Google (GOOG) berencana untuk merilis laporan kinerja Q1 2024 mereka pada 26 April 2024. Yuk kita simak ulasan mendalam tentang raja search engine didunia!
Siapa yang tak kenal dengan Alphabet Inc. ($GOOG)? Perusahaan satu ini adalah salah satu dari tiga konglomerasi terbesar di dunia sekaligus menjadi induk usaha raja internet, Google.
Google sendiri memang menjadi cikal bakal dari Alphabet. Awalnya, Google didirikan pada 1998 oleh duo Larry Page dan Sergey Brin dan melempar sahamnya ke bursa saham untuk pertama kalinya pada 2004. Namun, setelah melakukan restrukturisasi pada 2015, Google kemudian dimasukkan sebagai anak usaha dari Alphabet.
Sebagai anak usaha andalan Alphabet, Google menopang 99% pendapatan perusahaan. Adapun 85% pendapatan Google berasal dari pemasangan iklan daring, sementara sisanya berasal dari penjualan aplikasi di Google Play, pemasangan konten di YouTube, dan peralatan smart home seperti Nest dan Google Home.
Untuk memperoleh penjelasan lebih detail, Sobat Cuan bisa menyimak rincian segmen usaha Google berikut ini.
Key Stats Google Financials, Sumber: S&P Capital IQ
Berbincang mengenai mesin pencarian, Google bisa dibilang sebagai “juara abadi” di sektor tersebut. Betapa tidak, hingga Januari 2024, Google menguasai 81,95% pangsa pasar sektor mesin pencarian (search engine) secara global alias jauh mengungguli pesaing-pesaingnya. Hal ini pun tak lepas dari keputusan raksasa teknologi dunia, seperti Samsung dan Apple, yang menggunakan Google sebagai mesin pencarian bawaan (default) di gawai-gawai populernya.
Search Engine Market Share Di Dunia dan US (Januari 2024), Sumber: Statista
Google sendiri telah membayar Apple sebesar US$20 juta agar Apple menggunakan search engine Google pada seluruh produk yang dirilis oleh Apple. Hal ini juga menguntungkan bagi Google karena Google dapat memperbesar cakupan audiens nya yang membuat perusahaan memiliki potensi untuk meningkatkan harga pemasangan iklan seiring dengan penambahan jumlah audiens.
Tahtanya sebagai juara search engine akan sulit digeser oleh kompetitornya karena Google telah menciptakan business model dengan sistem revenue sharing atau dengan kata lain perusahaan yang menjalin kerjasama dengan Google juga ikut kecipratan mendapatkan pendapatan yang diperoleh dari transaksi di produk-produk Google yang terpasang di gawai-gawai penggunanya. Sehingga, jika perusahaan-perusahaan tersebut dipaksa “bercerai” dengan Google, maka pendapatan mereka pun berpotensi ikut menyusut.
Teknologi kecerdasan buatan (AI) terbilang ngetren sejak tahun lalu berkat kehadiran chatbot viral ChatGPT. Tak heran jika sejumlah perusahaan teknologi tertarik untuk ikut mereguk cuan dari “tambang emas” baru bernama teknologi AI, tak terkecuali Alphabet
Google juga telah mengimplementasikan AI didalam produk-produknya, misalnya dengan memasang teknologi AI di Google Search dan YouTube agar iklan-iklan yang ditayangkan ke pengguna sesuai dengan konten-konten yang mereka cari atau tonton sebelumnya. Hal tersebut merupakan dampak positif dari integrasi Google Search dan YouTube dengan teknologi chatbot besutan perusahaan bernama Bard. Hal ini diharapkan membuat pemasangan iklan di platform-platform Google menjadi lebih efektif dan tepat sasaran.
Upaya tersebut bisa dibilang sudah berbuah manis. Saat ini, perusahaan mencatat bahwa ~80% dari total layanan periklanan di Google Search dan YouTube telah diproses melalui teknologi AI, mulai dari proses pembuatan konten iklan hingga bagaimana iklan-iklan itu bisa ditampilkan ke pengguna di momentum yang tepat.
Google juga mengumumkan komitmen nya untuk menggelontorkan dana R&D untuk AI sebesar US$100 miliar. Projek ini berada di bawah pengawasan Demis Hassabis, selaku Chief Engineer dari Google.
Dengan adanya dukungan internal yang kuat, Google diproyeksikan akan mendapatkan keuntungan yang besar dengan adanya pengembangan AI ini, terlebih ukuran pasar dari dari mesin pencarian diproyeksikan akan tumbuh dari US$167 miliar di 2021 menjadi US$529,5 miliar di 2032, atau tumbuh 11,0% secara CAGR.
Global Search Engine Market Share, Sumber: Data Global
Integrasi teknologi AI tersebut, plus basis pengguna yang masif dan ekosistem yang besar, diharapkan dapat memperkokoh posisi Google di sektor mesin pencarian yang diramal bakal terus bertumbuh setiap tahun.
Berbicara mengenai diversifikasi bisnis Alphabet, bisa dibilang bahwa ponsel pintar Google Pixel merupakan salah satu upaya diversifikasi perusahaan yang paling sukses.
Betapa tidak, meski pendapatan yang dihasilkan dari Google Pixel hanya berkontribusi sekitar 5% dari total pendapatan perusahaan, pertumbuhan pendapatannya sejatinya terbilang cukup pesat, yakni berhasil tumbuh 22.7% YoY di tahun 2023.
Pluang menganggap, pertumbuhan tersebut bakal semakin kinclong di tahun 2024. Dimana pada Oktober 2024, Google akan merilis gadget terbaru nya yang bernama Pixel 9, Pixel 9 Pro, Pixel 9 Pro XL dan Pixel 9 Pro Fold. Pixel merupakan gebrakan baru di industri ponsel pintar lantaran ditenagai teknologi AI, sehingga Alphabet sejatinya memiliki keunggulan first-mover advantage di tipe produk tersebut.
Google bisa dibilang sangat beruntung ketika mengakuisisi YouTube sebesar US$1,65 miliar pada 2006 silam. Sebab, kini platform tersebut telah menjelma menjadi sarana berbagi video paling populer di dunia.
Sebagai gambaran, saat ini YouTube menjadi rumah bagi 100.000 kreator konten di seluruh dunia dan memiliki pengguna aktif bulanan (MAU) sebesar lebih dari 2,7 miliar pengguna.
Pengguna Youtube, Sumber: Business of App
Dengan matrix ini, Youtube berhasil membukukan pendapatan sebesar US$31,5 di tahun 2023 atau bertumbuh 7,8% YoY. Hal ini turut didukung oleh pertumbuhan pendapatan iklan dan pendapatan berlangganan. Sekadar informasi, pendapatan iklan dan biaya berlangganan dari penggunanya adalah dua motor utama pendapatan YouTube.
Di satu sisi, pendapatan iklan didorong oleh kemitraan YouTube dengan berbagai jenama melalui dua tipe iklan. Adapun iklan video berdurasi 30 detik yang tidak bisa dilompati penggunanya (unskippable ads) merupakan tipe iklan yang paling menguntungkan bagi YouTube karena memiliki tarif lebih mahal dibanding tipe iklan lainnya. Maklum saja, tipe iklan satu ini memiliki tingkat impression yang juga tinggi, yakni sebesar 70%.
Di sisi lain, YouTube juga menggaet pendapatan dari paket-paket langganan yang ditawarkan ke penggunanya.
Sebagai contoh, pengguna bisa menonton video tanpa iklan jika berlangganan YouTube Premium dengan rata-rata harga berlangganan US$12 per bulan. Di samping itu, YouTube juga menawarkan produk berlangganan lain seperti YouTube TV dan YouTube Music.
Saat ini, pengguna yang membayar biaya langganan YouTube masih terbilang “mini”, yakni sekitar 80 juta pelanggan saja. Namun, angka tersebut diharapkan bertumbuh seiring jumlah pengguna YouTube yang diramal meningkat di menjadi 100 juta pelanggan di tahun 2024.
Alphabet meraup pendapatan US$307,4 miliar di 2023 atau tumbuh lebih dari 17,5% secara CAGR dari 2018 sampai tahun 2023.
Dari angka tersebut, penyumbang terbesarnya adalah segmen Google Services dengan nilai US$272,5 miliar atau 88,7% dari total pendapatan perusahaan. Selain itu, pendapatan segmen Google Services juga mencatat pertumbuhan yang cukup mumpuni, yakni 30% jika dibanding setahun sebelumnya.
Pendapatan Google, Sumber: S&P Capital IQ
Rupanya, pertumbuhan pendapatan itu didorong oleh besarnya ukuran ekosistem Google. Dengan kata lain, hanya dengan membuat satu akun saja, pengguna bisa menikmati serangkaian produk-produk unggulan Google seperti Chrome, Google Mail, YouTube, Google Search, Android, dan Google Play Store.
Nah, luasnya ekosistem tersebut sukses membuat penggunanya susah berpaling dari Google. Bahkan, menurut data terakhir, terdapat lebih dari 2 miliar pengguna yang menikmati masing-masing aplikasi yang ditawarkan Google.
Ternyata, hal tersebut juga berimbas positif bagi pendapatan iklan Google. Pemasang iklan tentunya semakin pede untuk mempromosikan produk-produknya melalui aplikasi-aplikasi di bawah naungan Google setelah melihat basis pengguna Google yang sangat masif. Akibatnya, iklan-iklan yang dipasang di Google pun sukses mendatangkan penghasilan US$65,6 miliar sepanjang 2023.
Pendapatan Iklan Google, Sumber: Data Perusahaan
Segmen komputasi awan Google, Google Cloud berhasil membukukan performa yang memukau di tahun 2023. Sebab, meski meraup pendapatan US$33,1 juta di 2021, Google Cloud untuk pertama kalinya berhasil mencetak keuntungan operasional sebesar US$1,7 juta. Kedepannya, segmen ini diproyeksikan akan terus membawa keuntungan bagi Google dengan strategi berikut:
Pertama, Google Cloud akan melakukan ekspansi dengan Gemini 1.5 Pro model, model fondasi Google yang paling kuat. Saat ini, teknologi tersebut tersedia di Vertex AI, dimana layanan tersebut dapat di-subscribe oleh pelanggan Google Cloud. Dengan kemampuan multimodal Gemini, pengguna akan bisa memproses teks, audio, kode, video dan format konten lainnya dengan bantuan AI.
Kedua, Peningkatan arsitektur AI Hypercomputer menggunakan chip khusus, dimana Google akan memperluas infrastruktur AI kami untuk membuat pengembangan dengan AI menjadi mudah dan efisien. Peningkatan arsitektur AI Hypercomputer akan menggabungkan TPU, GPU, perangkat lunak AI, dan lainnya, akan membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitas di seluruh pelatihan, penyetelan, dan penyajian AI untuk pengembang dan bisnis. Google juga mengumumkan bahwa TPU v5p sekarang tersedia secara umum dan chip CPU Axion berbasis Arm baru yang merupakan silikon chip buatan Google kustom terbaru, yang dapat membantu memaksimalkan kinerja dan penggunaan energi.
Ketiga, Pengkodean data yang lebih baik, cepat dan mudah dengan bantuan AI, dimana Gemini dan Google Cloud memiliki sejumlah fitur yang didukung AI yang memudahkan pembuatan dan pengembangan di cloud — termasuk Code Assist untuk membantu penulisan dan analisis kode; Cloud Assist untuk mengotomatiskan lebih banyak proses operasi dan pemeliharaan; dan peningkatan AI pada penawaran keamanan, database, dan analitik Google.
Keempat, Mengembangkan kreativitas dan kolaborasi, dimana Google akan mengumumkan pengembangan aplikasinya seperti Google Documents, Sheets, dan Slide yang telah dikolaborasikan dengan layanan Google Cloud.
Dengan Google Cloud, Google juga dapat menambahkan dukungan teks terjemahan untuk 52 bahasa baru di Terjemahkan untuk saya di Meet (akan hadir pada bulan Juni 2024), sehingga jumlah total bahasa yang didukung menjadi 69. Dan kami meluncurkan dua add-on langganan Workspace baru seharga $10 per pengguna, per bulan, yang memberi pelanggan paket Workspace tertentu akses ke fitur AI di Meet dan Chat, serta keamanan.
Alphabet membukukan laba kotor dan laba bersih masing-masing sebesar US$175,0 miliar (GPM: 56,9%) dan US$73,8 miliar di 2023. Meski nilai laba tersebut terbilang mumpuni, Alphabet tidak membagikan dividen dan justru menaruhnya sebagai laba ditahan (retained earnings) demi membiayai pengembangan inovasi-inovasi baru.
Ratio Profitabilitas, Sumber: S&P Capital IQ
Data Bloomberg menunjukkan bahwa valuasi perusahaan dari segi rasio nilai perusahaan terhadap laba sebelum pajak, bunga, amortisasi, dan depresiasi (P/E) berada di level 20,8x per 16 April 2024 alias sama dengan dibanding rata-ratanya selama lima tahun 20,8x.
Relative Valuation, Sumber: Bloomberg
Sementara itu, analis menganggap bahwa valuasi wajar dari Alphabet Inc berada di US$168,1, sehingga mereka pun merekomendasikan saham perusahaan dengan rating BUY lantaran terdapat potensi keuntungan sebesar 7,8%.
Layanan Google memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap kondisi perekonomian mengingat pendapatan utama perusahaan didorong oleh pendapatan iklan.
Dengan kata lain, jika situasi ekonomi sedang lesu, maka pendapatan perusahaan-perusahaan akan ikut layu. Akibatnya, mereka pun akan memangkas anggaran pemasarannya, salah satunya adalah pemasangan iklan di Google.
Alphabet selama ini mendapatkan pendapatan terbesarnya dari Amerika Serikat (AS) dan kawasan Eropa dan Timur Tengah (EMEA) jika ditilik dari aspek geografis. Namun implikasinya, pendapatan dari perusahaan bisa goyah dengan cepat jika terdapat regulasi baru yang mengancam sepak terjang perusahaan di kedua wilayah tersebut.
Di samping itu, kehadiran regulasi baru tersebut mungkin bakal membuat Alphabet merogoh kocek lebih dalam untuk menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku di kedua wilayah tersebut.
Seperti yang disinggung sebelumnya, sejumlah perusahaan teknologi memasang Google Search sebagai mesin pencari default di gawai-gawai besutannya. Kerja sama ini pun sukses membuahkan pendapatan sebesar US$1,2 miliar bagi perusahaan di 2023, yang utamanya berasal dari bagi hasil (revenue sharing) Google Search dan Play Store antara Google dan perusahaan-perusahaan teknologi tersebut.
Namun, jika perusahaan-perusahaan tersebut memutuskan hubungannya dengan Google, maka kinerja keuangan Alphabet pun bisa kena getahnya. Pembatalan kontrak tersebut akan menurunkan pangsa pasar Google di sektor mesin pencarian. Hal itu tentu kemudian akan diikuti oleh penurunan pendapatan iklan atau revenue sharing seiring menyusutnya jumlah pengguna mesin pencarian Google Search.
Bagikan artikel ini