Jagat cryptocurrency kini diduduki oleh dua “penguasa pasar”. Sobat Cuan pasti sudah tahu jawabannya, yakni Bitcoin (BTC) dan Ether (ETH), yang merupakan token native blockchain Ethereum.
Kita juga mengetahui bahwa BTC selalu lebih unggul dari ETH dari segi kapitalisasi pasar. Data Coinmarketcap per 15 Juli 2021 menunjukkan bahwa BTC mengambil 45% pangsa pasar kripto sementara ETH mengambil porsi sekitar 17%. Namun, kini komunitas kripto mulai mewanti-wanti kondisi yang disebut sebagai the flippening.
Apa itu flippening? Dan apakah itu adalah peristiwa yang cukup besar di pasar cryptocurrency?
Flippening adalah sebuah peristiwa di mana ETH akan menggeser BTC sebagai cryptocurrency dengan kapitalisasi pasar terbesar. Seperti yang sudah kita ketahui, kapitalisasi pasar sendiri adalah
Sejatinya, istilah flippening tak hanya menggambarkan ETH vs BTC semata, namun seluruh altcoin terhadap BTC. Namun, kini istilah ini dipergunakan dalam menggambarkan duel ETH dan BTC mengingat ETH menduduki peringkat ke-dua cryptocurrency berkapitalisasi pasar terbesar.
Istilah ini mulai muncul pada 2017, ketika kapitalisasi pasar ETH benar-benar nyaris menyalip BTC.
Di awal Februari 2017, nilai kapitalisasi pasar BTC mengambil 85% dari total kapitalisasi pasar aset kripto.
Namun, pada 13 Juni 2017, ternyata dominasi BTC mulai terancam setelah kapitalisasi pasar ETH mengambil 32%. Sementara itu, market cap BTC melorot menuju angka 37%.
Kondisi ini bikin komunitas kripto percaya bahwa ETH bisa jadi suatu saat akan merebut tahta BTC sebagai raja cryptocurrency.
Meski memang, flippening urung terjadi setelahnya. Saat ini, BTC terbilang mengambil pangsa pasar 45,45% dari kapitalisasi pasar aset kripto sementara ETH mengambil 17,17%.
Baca juga: BTC dan ETH Mencoba Rebound Setelah Melalui Pekan ‘Berdarah’
Namun, kini komunitas kripto kembali mengantisipasi peristiwa ini. Utamanya, pasca harga ETH reli sejak awal tahun di periode altcoin season.
Ketika altcoin season terjadi, ETH sempat mencapai rekor tertingginya di angka US$4.196 per keping pada 10 Mei 2021. Angka itu melesat 474,79% jika dibandingkan posisi awal tahun (year-to-date/ytd) di US$790
Sejatinya, BTC juga mengalami reli hebat di tahun ini dan membuat harganya menyentuh US$60.000 di April lalu. Hanya saja, pertumbuhannya secara ytd kala itu hanya sebesar 106,11% saja, atau tiga kali lebih rendah dibanding ETH.
Saat ini, memang harga aset kripto pun tengah tergelincir, begitu pun ETH dan BTC, di mana hal tersebut tentu mempengaruhi nilai kapitalisasi pasar keduanya.
Meski demikian, komunitas kripto ternyata mencermati penurunan dominasi Bitcoin di pasar aset kripto sejak awal tahun. Hal tersebut membuat mereka yakin bahwa flippening bisa saja terjadi dalam waktu dekat.
Secara garis besar, kapitalisasi pasar BTC mengambil 70% dari total kapitalisasi pasar cryptocurrency secara total di awal 2021. Namun, nilai tersebut kini sudah melorot ke angka 45% hanya dalam enam bulan saja.
Hal berbeda ditunjukkan oleh ETH. Di awal tahun, aset kripto besutan Vitalik Buterin cs ini mengambil kapitalisasi pasar 11%. Kini, nilai kapitalisasi pasar ETH malah menanjak ke 17%.
Baca juga: Alasan Ethereum adalah Cryptocurrency yang Baik untuk Investasi
Beberapa analisis dan komunitas kripto sejatinya juga meramal bahwa flippening mungkin bisa terjadi. Alasan utamanya adalah karakteristik ETH yang dianggap bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi sehari-hari dibandingkan BTC.
Hal itu akan mendorong permintaan ETH terus bertambah dan, tentu saja, mengerek kapitalisasi pasarnya di masa depan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah himpunan analisis dari beberapa lembaga keuangan terkait potensi flippening di masa depan.
Perusahaan investment bank asal AS Goldman Sachs mengatakan bahwa ETH bisa mengalahkan BTC untuk menjadi aset digital penyimpan nilai paling utama. Pendapat itu disampaikan dalam sebuah memo kepada investor tertanggal 8 Juli 2021.
Maraknya penggunaan ETH di masa depan, menurut Goldman Sachs, disebabkan karena masyarakat akan lebih banyak menggunakan blockchain Ethereum ketimbang Bitcoin.
Alasannya, blockchain Ethereum memiliki teknologi smart contract, yang bisa digunakan untuk keperluan keuangan layaknya jasa keuangan konvensional. Misalnya, seperti menabung, pinjam-meminjam, dan lainnya.
Sementara itu, blockchain Bitcoin tidak memiliki hal serupa karena hanya berbentuk buku besar semata, sehingga BTC dianggap “tidak memiliki nilai guna bagi kegiatan sehari-hari” seperti ETH.
Selain itu, Goldman Sachs menilai bahwa komunitas kripto akan marak menggunakan ETH lantaran sistem blockchain Ethereum dianggap lebih “mulus” dibanding Bitcoin.
Meski Ethereum akan mengalami difficulty time bomb, namun lembaga tersebut mengatakan bahwa sistem blockchain Bitcoin butuh waktu lebih lama untuk memproses transaksi. Mereka menduga bahwa blockchain Bitcoin sepertinya lebih fokus ke keamanan jaringan ketimbang memperbaruinya untuk kegiatan transaksi sehari-hari.
Pendapat serupa juga dilontarkan oleh platform exchange kripto Celsius.
Dalam sebuah wawancara dengan Kitco, CEO Celsius Alex Mashinsky mengatakan bahwa proses flippening antara ETH dan BTC memang tengah terjadi. Argumen tersebut ia dasarkan pada jumlah deposit ETH di platform Celsius yang kini sudah lebih besar dibandingkan BTC.
Mashinsky mengatakan bahwa salah satu alasan utama terjadinya flippening adalah perbedaan penggunaan BTC dan ETH. Ia menyebut bahwa BTC lebih digunakan sebagai alat penyimpan kekayaan, sementara ETH digunakan untuk kepentingan decentralized finance seperto yield farming, crypto staking, dan lainnya.
Berdasarkan hal ini, ia memprediksi bahwa kapitaisasi pasar ETH akan mengalahkan BTC di 2022 atau 2023 mendatang.
Baca juga: Ethereum vs Bitcoin: Katanya Sekarang Ethereum Lebih Unggul, Kamu Pilih Mana?
Dalam sebuah memonya awal tahun lalu, Bank of America pernah menyebut bahwa ETH akan mengungguli BTC karena kenaikan permintaan. Lagi-lagi, derasnya permintaan itu didorong oleh semakin banyaknya penggunaan teknologi DeFi.
Dengan banykanya proyek DeFi di atas blockchain Ethereum, Bank of America mengatakan bahwa akan ada banyak pengguna yang membanjiri platform ini dan menggenggam Ethereum. Akibatnya, harga Ethereum ke depan akan semakin moncer.
Analisis Bank of America ini bukanlah prediksi kaleng-kaleng. Mereka berkaca pada kondisi tahun lalu, di mana kenaikan pengguna DeFi yang melonjak juga bikin harga Ethereum melejit.
Pada 2020, terdapat uang US$19 miliar yang terkunci di dalam protokol DeFi, atau melesat 1.800% dibanding posisi Januari yang hanya US$1 miliar. Di saat yang sama, peristiwa itu juga melejitkan harga Ethereum sebesar 450%.
“DeFi berpotensi untuk mendisrupsi jasa keuangan dibanding Bitcoin,” ujar Bank of America.
Nah, kalau kamu bagaimana Sobat Cuan? Pilih BTC atau ETH? Apapun pilihanmu, kamu bisa mendapatkannya di aplikasi Pluang sekarang!
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Nasdaq, Binance, Investor Place
Bagikan artikel ini