Raksasa bisnis internet Sea telah melakukan ragam efisiensi untuk lepas dari jeratan kerugian. Lantas, apakah upaya tersebut berhasil? Simak selengkapnya di Pluang Insight berikut!
Sea Ltd adalah salah satu perusahaan konsumer global terbesar dunia yang bermarkas di Singapura. Awalnya, Sea berkutat di bisnis game digital dengan nama Garena namun mulai merambah bisnis belanja daring sejak 2015. Kini, lini usaha Sea bernama Shopee sukses menjelma menjadi salah satu perusahaan e-commerce terbesar di Asia Tenggara.
Perusahaan memiliki tiga segmen bisnis utama yakni e-commerce, hiburan digital, dan industri jasa keuangan. Selain Shopee, produk terkenal dari Sea lainnya yakni game FreeFire, yang sukses menjadi game yang paling diunduh terbanyak sejagat pada Januari 2022.
Baca Juga: Pluang Insight: AMD Semringah Karena Pendapatan Naik, Gigit Jari Karena Laba Tercekik
Perusahaan boleh saja tersenyum simpul menutup kuartal III 2022. Pasalnya, Sea membukukan pendapatan US$3,2 miliar atau tumbuh 17,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Rupanya, dua motor penggerak pertumbuhan pendapatan perusahaan berasal dari segmen e-commerce dan jasa keuangan. Penerimaan dari dua lini usaha tersebut masing-masing tumbuh 32% dan 147% secara tahunan pada triwulan lalu.
Pertumbuhan pendapatan dari sisi e-commerce ditopang oleh penerimaan iklan dan kenaikan penerimaan "komisi" atas transaksi yang terjadi di lokapasar Shopee. Jika ditotal, maka pendapatan dari dua faktor tersebut tumbuh 54,1% secara tahunan di triwulan lalu, membuat perusahaan optimistis bahwa Shopee akan mendorong pertumbuhan pendapatan perseroan di tahun depan.
Sementara itu, perusahaan mengklaim pesatnya pertumbuhan pendapatan dari segmen bisnis jasa keuangan didorong oleh kenaikan pengguna produk dompet digital akibat aktivitas pemasaran yang tepat. Di samping itu, pendapatan dari jasa penyediaan kredit milik perusahaan juga dianggap sebagai faktor utama menggembungnya pundi pendapatan perseroan.
Adapun hingga kuartal III 2022, Sea telah menyalurkan pinjaman senilai US$2,2 miliar dengan nilai gagal bayar kredit sebesar US$253,4 juta. Kemudian, perusahaan juga mencatat rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) sebesar 4% terhadap total penyaluran pinjaman yang jatuh tempo lebih dari 90 hari.
Kencangnya laju pendapatan membuat laba kotor perusahaan tercatat di US$1,2 miliar pada kuartal lalu alias tumbuh 21,7% dari US$1 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya.
Sayangnya, meski mencatat prestasi dari sisi pendapatan, manajemen Sea masih belum bisa tidur nyenyak. Sebab, perusahaan masih belum sukses lolos dari jeratan kerugian. Asal tahu saja, Sea masih mencatat rugi bersih sebesar US$569.3 juta pada kuartal lalu. Untungnya, angka tersebut 38,8% lebih baik dibanding rugi bersih periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$931,2 juta.
Dari seluruh segmen bisnis perusahaan, lini usaha e-commerce masih menyumbang rugi terbesar yang tercermin dari nilai penerimaan sebelum pajak, beban bunga, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) yang minus US$495,73 juta di triwulan lalu. Kendati demikian, nilai kerugian tersebut menipis 27,5% dari US$648,14 juta di kuartal III tahun sebelumnya.
Perusahaan mengatakan, menurunnya nilai kerugian dari segmen bisnis e-commerce disebabkan oleh upaya efisiensi beban operasional dan kuatnya pertumbuhan pendapatan segmen tersebut.
Hanya saja, upaya tersebut masih dianggap gagal untuk mengantar perusahaan mendulang profit. Sebab, perusahaan harus menanggung tambahan beban untuk urusan kantor (headquarter) Shopee dan beban penghentian sewa sebelum waktu jatuh temponya.
Secara keseluruhan, perusahaan memang mencatat penurunan beban pemasaran sebesar 19,1% secara tahunan di kuartal III. Namun, beban administrasi perusahaan serta riset dan pengembangan masing-masing bengkak 87,14% dan 81,9% di periode yang sama.
Dalam siaran pers kinerja keuangan kuartal III, manajemen Sea berharap bisa mengalihkan fokus dari pertumbuhan pengguna menjadi profitabilitas yang sinambung.
Untuk mencapai hal tersebut, perusahaan telah melancarkan upaya efisiensi seperti memangkas jumlah pegawai sejak September 2022. Bahkan, Shopee juga telah angkat kaki dari wilayah Amerika Selatan sebagai "jurus" pengurangan beban operasional.
Di samping itu, Shopee juga membebankan tambahan biaya belanja untuk mengerek pendapatan dan profitabilitasnya. Di Indonesia, misalnya, Shopee mengutip handling fee sebesar Rp1.000 per transaksi di ShopeeMall dan lokapasar Shopee demi mendulang ekstra cuan.
Pluang beranggapan, perusahaan yang sudah "punya nama" seperti Shopee akan menjadi pusat perhatian ke depan.
Pasalnya, Shopee akan menjadi tolok ukur kesuksesan perusahaan teknologi lainnya dalam menciptakan profitabilitas di tengah seretnya injeksi modal investor. Seluruh perusahaan teknologi nantinya bisa berkaca pada Shopee terkait kesuksesannya dalam ihwal restrukturisasi beban dan cara bertahan hidup di situasi yang serba tidak pasti.
Memang, efisiensi adalah cara ampuh bagi perusahaan berbasis internet untuk bertahan hidup di tengah ketidakpastian makroekonomi dan punya daya saing dengan perusahaan lainnya. Namun, performa bisnis Shopee bisa jadi terjegal oleh munculnya kompetitor baru. Salah satunya adalah platform video pendek TikTok yang saat ini sudah merambah bisnis belanja daring melalui TikTok Shop.
Berdasarkan prospek tersebut, mengutip JP Morgan, harga saham Sea sendiri diramal akan menyentuh US$75 per lembar pada Juni 2023 mendatang atau tumbuh 20,3% dari level harganya saat ini.
Baca Juga: Pluang Insight: Menguak Biang Keladi di Balik Runtuhnya FTT
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, Saham AS, serta lebih dari 140 aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini