagaimana Sobat Cuan? Mending pilih Bitcoin untuk investasi? Atau Bitcoin Cash sebagai alat transaksi?
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Investopedia, Bitdegree
Bagikan artikel ini