Harga emas bisa dibilang tengah naik daun sejak ekonomi global melesu gara-gara pandemi COVID-19. Bahkan, maraknya permintaan emas sempat bikin harganya menembus US$2.000 per ons untuk pertama kalinya pada Agustus tahun lalu. Hal itu merupakan bukti bahwa emas digandrungi di kala situasi ekonomi lagi kalang kabut.
Kini, harga emas memang sedang terkerek turun ke kisaran US$1.800 per ons lantaran ada optimisme pemulihan ekonomi di Amerika Serikat.
Meski demikian, beberapa analis meyakini harga emas akan menembus US$2.000 per ons untuk kedua kalinya jika pemerintah AS jadi menggelontorkan stimulus fiskal sebesar US$1,9 triliun, yang sebelumnya diusulkan oleh Presiden AS Joe Biden.
Sebab, stimulus tersebut diyakini akan menambah jumlah uang beredar, sehingga akan menekan nilai tukar dolar AS. Nilai dolar yang melemah akan bikin harga emas lebih murah bagi investor yang sehari-harinya jarang bertransaksi menggunakan dolar AS.
Namun, dari peristiwa tersebut, kita bisa melihat suatu pola tertentu. Semua orang seolah-olah keranjingan investasi emas ketika ekonomi lagi lesu. Tapi, emas kembali dicuekin setelah ekonomi diperkirakan membaik.
Hal itu tentu bikin kamu bertanya-tanya: Apakah memang ada hubungan negatif antara kondisi ekonomi AS dengan harga emas?
Baca juga: Harga Emas Tahun Ini Bersiap Dekati Rekor Tertinggi
Harga emas memang memiliki kemampuan untuk menunjukkan realita terkait seberapa sehatnya ekonomi AS.
Ketika harga emas naik atau sedang tinggi, tandanya ekonomi negara tersebut sedang tidak sehat. Ini lantaran investor membeli emas sebagai perlindungan dari krisis ekonomi atau inflasi. Sementara saat harga emas rendah, artinya ekonomi negara sedang sehat. Keadaan ini menjadikan saham, obligasi, atau aset real estat menjadi investasi yang lebih menguntungkan.
Harga emas mencerminkan kepercayaan para investor di sektor komoditas. Jika mereka berpikir bahwa perekonomian sedang buruk, mereka akan membeli lebih banyak emas. Sementara, jika mereka pikir ekonomi sedang membaik, mereka akan membeli lebih sedikit emas. Sederhananya, harga emas mengungkapkan apa yang diketahui investor yang cerdas tentang kesehatan ekonomi suatu negara.
Berikut adalah contoh peristiwa yang menandakan kaitan antara harga emas dengan ekonomi AS:
Ketika emas ditemukan di Sutter’s Ranch pada 1848, hal ini menimbulkan suatu peristiwa yang disebut dengan “demam emas” (Gold Rush). Yakni, peristiwa di mana seluruh warga negara Paman Sam tersebut secara bersamaan berbondong-bondong hijrah ke negara bagian California untuk mendulang cuan dari pertambangan emas di sana.
Pada 1861, Menteri Keuangan AS, Salmon Chase mencetak mata uang kertas AS pertama yang didukung oleh standar emas (gold standard). Peristiwa ini adalah awal dari diterapkannya standar emas, sekaligus memulai cara investasi emas yang langgeng diterapkan hingga hari ini di kalangan investornya.
Pada 1934, harga emas tiba-tiba melonjak tajam ke angka US$435 per ons dari hanya sekitar US$20,67 per ons lima tahun sebelumnya. Pemicunya, adalah krisis ekonomi yang dikenal dengan “depresi hebat” (The Great Depression).
Depresi hebat adalah sebuah krisis ekonomi yang dipicu oleh kejatuhan pasar saham Wall Street dan meningkatnya risiko gagal bayar perbankan pada saat itu. Sebagai responsnya, banyak warga AS sudah mulai menimbun emas untuk melindungi harta kekayaan mereka. Sesuai hukum permintaan dan penawaran, tentu diborongnya emas oleh masyarakat akan membuat harganya terkerek secara membabi buta.
Akibat harga emas yang naik tak terkendali, presiden AS pada saat itu Franklin D. Roosevelt akhirnya mengambil tindakan tegas dengan menandatangani Undang-Undang Cadangan Emas pada 1934. Beleid itu menyebut bahwa penimbunan emas merupakan tindakan ilegal karena menyebabkan harga emas naik gila-gilaan.
Aturan tersebut seketika mengubah cara investasi emas di tengah masyarakat. Masyarakat wajib menukar emas, koin emas, emas batangan, dan sertifikat emas mereka dengan uang kertas. Adapun, standar konversi yang digunakan saat itu adalah US$20,67 per ons.
Emas-emas tersebut kemudian disimpan oleh pemerintah federal demi mencetak uang kertas lebih banyak demi pemulihan ekonomi. Ini mengingat pada masa itu, nilai dolar AS masih ditautkan dengan standar emas (gold standard).
Baca juga: Bursa Saham AS Menguat! Apa Kabar Portofolio Investasi?
Salah satu momen terpenting dalam sejarah harga emas adalah hari ketika mantan Presiden AS Richard M. Nixon memutuskan bahwa nilai dolar AS tidak akan lagi ditautkan dengan standar emas. Alhasil, harga emas langsung meroket dari US$42 menjadi US$120 per ons.
Pada 1971, Nixon mengatakan kepada bank sentral AS The Fed untuk berhenti menyetarakan nilai dolar dengan nilai emas. Ia juga meminta bank sentral negara-negara lainnya untuk berhenti menukar dolar AS mereka dengan emas.
Hal ini lantaran Nixon ingin membuat nilai dolar AS lebih lemah dibandingkan emas. Di saat itu, ia berpikir bahwa kebijakan ini bisa mengakhiri inflasi tak terkendali yang disebabkan oleh pentautan nilai dolar AS dengan standar emas.
Pada 1976, Nixon mengimbau agar AS meninggalkan standar emas sepenuhnya. Otomatis, emas pun mulai beredar di pasar, dan mengubah lagi cara masyarakat dalam berinvestasi emas.
Pada 23 Juni 2016, harga emas melonjak US$100 per ons dalam enam jam. Pada pukul 16.00 waktu setempat, harga emas masih berada di angka US$1.254,96. Namun pada tengah malam, harga emas tiba-tiba meledak ke US$1.347,12.
Musababnya, investor kalang kabut ketika Inggris Raya memilih meninggalkan Uni Eropa dalam sebuah referendum, sebuah peristiwa yang kemudian dikenal dengan Brexit. Akibatnya, investor membeli emas untuk melindungi nilai kekayaan mereka terhadap penurunan nilai euro dan poundsterling Inggris. Di waktu yang sama, indeks saham Dow Jones juga terkoreksi, yang kian menyulut kenaikan harga emas.
Pada 2 September 2011, emas mencapai rekor tertinggi saat itu, yakni sebesar US$1873,70 per ons. Kali ini, penyebabnya adalah laporan tentang pelemahan pertumbuhan lapangan pekerjaan baru, krisis utang zona Euro yang sedang berlangsung, dan ketidakpastian atas nilai pagu utang AS.
Dua bulan sebelum kejadian itu, investor khawatir kongres tidak akan menaikkan pagu utang tepat waktu. Tanpa kemampuan untuk menerbitkan utang baru, pemerintah federal mungkin telah gagal membayar utangnya.
Angka tersebut tercata dua kali lipat lebih tinggi ketimbang titik tertinggi harga emas sebelumnya yakni US$1.032 per ons pada 2009. Di tahun itu, emas diperdagangkan secara mahal lantaran nilai dolar AS tengah melemah. Perlu diketahui bahwa pada saat itu, dunia sedang bertahap memulihkan diri dari krisis keuangan 2008.
Pada 23 Juli 2020, emas melampaui level tertinggi sebelumnya, ditutup pada US$1.882,35 per ons. Investor khawatir dengan resesi tahun 2020 yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Tanggal 7 Agustus 2020, emas mencapai rekor baru sepanjang masa sebesar US$2.062,5 per ons.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: The Balance
Bagikan artikel ini