Dalam akuntansi, retur adalah istilah yang selalu muncul berulang kali. Namun, apa yang dimaksud dengan retur? Dan seperti apa jenis-jenisnya?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), retur adalah mengirimkan kembali atau mengembalikan. Biasanya, dalam konteks ini, objek yang dikirimkan kembali atau dikembalikan adalah barang.
Pengertian retur tersebut juga satu suara dengan arti retur di dalam akuntansi.
Menurut Kamus Besar Akuntansi, retur adalah mempertukarkan barang dagangan yang sudah terjual dengan suatu pembayaran kembali atau kredit terhadap penjualan masa mendatang dalam perdagangan eceran (retail).
Dengan demikian, menurut definisi umumnya, retur adalah pengembalian barang dari pembeli ke penjual yang terjadi karena alasan tertentu.
Baca Juga: Seperti Apa Persamaan Dasar Akuntansi?
Retur adalah peristiwa yang dilandasi oleh beberapa alasan.
Biasanya, pembeli mengembalikan barang kepada penjual karena kesalahan penjual. Namun, kadang kala, retur barang terjadi karena kesalahan dari sang pembeli.
Berikut ini adalah beberapa alasan di balik terjadinya retur!
Konsumen biasanya jarang memeriksa produk secara detail ketika tengah ingin membeli produk. Bahkan, konsumen juga tidak bisa mengecek kualitas produk jika ia membeli produk secara daring (online).
Akibatnya, pembeli kadang menerima barang yang rusak atau sudah dalam kondisi cacat ketika memeriksanya secara detail di rumah. Kerusakan atau kecacatan itu bisa disebabkan oleh kesalahan penjual atau merupakan imbas negatif dari proses pengepakan dan pengiriman yang kurang benar.
Dalam hal ini, pembeli bisa mengembalikan barang yang rusak kepada penjual melalui retur.
Hanya saja, tak semua penjual mau mengganti barang-barang rusak tersebut, semua tergantung dengan syarat dan ketentuan yang berlaku saat transaksi jual-beli itu berlangsung.
Namun, pada umumnya, penjual tetap akan mengganti produk-produk tersebut untuk menjaga reputasinya. Bahkan, penjual kadang sering memberikan barang pengganti dengan gratis ongkos kirim dan biaya penggantian.
Alasan retur kedua adalah kesalahan konsumen dalam membeli barang.
Dalam kegiatan belanja daring, misalnya, konsumen kadang suka terburu-buru dalam membeli barang yang diinginkannya. Hal itu pun berujung pada ketidaksesuaian antara jenis barang yang dikirim dan diinginkan, misalnya salah warna, salah ukuran, atau bahkan salah produk.
Mengatasi hal ini, pembeli pun bisa mengembalikan produk yang salah tersebut melalui proses retur.
Kemudian, retur juga bisa terjadi jika pembeli ternyata menerima jumlah barang belanjaan yang lebih banyak dari yang seharusnya. Sama seperti dua alasan sebelumnya, peristiwa ini kadang terjadi di aktivitas belanja daring.
Dalam hal ini, pembeli bisa melakukan pengembalian barang yang kelebihan jumlahnya melalui proses retur.
Alasan retur ini juga kerap terjadi di kegiatan belanja daring yang menerapkan sistem Cash on Delivery (COD), atau pembayaran dilakukan di destinasi pengiriman.
Meski memilih sistem pembayaran tersebut, pembeli kadang enggan membayar barang yang dikirim karena merasa barang itu tidak sesuai dengan harapannya atau alasan tertentu lainnya.
Dalam hal ini, kurir yang mengirimkan barang dagangan akan melakukan retur kepada penjual.
Baca Juga: Mengenal Istilah HPP dalam Akuntansi
Dalam dunia bisnis dan akuntansi, retur barang terbagi ke dalam dua jenis berdasarkan subjek yang melakukannya, yakni retur penjualan dan retur pembelian.
Lantas, apa saja perbedaan antara retur penjualan dan retur pembelian?
Retur pembelian adalah pengembalian barang yang dilakukan oleh pembeli ke penjual, yang bisa terjadi karena alasan-alasan di atas.
Dalam proses pencatatan akuntansi, penjual akan memasukkan akun retur pembelian di sisi kredit dan akun utang usaha di sisi debit. Oleh karenanya, peristiwa retur dianggap sebagai pengurangan kewajiban dari pembeli kepada penjual.
Jenis retur kedua adalah retur penjualan. Retur penjualan adalah penerimaan barang retur dari pembeli kepada penjual.
Adapun pencatatan retur penjualan di dalam jurnal keuangan terbilang berbeda-beda untuk setiap kasus retur, tergantung dari mekanisme pembayaran barang yang dilakukan oleh pembeli.
Namun biasanya, penjual akan mengkategorikan pencatatan retur penjualan ke dalam tiga golongan berdasarkan nota kredit yang diterima. Kategori yang dimaksud meliputi:
Sebagai pengurang piutang jika pembelian barang dilakukan secara kredit.
Sebagai pengembalian pembayaran jika transaksi jual beli dilakukan secara tunai.
Sebagai penggantian barang rusak oleh perusahaan atau klaim.
Baca Juga: Mengenal Absorption Costing dalam Akuntansi. Apakah Itu?
Bagi penjual, baik retur penjualan maupun retur pembelian adalah hal umum namun kadang tidak diinginkan.
Kendati demikian, penjual tetap perlu mencatat dan menganalisis retur pembelian dan retur penjualan yang terjadi. Lantas, apa alasannya?
Dengan mencatat retur pengembalian yang dilakukan atas dasar kerusakan produk, perusahaan dapat mengidentifikasi barang dagangan apa saja yang sekiranya "bermasalah".
Sehingga, perusahaan bisa mencari solusi dan mengidentifikasi cara untuk meningkatkan kualitas produk-produk yang dijual tersebut.
Penjual bisa menggunakan peristiwa retur barang, baik retur penjualan maupun retur pembelian, untuk meningkatkan kualitas layanannya. Seperti apa detailnya?
Sebagai contoh, perusahaan menemukan bahwa kasus pengembalian barang banyak terjadi di transaksi jual beli daring ketimbang fisik. Penjual kemudian bisa mencari alasan mengapa pengembalian barang marak terjadi secara daring.
Dari situ, penjual bisa memperbaiki caranya dalam memasarkan produknya secara daring, seperti menambahkan spesifikasi produk dengan lebih detail dan menjelaskan lama proses pengiriman baik di platform daring atau marketplace.
Sebagai penjual, retur barang, baik retur penjualan maupun retur pembelian, tentu memerlukan pengelolaan yang baik.
Pasalnya, tanpa pengelolaan yang baik, proses retur akan menjadi bumerang bagi kelangsungan bisnis sang penjual.
Selain itu, kebijakan pengembalian barang yang kurang baik juga mampu menodai reputasi penjual dan membuat pembeli enggan melakukan proses jual beli lagi dengannya.
Lantas, bagaimana tips yang bisa dilakukan penjual untuk memitigasi retur penjualan dan pembelian?
Retur adalah peristiwa yang mungkin saja terjadi di masa depan. Sehingga, untuk memitigasinya, penjual harus sudah memiliki aturan retur yang jelas dan singkat agar pembeli merasa nyaman melakukan transaksi jual beli dengannya.
Sebagai contoh, penjual bisa melampirkan syarat dan ketentuan retur secara detail di situsnya, akun media sosial, atau akun marketplace agar pembeli dapat mengembalikan produk dengan mudah.
Selain itu, penjual juga bisa mencantumkan ketentuan garansi yang berlaku di tokonya secara gamblang dan rinci.
Di samping itu, penjual juga bisa mengimplementasikan aturan yang mempermudah proses retur seperti mewajibkan pembeli untuk mengambil video ketika tengah membuka barang pesanannya. Sehingga, penjual bisa menentukan apakah retur yang terjadi merupakan kesalahannya atau bukan.
Dalam aktivitas belanja daring, retur pembelian kadang mengharuskan sang pembeli untuk mengirimkan kembali barang ke penjual melalui jasa logistik.
Hanya saja, aksi tersebut tentu akan menimbulkan biaya baru, yakni biaya pengiriman barang.
Oleh karenanya, penjual disarankan untuk tidak membebani pembeli dengan biaya tambahan ketika ia mengajukan retur pembelian. Sebab, pembebanan biaya tambahan saat retur akan membuat pelanggan tidak nyaman berbelanja dan akhirnya beralih ke penjual lainnya.
Setiap pelanggan tentu membutuhkan kepastian mengenai transaksi retur penjualan. Oleh karenanya, penjual ada baiknya selalu menginformasikan segala sesuatu mengenai proses retur dan melakukan pengembalian barang atau dana kepada pelanggan sesegera mungkin.
Jika pelanggan tidak mendapat kepastian, maka hal itu akan merusak kepercayaan konsumen terhadap penjual. Akibatnya, mereka pun enggan menjadi pembeli langganan di toko sang penjual.
Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini