Saham IPO (initial public offering) adalah penawaran saham perdana kepada publik yang dilakukan perusahaan terbuka. Ini berarti saham mulai dibuka di pasar modal. Pada Bursa Efek Indonesia (BEI), saham-saham perusahaan terbuka (emiten) ini bertambah gelar Tbk.
Tujuan perusahaan melepas atau menjual sahamnya untuk publik umumnya adalah memperoleh kinerja keuangan perusahaan yang lebih baik, potensi pertumbuhan perusahaan lebih cepat, peningkatan citra perusahaan. Ini tentu meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan.
Saham IPO yang dilepas ke publik biasanya hanyalah sebagian kecil dari total saham. Misalnya, suatu perusahaan menjual 10% sahamnya. Ini dapat berarti perusahaan itu melepas 1 juta lembar sahamnya, dengan harga perdana saham misalnya Rp 20.000 per lembar. Dengan demikian, nilai perusahaan secara keseluruhan adalah 10% dikali harga saham dan jumlah saham.
Pada awal 2019, 42 perusahaan mencatatkan saham mereka di bursa. Di antara emiten baru ini, 22 emiten telah mencatatkan performa yang baik di antara saham IPO yang terdaftar di BEI.
Sejumlah saham IPO laris manis pada masa penawaran umum, misalnya PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS) dan PT Bhakti Agung Propertindo Tbk (BAPI). Mereka mengalami kelebihan penawaran (oversubscribed) pada masa penawaran umum. Telefast, misalnya, melepas 416 juta saham baru atau sekitar 25% dari modalnya.
Potensi keuntungan di antara 22 perusahaan itu sekitar 1-1,7%, sementara 20 perusahaan mencatat performa saham IPO yang tidak begitu baik dengan koreksi dari 1% hingga lebih dari 70%. Dengan koreksi ini, tentu membeli saham IPO cenderung berisiko.
Akses informasi pembelian saham IPO dapat dilakukan melalui broker ataupun membuka langsung situs web perusahaan, menelusuri Bursa Efek Indonesia (IDX), atau dari berita ekonomi dan keuangan.
Baca juga: Tertarik Membeli Saham Google? Ketahui Dulu Risikonya di Sini!
Saham IPO lebih berisiko dibandingkan saham-saham yang sudah lama masuk di bursa. Saham-saham ini memang high risk high return, keuntungan bisa ribuan persen, dan rugi bisa besar juga.
Pembeli saham IPO memang melibatkan banyak pertimbangan. Ini akan menunjukkan apakah investor tersebut risk taker (suka mengambil risiko) atau risk averse (takut dengan risiko). Bila kamu cenderung takut dengan risiko, sebaiknya menghindari saham-saham dengan risiko tinggi dan mencari alternatif investasi saham lain.
Kendati harga saham terus bergerak, kamu perlu menetapkan tujuan return yang ingin dicapai. Jangka waktu investasi juga perlu dipertimbangkan.
Selain mempertimbangkan jangka waktu investasi, kamu perlu menyesuaikan mode investasi. Mode investasi tergolong ke dua kategori, yakni investasi jangka panjang dan trading jangka pendek.
Faktor teknis akan jadi fokus utama membeli saham dalam mode trading, sementara untuk mode jangka panjang yang diperlukan adalah memahami faktor fundamentalnya.
Saham yang dibeli dengan mode trading jangka pendek juga melibatkan faktor sentimen pasar, fundamental dan tujuan fundraising, jumlah saham yang dilepas dan likuiditas, sekuritas/broker/penjamin emisi yang membantu proses IPO dan kinerjanya, serta momen masuk dan keluar dari bursa saham.
Untuk sentimen pasar, kamu perlu memperhatikan bagaimana pasar menilai perusahaan maupun sektor industri saham dari perusahaan tersebut. Hari ini, saham dari perusahaan teknologi punya sentimen positif.
Sementara faktor fundamental dan tujuan fundraising melibatkan apakah perusahaan cenderung mengekspansi usahanya. Ekspansi perusahaan cenderung memberi sentimen positif karena uang dialokasikan untuk investasi produktif perusahaan.
Trading jangka pendek mempertimbangkan apakah saham bersifat likuid untuk ditransaksikan. Semakin sedikit lembar saham yang dilepas, semakin rendah likuiditasnya. Selain itu, dalam trading saham, kamu perlu melihat rekam jejak penjamin emisi yang membantu proses IPO.
Terutama, untuk momen masuk dan keluar bursa saham, kamu perlu melakukan riset mengenai momen yang tepat untuk membeli dan menjual saham. Saham IPO baru ditransaksikan likuid umumnya setelah hari ketiga dan harganya cenderung melambung di minggu pertama.
Baca juga: Newbie di Bursa Saham? Ini 4 Cara Aman Berinvestasi bagi Pemula
Saham IPO yang dibeli dengan mode investasi jangka panjang melibatkan faktor tren industri dan lanskap kompetitif, faktor fundamental keuangan dan kinerja perusahaan, valuasi emiten, tujuan IPO dan rencana penggunaan dana hasil IPO, serta bisnis model dan portofolio perusahaan.
Karena terkait penanaman saham jangka panjang, kamu perlu mempertimbangkan rencana periode waktu kepemilikan sahammu. Ini termasuk tujuan dan rencana penggunaannya, apakah untuk membiayai pendidikan anak, rencana perjalanan, atau jaminan hari tua.
Kamu perlu meriset tren industri perusahaan/emiten, apakah industrinya sedang tumbuh atau terkontraksi. Lakukan juga studi tentang persaingan bisnis industri ini, serta potensi saham perusahaan tersebut, apakah perusahaan itu berpotensi untuk memimpin harga saham.
Untuk faktor fundamental dan kinerja perusahaan, kamu perlu lihat kinerja perusahaan dalam beberapa tahun terakhir. Selidiki semua rekam jejaknya, mengenai aliran kas, operasional perusahaan, hingga apakah perusahaan pernah terlilit utang. Analisis proyeksi jangka panjang kinerja perusahaan dengan pemodelan juga perlu dilakukan.
Model bisnis perusahaan dan portofolionya relevan untuk ditelusuri karena kamu dapat mengetahui perkembangan perusahaan tersebut. Ini juga berkaitan dengan apakah perusahaan tersebut memiliki diversifikasi produk.
Terkait valuasi emiten, kamu perlu lihat bagaimana valuasi saham suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lainnya di sektor sejenis.
Jadi, sudah siap untuk membeli saham IPO perdanamu?
Sumber: CNBC Indonesia, Jurus Cuan, Kontan – Investasi
Takut Investasi karena Istilah Rumit? Simak Kamus Investasi Emas Ini!
Gaji Pas-pasan? Pertimbangkan 4 Hal Ini untuk Mengambil Utang Produktif
Enam Cara Investasi Emas bagi Pemula
Tujuh Langkah Mencapai Kebebasan Finansial
Niat Jadi Kolektor Lukisan Pemula? Ketahui Dulu Risiko Investasinya di Sini!
Bagikan artikel ini