Kasus kejatuhan platform kripto FTX yang sempat menghebohkan jagat kripto tahun lalu kini memasuki babak baru, yakni likuidasi aset bernilai jumbo. Namun, apa pengaruhnya peristiwa ini terhadap pasar kripto?
Tahun 2022 sepertinya menjadi periode “neraka” bagi pasar kripto. Betapa tidak, rentetan kabar nahas berskala besar di pasar aset digital secara tiba-tiba terjadi bersamaan di tahun tersebut, sebut saja runtuhnya nilai Terra Classic (LUNC) dan maraknya platform kripto yang bangkrut.
Namun, di antara seluruh peristiwa malang tersebut, terdapat satu peristiwa yang dianggap analis dan komunitas kripto akan memukul reputasi pasar kripto dalam jangka panjang, yakni drama mengenai kebangkrutan platform aset kripto FTX.
Sebelum kebangkrutan itu terjadi, FTX dikenal sebagai “bintang baru” platform exchange kripto yang dianggap punya prospek bisnis menjanjikan. Harapan itu wajar disematkan ke FTX mengingat perusahaan sukses menghimpun pendapatan mantap US$1,02 miliar di 2021.
Bahkan, kesuksesan FTX juga membuat pamor pendirinya, Sam Bankman-Fried, ikut naik daun.
Ia sempat dikenal sebagai salah satu tokoh pentolan kripto lantaran menjadi contoh nyata bahwa industri aset digital benar-benar bisa mengantar pelakunya menjadi miliarder. Sebagai buktinya, Bloomberg pada tahun lalu melaporkan bahwa Bankman-Fried memiliki kekayaan US$26 miliar pada puncak kejayaannya. Bahkan, Forbes juga sempat mendapuknya sebagai orang terkaya ke-41 di AS di jajaran Forbes 400.
Namun, bak disambar petir, masa keemasan FTX dan Bankman-Fried redup mendadak pada awal November 2022. Kala itu, CoinDesk melaporkan bahwa Alameda Research, sebuah firma trading yang terafiliasi dengan FTX dan dimiliki oleh Bankman-Fried, ternyata memiliki aset berjumlah jumbo dalam bentuk aset kripto besutan FTX, FTT.
Secara lebih rinci, CoinDesk menyebut bahwa Alameda menggenggam aset dalam bentuk FTT yang sudah tidak terkunci (unlocked) sebesar US$3,66 miliar sekaligus penjaminan investasi sebesar US$292 juta dalam bentuk FTT yang terkunci (locked).
Laporan itu sontak bikin pasar kripto panik. Pasalnya, mengingat nilai kapitalisasi pasar FTT di pasar kripto saat itu “hanya” US$5,1 miliar, maka nilai FTT berpotensi terjun bebas jika suatu saat Alameda mengalami nasib apes.
Selain itu, laporan CoinDesk itu juga mengindikasikan bahwa Alameda menggantungkan fondasi investasinya pada FTT, bukan pada uang fiat atau aset kripto lain yang lebih stabil. Kenyataan itu membuat komunitas kripto menuduh FTX dan Alameda telah bersikap lalai dalam mengatur aspek solvabilitasnya dan mengelola dana penggunanya.
Kabar CoinDesk itu pun membuat pasar kripto geger. Pemilik FTT kemudian berbondong-bondong melikuidasi koleksi FTT miliknya. Tak ketinggalan, platform kripto ngetop seperti Binance pun menjual FTT kepemilikannya beberapa hari setelahnya.
Hasilnya, seperti yang sudah bisa ditebak, FTT kemudian menjelma menjadi aset kripto rongsokan bernilai nihil. Kepanikan pasar pun tak bisa terelakkan lagi.
Kejatuhan nilai FTT pun mengantar FTX ke krisis likuiditas kronis. Akibatnya, pada 7 November 2022, FTX dilaporkan tengah berjibaku mendekati beberapa perusahaan modal ventura dan Binance untuk menolong likuiditasnya.
Untungnya, gayung pun bersambut. Binance dikabarkan bersedia mengakuisisi bisnis non-AS milik FTX di hari yang sama. Meski sayangnya, Binance mengurungkan niat tersebut setelah uji tuntasnya (due diligence) menyimpulkan bahwa FTX tidak layak untuk diakuisisi.
Lantaran sudah tak tahan dengan tekanan finansial, FTX dan Alameda pun terpaksa mengajukan kebangkrutan ke pengadilan kebangkrutan negara bagian Delaware, AS. Pengajuan itu diharapkan bisa membantu FTX dalam melakukan reorganisasi terhadap utang, aset, dan hubungan dengan mitra bisnisnya.
Pada September 2023, proses kebangkrutan itu memasuki babak baru. FTX dikabarkan tengah meminta restu regulator untuk melikuidasi aset kriptonya sebesar US$3,4 miliar. Namun pertanyaannya, seperti apa detail likuidasi aset tersebut?
Bagi FTX, likuidasi aset adalah hal krusial agar bisa dianggap sebagai perusahaan yang bangkrut secara legal. Selain itu, aksi ini perlu ditempuh agar FTX bisa menunaikan kewajiban-kewajiban keuangannya yang tertunda setelah mengalami krisis finansial di akhir tahun lalu.
Sebagai implikasinya, pada Agustus 2023, FTX pun mengajukan proposal terkait skema likuidasi aset kepada pengadilan kebangkrutan Delaware. Adapun keputusan mengenai persetujuan proposal itu akan terbit pada pekan ini.
Dalam dokumen tersebut, FTX berharap bisa melikuidasi aset kripto dengan total nilai US$3,4 miliar. Namun, seluruh aset kripto tersebut tidak seluruhnya dijual di waktu bersamaan. Rencananya, FTX berharap bisa menjual aset kripto hingga US$100 juta per pekan, di mana ambang batas itu bisa saja dikerek menjadi US$200 juta per pekan tergantung jenis token yang dilikuidasi.
Namun pertanyaannya, apa saja aset kripto yang rencananya bakal diobral oleh FTX?
Aset kripto yang bakal dilikuidasi FTX kemungkinan mencakup Solana (SOL) dengan nilai US$1,16 miliar, Bitcoin (BTC) senilai US$560 juta, Ethereum (ETH) senilai US$192 juta, dan beragam aset kripto lain seperti Ripple (XRP), Dogecoin (DOGE) dan Polygon (MATIC).
Tak cuma itu, FTX juga rencananya akan memulihkan aset senilai US$21,37 juta melalui gugatan hukum terhadap protokol kripto LayerZero. Namun, apa sejatinya alasan FTX menginisasi sengketa hukum dengan LayerZero?
Dalam dokumen yang diajukan ke pengadilan kebangkrutan Delaware Sabtu (9/9), FTX melaporkan bahwa LayerZero sempat menarik aset kripto seperti Avalanche (AVAX), MATIC, USDC, dan Binance Coin (BNB) berjumlah jumbo dari FTX beberapa pekan sebelum kejatuhannya.
Namun, FTX curiga dengan aksi transfer tersebut karena seluruh transaksi itu dilakukan dalam waktu berdekatan tanpa alasan valid. Oleh karenanya, tak heran jika kemudian FTX menuduh LayerZero telah melakukan aksi kecurangan transfer dan tak segan menyeretnya ke jalur hukum.
Tak puas sampai situ, FTX juga siap menagih aset kripto senilai US$13,07 juta dari mantan direktur operasional LayerZero Ari Litan dan anak usaha LayerZero, Skip & Goose, senilai US$6,65 miliar mengingat aset-aset yang ditarik dari FTX diduga mengalir ke wallet yang terkait dengan dua pihak tersebut.
Aksi yang dilakukan FTX sebenarnya wajar dilakukan oleh segelintir korporasi yang terpaksa bangkrut. Hanya saja, peristiwa itu akan memberikan sentimen signifikan terhadap pasar kripto jika pengadilan Delaware memberi lampu hijau atas skema likuidasi yang dimaksud.
Pertama, persetujuan skema likuidasi itu menjadi indikasi bahwa lembaga penyelesaian hukum AS benar-benar peduli dengan krisis likuiditas di industri kripto. Hal itu nantinya bisa membuka gerbang bagi percepatan penyelesaian perkara kebangkrutan yang melanda platform kripto lainnya.
Kedua, Sobat Cuan tak boleh lupa bahwa FTX adalah platform exchange aset kripto terbesar ketiga sejagat sebelum keruntuhannya. Sehingga, jika perkara ini menemui titik terangnya, maka kepercayaan investor terhadap industri kripto akan kembali terungkit. Hal ini nantinya bisa menggairahkan lagi permintaan di pasar kripto secara umum.
Apapun hasil yang diterbitkan pengadilan kebangkrutan, drama FTX mengingatkan bahwa masih terdapat obat untuk menyembuhkan penyakit kronis yang melanda pasar kripto sejak tahun lalu.
Justin Sun, pendiri TRON, sedang mempertimbangkan untuk mengajukan penawaran pembelian aset kripto yang tersisa dari FTX. Motivasi Sun adalah untuk mengurangi dampak penjualan aset FTX terhadap ekosistem kripto secara umum. Meskipun penjualan senilai $560 juta BTC tidak akan memengaruhi pasar Bitcoin secara signifikan, penjualan lebih dari $1 miliar SOL dan koin lainnya yang masih dipegang oleh FTX akan membuat harga token tersebut merosot tajam.
Dia mengumumkan hal tersebut melalui postingannya di Twitter. Namun, Sun telah menjadi pusat beberapa kontroversi di dunia kripto. Token asli perusahaannya, TRX, yang memiliki kapitalisasi pasar sekitar $7 miliar, telah kehilangan 74% nilai pasar sejak mencapai puncak tertinggi pada awal 2018. Pada Maret, Justin Sun bersama aktris Lindsay Lohan dan rapper Soulja Boy juga didakwa oleh Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC) atas tuduhan penipuan.
Menurut Coindesk, Justin Sun adalah salah satu pelanggan terbesar Valkyrie Investments. Penelitian menunjukkan bahwa Sun memiliki lebih dari $580 juta BTC yang disimpan di Valkyrie, yang merupakan 90% dari dana terbesar Valkyrie, yaitu Valkyrie Digital Assets LLC.
Jika Sun nantinya benar-benar menampung seluruh aset tersisa dari FTX, maka akan membuat Sun menjadi miliarder Bitcoin. Semoga saja hal itu menjadi kenyataan agar altcoin khususnya token-token yang dimiliki oleh FTX tidak mengalami kemerosotan harga dengan signifikan.
Bagikan artikel ini