Rangkuman Kabar kembali hadir mengulas berita-berita ekonomi domestik dan mancanegara. Kali ini, Rangkuman Kabar terkesan spesial karena mengulas hantu inflasi yang 'gentayangan' di mana-mana! Tapi, ada satu negara yang kayaknya gak keok tuh sama inflasi. Negara apakah itu? Yuk, simak di sini!
Harga kedelai kini jadi momok. Sebab, harga kontrak pengiriman kedelai bulan Mei di Chicago Board of Trade saat ini berada di level US$15,6 per bushel, melonjak 17,2% dibandingkan harga akhir tahun lalu.
Lonjakan harga kedelai didorong oleh meningkatnya permintaan dari China. Negara tirai bambu tersebut biasanya 'hanya' mengimpor 65 ton - 75 ton per tahun, tapi kini impor kedelai China mencapai 90 ton!
Di sisi lain, negara produsen kedelai terbesar seperti Amerika Serikat (AS) dan Brasil sempat mengalami gangguan panen yang menyebabkan terbatasnya suplai.
Imbasnya, para produsen tempe dan tahu dalam negeri pun ikut mengeluhkan tingginya harga jual kedelai lantaran hal itu bakal berimbas pada kenaikan ongkos produksi.
Saat ini, rata-rata harga kedelai impor di pasar dalam negeri mencapai Rp10.600 hingga Rp12.000 per kg. Pengerajin tahu dan tempe berencana menaikkan harga jual tahu dan tempe sekitar 20% guna menutup kenaikan ongkos produksi tersebut.
Kenaikan harga kedelai yang berimbas pada naiknya ongkos produksi tahu dan tempe akan berkontribusi terhadap inflasi bahan pangan. Inflasi bahan pangan karena kenaikan ongkos produksi selama ini dipandang sebagai inflasi yang 'jahat' lantaran tidak mencerminkan kenaikan konsumsi akibat pertumbuhan ekonomi.
Inflasi jenis ini hanya akan melukai konsumen lantaran daya beli mereka akan susut. Selain itu, kenaikan inflasi ini berpotensi membuat produsen kehilangan konsumen dan penerimaan lantaran pelanggannya tentu akan beralih ke substitusi protein lain.
Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan kenaikan harga properti residensial sebesar 1,47% secara tahunan pada triwulan IV 2021. Angka pertumbuhan tersebut lebih besar ketimbang triwulan III 2021 yakni 1,41%.
Uniknya, laporan itu juga menyebut bahwa harga properti naik meski penjualan rumah belum pulih sepenuhnya.
SHPR mencatat, penjualan properti di pasar primer pada triwulan lalu terkontraksi 11,6% dibanding periode yang sama tahun lalu. Kendati begitu, angka tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yakni 15,19%.
Kenaikan harga properti kerap dihubungkan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik. Sehingga, hal ini bisa menjadi indikasi awal bahwa ekonomi Indonesia tengah menuju jalur pemulihan yang tepat.
Selain itu, susutnya kontraksi penjualan rumah juga membuktikan bahwa permintaan properti tengah membaik. Hal ini juga merupakan indikasi bahwa kebijakan stimulus pemerintah berupa diskon pajak benar-benar efektif mendongkrak pertumbuhan sektor properti tanah air.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Ekspor Batu Bara Disetop, Surplus Dagang RI Drop!
Biro Statistik China merilis Indeks Harga Produsen (Producer Price Index/PPI) negara tirai bambu tersebut naik 9,1% secara tahunan pada Januari. Meski angkanya terlihat fantastis, namun angka ini lebih rendah dibanding Desember yakni 10,3%.
Kesuksesan China dalam meredam inflasi tak hanya terlihat dari Indeks Harga Produsen. Pasalnya, Indeks Harga Konsumen (IHK) China pada Januari 'hanya' tumbuh 0.9% secara tahunan, jauh lebih rendah dibanding Desember yakni 1,5%.
Perlambatan inflasi disebabkan oleh kebijakan pemerintah China dalam menurunkan harga bahan baku dan biaya energi. Nah, melihat kesuksesan tersebut, Bank Sentral China pun berkomitmen untuk kembali melonggarkan kebijakan moneter demi mendorong pertumbuhan ekonominya.
Gubernur Bank Sentral China Yi Gang mengatakan bahwa lembaganya akan tetap berpegang pada kebijakan moneter yang akomodatif dan suportif untuk terus mendukung perekonomian China.
Perbaikan ekonomi China yang didukung oleh melandainya inflasi mengindikasikan pemulihan fundamental ekonomi. Ini didukung pula oleh komitmen otoritas moneter yang supportif mendukung perekonomian. Sebagai negara mitra dagang terbesar, pemulihan ekonomi China tentu akan berdampak positif bagi Indonesia.
Ketika indeks harga produsen China malah melandai, nilai indeks serupa di AS justru makin meradang.
Indeks Harga Produsen AS ternyata tumbuh 1% pada Januari, sehingga agregat nilai indeks tersebut tumbuh 9,7% secara tahunan. Level tersebut hampir saja memecahkan rekor tertinggi sebelumnya yang dicetak 2010 lalu!
Tingginya tingkat inflasi tersebut hanya akan membuat bank sentral AS The Fed makin agresif dengan kebijakan hawkish hanya demi meredam tekanan inflasi.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: CNN Indonesia, Kontan, Bloomberg, CNBC
Bagikan artikel ini