Setelah menghadapi perkara lockdown di China dan ancaman resesi, Tesla sukses membukukan laba fantastis di kuartal III. Lantas, apa kunci sukses produsen mobil listrik tersebut? Simak di Pluang Insight berikut!
Tesla adalah produsen kendaraan listrik yang berbasis di Palo Alto, negara bagian California, AS dan berdiri sejak 2003. Selain itu, Tesla juga memproduksi panel surya, atap surya untuk pembangkit energi, dan baterai listrik, sejalan dengan misi Tesla sebagai pelopor gaya hidup berkelanjutan dengan memanfaatkan energi baru dan terbarukan.
Tesla memasarkan beberapa jenis kendaraan listrik, meliputi sedan mewah, menengah serta kendaraan Sport Utility Vehicle (SUV) crossover. Perusahaan juga berencana menambah koleksi mobilnya dengan mengikutsertakan model truk ringan, kendaraan semitruk, dan mobil jenis sport.
Baca Juga: Pluang Insight: Dihujam Segudang Tantangan, Pendapatan Netflix Tetap Menawan!
Tesla boleh berbangga diri menutup kuartal III tahun ini. Pasalnya, ia mendulang pendapatan sebesar US$21,45 miliar pada periode tersebut, tumbuh 26,7% dibanding kuartal sebelumnya atau 55,9% jika diukur dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Kendati mencetak prestasi pendapatan gemilang, angka tersebut ternyata 3% di bawah ekspektasi analis yakni US$22,09 miliar. Di samping itu, jika dibedah lebih dalam lagi, maka pertumbuhan pendapatan Tesla juga ternyata terlihat semu.
Usut punya usut, meningkatnya pendapatan Tesla rupanya lebih didorong oleh kenaikan harga jual produknya dibanding permintaan pasar. Sebagai buktinya, perseroan hanya sukses menjual 343.830 unit mobil listrik sepanjang triwulan III 2022 alias lebih rendah dari konsensus analis 362.733 unit.
Tesla sejatinya sudah menjelaskan bahwa penurunan produksi akibat kebijakan lockdown China, yang merupakan salah satu pusat produksi mobil Tesla, sebagai faktor utama penyebab nilai pengiriman yang di bawah ekspektasi. Selain itu, perusahaan juga menyalahkan kenaikan suku bunga acuan dan ancaman perlambatan ekonomi sebagai biang keladi menurunnya permintaan kendaraan listrik miliknya.
Kendati begitu, Tesla masih mampu menorehkan laba bersih sebesar US$3,65 miliar di triwulan lalu, tumbuh 39,5% secara kuartalan atau 74,6% jika dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Di samping itu, laba bersih tersebut juga 4% lebih tinggi dibanding ekspektasi pasar.
Di saat yang sama, perusahaan juga mencatat margin operasi sebesar 17% di triwulan lalu alias meningkat 150 basis poin dari 15,5% di kuartal II. Hanya saja, pelaku pasar menganggap tingkat margin tersebut masih rendah mengingat perusahaan mampu mencetak margin operasi 19,9% di kuartal I 2022.
Ada banyak faktor yang menyebabkan susutnya profitabilitas Tesla, mulai dari kenaikan harga nikel, konflik geopolitik Rusia-Ukraina, hingga menanjaknya ongkos logistik akibat meroketnya harga energi.
Tak ketinggalan, kenaikan nilai Dolar AS sepanjang triwulan lalu juga menghantam tingkat keuntungan Tesla.
Asal tahu saja, Tesla menerima sebagian besar pendapatan dalam bentuk mata uang non-Dolar AS. Sayangnya, nilai pendapatan itu bakal berkurang signifikan jika dikonversi ke Dolar AS ketika nilai mata uang tersebut sedang meroket.
Kemudian, di saat yang sama, Tesla juga wajib membayar seluruh beban operasionalnya ke dalam denominasi mata uang tersebut. Oleh karenanya, tak heran jika perusahaan kemudian mengalami rugi kurs sebesar US$250 juta gara-gara perkara nilai tukar tersebut.
Kendati diterpa berbagai masalah, Tesla rupanya masih optimistis dengan prospek bisnisnya ke depan. Pasalnya, mereka berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas produksinya dan bisa menumbuhkan pengiriman kendaraan rata-rata sebesar 50% untuk beberapa tahun mendatang.
Di samping itu, Tesla juga menjelaskan bahwa kas yang mereka miliki saat ini terbilang cukup untuk mendanai ekspansi bisnis jangka panjang, termasuk menambah fasilitas produksi baru.
Pluang beranggapan, salah satu katalis positif bagi Tesla adalah penurunan biaya bahan baku yang mulai melandai pada kuartal IV. Jika memang ongkos produksi bisa ditekan signifikan, maka ada kemungkinan tingkat margin Tesla akan membaik ke depan.
Namun, bagi Tesla, biaya produksinya mungkin bakal terpangkas maksimal jika harga nikel, yang merupakan bahan baku baterai mobil listrik, terjun signifikan. Nah, berkaca atas kemungkinan tersebut, analis menganggap harga saham Tesla (TSLA) bisa menyentuh US$300 di akhir 2023 atau tumbuh 35% dari harganya saat ini.
Baca Juga: Pluang Insight: Kala Kenaikan Bunga Acuan Menjadi Berkah Bagi Bank of America
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, Saham AS, serta lebih dari 140 aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini