Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Berita & Analisis

US Bank Earnings Ahead: Apa yang Perlu Investor Pantau?
shareIcon

US Bank Earnings Ahead: Apa yang Perlu Investor Pantau?

11 Oct 2023, 6:25 AM·Waktu baca: 6 menit
shareIcon
Kategori
US Bank Earnings Ahead: Apa yang Perlu Investor Pantau?

Mulai dari hasil obligasi hantam likuiditas perbankan hingga JPMorgan jadi yang pertama rilis kinerja keuangan di kuartal ini, selengkapnya di US banking berikut!

1. Lonjakan Imbal Hasil Obligasi Hantam Likuiditas Perbankan

US Government Bonds
Imbal hasil obligasi pemerintah AS terus meningkat sejak kuartal II 2023. Sempat menyentuh level 3,2% pada akhir April 2023, imbal hasil surat utang pemerintah AS bertenor 10 tahun pun akhirnya melejit ke level tertingginya dalam 16 tahun terakhir, yakni 4,8% pada pekan pertama Oktober.

Sayangnya, kenaikan tingkat imbal hasil tersebut justru menjadi momok bagi kelancaran likuiditas sektor perbankan.

Asal tahu saja, bank-bank umumnya menggenggam sebagian besar aset mereka dalam bentuk sekuritas pendapatan tetap seperti obligasi pemerintah AS dengan tenor yang berbeda-beda. Mereka pun sebelumnya sudah mengoleksi surat utang pemerintah AS dengan tingkat imbal hasil yang lebih rendah dari seri obligasi baru dengan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi.

Namun, di rezim suku bunga acuan tinggi seperti saat ini, harga obligasi yang mereka miliki menjadi kurang menarik di pasar. Lumrah saja, ketika obligasi baru dengan imbal hasil yang lebih tinggi masuk ke pasar, maka nilai obligasi yang telah terbit sebelumnya pun menjadi kurang atraktif.

Penurunan harga obligasi tersebut akan menggerus nilai aset yang dimiliki perbankan sehingga mereka pun harus menanggung kerugian yang belum terealisasi pada neracanya. Imbasnya, rasio permodalan mereka pun menjadi korban utamanya.

Tak cukup di situ saja, likuiditas perbankan juga terancam oleh potensi penurunan pendapatan bunga bersih.

Seperti yang diketahui, perbankan menghasilkan penerimaan dengan menghimpun dana pihak ketiga (DPK) dari produk-produk perbankan berbunga rendah, seperti deposito dan simpanan, untuk kemudian disalurkan kembali dalam bentuk pinjaman jangka panjang dengan bunga tinggi seperti hipotek dan kredit korporasi. Selain itu, mereka pun memburu likuiditas ekstra dari penempatan dananya di instrumen-instrumen investasi, seperti obligasi pemerintah.

Perbankan tentu akan menggaet pendapatan bunga yang maksimal jika selisih antara biaya bunga yang mesti dikeluarkan untuk menggaet DPK (cost of fund) dan pendapatan bunga dari pinjaman (interest revenue) semakin lebar. Selain itu, pendapatan mereka juga akan menggembung jika sukses meraup cuan maksimal dari investasinya di sejumlah instrumen.

Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, era suku bunga tinggi saat ini malah menghantam harga obligasi pemerintah yang dimiliki perbankan. Imbasnya, perbankan harus puas mengantongi pendapatan obligasi yang lebih kecil dari sebelumnya.

Kemudian, di saat yang sama, kenaikan suku bunga acuan juga mengerek tingkat bunga simpanan dan deposito yang ditawarkan ke nasabahnya. Nah, kombinasi kedua peristiwa itu membuat perbankan menghadapi penurunan tingkat margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM), yaitu selisih antara tingkat pendapatan bunga yang diterima dan tingkat cost of fund yang mesti dibayarkan.

Sayangnya, tingkat NIM yang semakin sempit dapat menyusutkan kesempatan perbankan dalam meraih laba bunga bersih (Net Interest Income) yang lebih besar.

2. ‘Giant Banks’ Diramal Sehat Meski Sektor Perbankan Terancam Perkara Likuiditas

Meski tengah dihadapi perkara kelancaran likuiditas, bank-bank besar AS seperti JPMorgan, Citibank, dan Wells Fargo diharapkan masih tetap lebih tangguh dibanding bank-bank skala kecil dalam menghadapi kondisi tersebut.

Sejumlah analis menilai bahwa bank-bank besar telah sukses dalam mendiversifikasikan sumber pendapatannya dan tidak menggantungkan diri pada pendapatan bunga semata. Ambil contoh JPMorgan yang porsi pendapatan nonbunga miliknya hampir menyamai kontribusi pendapatan bunganya di kuartal II 2023. Adapun contoh pendapatan nonbunga yang digaet perusahaan antara lain berasal dari jasa investment banking, di mana JP Morgan juga menjadi raja di segmen bisnis tersebut di AS.

Argumen tersebut kemudian diperkuat dengan fakta yang terjadi sejak 2022, seperti yang tersaji di tabel di bawah ini.

Tabel

Tabel

source: marketwatch

Tingkat margin bunga bersih empat bank terbesar di AS dengan aset di atas US$1 triliun dan memiliki sumber pendapatan beragam yaitu JPMorgan, Bank of America, Citibank, dan Wells Fargo justru meningkat meski diterjang badai dalam bentuk kenaikan suku bunga acuan dan kenaikan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS. 

Sementara itu, tingkat margin bunga bersih bank-bank dengan nilai aset di bawah US$1 triliun malah terlihat mandek atau layu.

Berkaca dari fakta tersebut, analis menganggap bahwa bank yang memiliki sumber pendapatan beragam akan tetap “sehat” pada musim laporan keuangan ini karena arus pendapatannya tidak terlalu bergantung pada perubahan suku bunga acuan The Fed maupun tingkat imbal hasil obligasi pemerintah.

3. Saham Perbankan Lagi ‘Murah’

Nilai saham sektor finansial terlihat goyah sejak awal tahun akibat rentetan sentimen negatif seperti krisis likuiditas, munculnya bank-bank gagal, dan kenaikan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS. 

Penurunan nilai tersebut tentu ikut menurunkan valuasi saham-saham sektor perbankan. Namun, hal itu sejatinya bisa memotivasi investor untuk mengoleksi saham sektor perbankan lantaran harganya sedang “murah”. Bahkan, sektor finansial juga menjadi sektor dengan valuasi “termurah” ketiga di antara 11 sektor yang menghuni indeks S&P 500 saat ini.

Untuk lebih jelasnya, Sobat Cuan bisa menyimak tabel berikut.

Tabel

source: marketwatch

Berdasarkan tabel tersebut, saham sektor finansial yang terdiri dari bank dan lembaga keuangan lainnya di AS rata-rata memiliki valuasi dari sisi harga saham per laba (rasio P/E) di level 12,69 P/E, jauh lebih rendah dari rata-rata valuasi indeks S&P 500 yakni 17,83 P/E.

Selain itu, valuasi saham sektor perbankan saat ini juga lebih murah ketimbang lima atau 10 tahun lalu yang masing-masing berada di level 14,65 P/E dan 14,08 P/E.

4. Citigroup Jadi Saham dengan Valuasi Termurah

Menilik dari sisi valuasinya, saham sektor keuangan saat ini bisa dibilang sedang berada di “harga miring”. Namun pertanyaannya, saham perusahaan apakah yang terbilang paling “murah” dan tangguh di antara pemain sektor finansial lainnya?

Untuk mencari jawabannya, Sobat Cuan ada baiknya menyimak tabel di bawah ini.

Tabel

source: marketwatch

Tabel di atas menunjukkan bahwa bank terbesar ketiga di AS Citigroup adalah saham dengan valuasi termurah di antara jajaran bank-bank top AS jika ditilik dari rasio antara harga saham dengan nilai buku berwujudnya (rasio P/TBV), yang merupakan rasio valuasi populer untuk industri perbankan.

Dengan nilai rasio P/TBV di level 0,47, Citigroup rupanya memiliki valuasi 58% lebih rendah dari kinerja normalnya selama lima tahun terakhir. Bahkan, dengan nilai rasio P/TBV di bawah 1, valuasi Citigroup sebenarnya bisa dibilang sangat murah (undervalued) dibandingkan anggota giant banks AS lainnya.

5. JPMorgan Jadi Bank Pertama yang Rilis Kinerja Keuangan 

Pekan kedua Oktober akan menjadi periode yang krusial bagi sektor keuangan lantaran bank-bank besar AS akan mengungkap kinerja keuangannya di kuartal lalu. Dalam hal ini, JPMorgan rencananya akan menjadi bank pertama yang membuka gelaran Earnings Season sektor keuangan di kuartal ini pada Jumat (13/10).

Selain JPMorgan, Wells Fargo dan Citigroup dijadwalkan akan merilis laporan keuangan di hari yang sama. Namun, keduanya memilih untuk mengumumkannya beberapa jam setelah JPMorgan melaporkan kinerja finansialnya.

Parade perilisan laporan keuangan bank-bank top AS kemudian akan berlanjut di Selasa (17/10) di mana Bank of America dan Goldman Sachs akan mengungkap performa keuangannya di triwulan III 2023. Sehari setelahnya, tepatnya Rabu (18/10), giliran Morgan Stanley yang bakal mengumumkan kinerja finansialnya.

The most anticipated earnings

source: Earnings Whispers

Sebagai tambahan informasi, nilai saham Citibank mengalami penurunan nilai terbesar di antara bank-bank top AS, yakni 10,7%. Sementara itu, saham JPMorgan justru bertahan dengan baik di periode yang sama lantaran nilainya hanya turun tipis 0,3%.

6. Estimasi Laba Bank Top AS di Kuartal III 2023

Estimasi Laba Bank Top AS di Kuartal III 2023

*disclaimer: rata-rata kenaikan diambil dari nilai sehari setelah rilis laporan keuangan selama 8 periode sebelumnya jika berhasil mengalahkan estimasi analis

Mulai Perjalanan Investasimu dengan Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!

Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!

Ditulis oleh
channel logo

Marco Antonius

Right baner

Marco Antonius

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait
saham AS ahead
The Week Ahead - Saham AS 28 Agustus 2023
news card image
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1