Earnings Estimate adalah angka penting bagi investor sebelum mengikuti Earnings Call. Namun, apa itu Earnings Estimate?
Earnings Estimate atau perkiraan penghasilan adalah estimasi pendapatan perusahaan yang dibuat oleh para analis. Di setiap periode fiskal, baik kuartal, semesteran, maupun tahunan, para analis membuat model analisis yang dipadankan dengan kondisi fundamental dan penilaian terhadap manajemen untuk memproyeksikan laba dan pertumbuhan bisnis perusahaan.
Kalkulasi proyeksi pendapatan meliputi rencana proyek, arus kas, kondisi pasar dan faktor lain yang memengaruhi kelancaran bisnis perusahaan. Tentunya hasil perhitungan tersebut memberi gambaran yang lebih terperinci mengenai kondisi riil finansial perusahaan.
Bagi investor, Earnings Estimate adalah salah satu "amunisi" sebelum mengikuti Earnings Call. Investor dapat menggunakan prakiraan yang disusun analis untuk kemudian diperbandingkan dengan realisasi prestasi keuangan yang dirilis perusahaan pada hari itu.
Baca Juga: Laporan Posisi Keuangan
Dalam menyusun Earnings Estimate, analis biasanya akan mencari proyeksi pendapatan terlebih dulu sebelum nantinya mendapatkan nilai laba per saham (Earnings per Share/EPS) perusahaan.
Dalam hal ini, sang analis akan menyusun model estimasi pendapatan berdasarkan kalkulasi detail atas setiap penjualan jenis produk perusahaan berikut performa penjualannya. Oleh karenanya, nilai estimasi tersebut bisa saja mengalami revisi tiap kali ada perkembangan baru pada produk, servis, kesepakatan bisnis, hingga prospek pertumbuhan usaha di perusahaan tersebut.
Misalnya, untuk mengkalkulasi pendapatan perusahaan otomotif, analis akan melakukan identifikasi jenis-jenis produk otomotif apa saja yang dijual. Tiap-tiap produk tersebut memiliki tren penjualan dan besaran keuntungannya sendiri.
Selain mengalikan potensi penjualan dan keuntungannya, analis juga memperhitungkan persentase penjualan mobil secara umum berikut trennya. Termasuk di dalamnya kekuatan daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian secara umum. Nah, kemudian, faktor-faktor tersebut dimasukkan ke dalam model kalkulasi bagi tiap-tiap produk untuk memproyeksikan nilai penjualan produk otomotif tersebut.
Apabila kalkulasi tersebut selesai, sang analis kemudian akan menelurkan hasil estimasi pendapatannya. Biasanya, hasil proyeksi pendapatan itu tidak bersifat angka tunggal, melainkan dalam bentuk rentang nominal terendah hingga tertinggi. Meski memang, terdapat beberapa analis yang juga menyediakan nilai tengah dari rentang tersebut sebagai acuan utamanya.
Kemudian, analis juga akan mencari proyeksi beban yang kemungkinan diemban perusahaan di satu periode fiskal tertentu. Untuk meramal angka ini, sang analis akan berkaca pada total beban perusahaan di periode fiskal sebelumnya dan tantangan-tantangan atau pencapaian bisnis perusahaan.
Setelahnya, ia pun kemudian bisa menghitung estimasi laba/rugi yang ditorehkan perusahaan. Sang analis kemudian akan membagi proyeksi laba/rugi tersebut dengan total saham outstanding emiten untuk melihat estimasi laba per saham atau rugi per saham yang bakal diterima investor.
Asal tahu saja, estimasi laba tidak hanya dilakukan oleh satu analis atau lembaga saja. Terdapat banyak institusi mulai dari investment bank, manajemen investasi, hingga firma riset yang menghitung Earnings Estimate. Hanya saja, hasil proyeksi masing-masing lembaga tersebut pun berbeda satu sama lain.
Nah, untuk mengetahui pandangan umum lembaga analisis tersebut terhadap performa keuangan satu perusahaan, maka dunia finansial mengenal istilah yang disebut konsensus Estimate. Yakni, nilai rata-rata atas seluruh estimasi laba yang disusun oleh lembaga analisis.
Beberapa perusahaan riset investasi seperti Revinitiv dan Zacks Investment Research sengaja membuat kompilasi Earnings Estimate untuk mengalkulasikan konsensus Estimate, yang nantinya bisa dikutip oleh media bisnis dan lembaga lainnya.
Baca Juga: Kerap Jadi Acuan Investor, Apa Saja Komponen Laporan Keuangan?
Seperti yang disinggung sebelumnya, investor selalu melengkapi dirinya dengan Earnings Estimate sebelum mengikuti perhelatan Earnings Call satu perusahaan. Pasalnya, Earnings Estimate adalah proyeksi yang terkalkulasi dengan baik, sehingga investor bisa mengambil keputusan investasi dan mengevaluasi peluang investasinya berdasarkan informasi yang memadai.
Jika sang analis memproyeksikan pertumbuhan laba, maka sang investor tentu akan menahan atau bahkan menambah kepemilikan sahamnya. Begitu pun sebaliknya. Proyeksi laba yang mengecewakan tentu akan bikin investor pikir-pikir ulang untuk berinvestasi di saham tersebut.
Poin penting lainnya adalah peranan Earnings Estimate, khususnya konsensus Estimate, dalam mepengaruhi sentimen pasar dan harga saham satu perusahaan.
Sekadar informasi, Earnings Estimate bisa bervariasi tergantung pada lembaga penerbitnya. Namun, konsensus Estimate memberi perspektif yang lebih luas terhadap apa yang bakal dialami satu perusahaan nantinya.
Tak heran, konsensus Estimate kemudian jadi faktor penting dalam membentuk ekspektasi pasar. Pada akhirnya, ekspektasi inilah yang menggerakkan sentimen pelaku pasar dan perilaku jual-beli investor di bursa saham. Pada akhirnya, hal ini pun juga akan menciptakan dinamika harga saham di pasar.
Yang namanya ramalan tentu tidak selamanya tepat. Bahkan, ada kalanya kinerja keuangan perusahaan jauh lebih baik atau lebih buruk dibanding prediksi analis. Nah, kondisi ini pun kemudian disebut sebagai Earnings Surprises atau kejutan laba.
Terdapat dua jenis surprise yang bisa terjadi, yakni:
Positive surprise terjadi ketika laba per saham riil perusahaan ternyata lebih tinggi ketimbang estimasinya. Tentunya kondisi ini menjadi kejutan menyenangkan yang bikin sentimen pasar bergairah
Secara historis, harga saham emiten perusahaan yang mengalami Positive Surprise ikut bergerak lebih positif dari perkiraannya. Emiten yang konsisten mencetak laba per saham lebih tinggi dari estimasi analis biasanya punya performa harga saham yang menarik.
Namun, besarnya pengaruh Positive Surprise membuat perusahaan sering mengakali analis dengan mengatur kalkulasi ekspektasi yang lebih rendah. Tujuannya tentu agar ekspektasi tersebut bisa dikalahkan oleh realisasinya. Namun, strategi ini akan mencapai titik jenuh ketika perusahaan berkali-kali mencetak Positive Surprise.
Sebaliknya, jika realisasi laba per saham lebih rendah dari estimasinya, maka kejutannya jadi bersifat negatif. Alhasil, pelaku pasar pun kemudian akan bereaksi sinis terhadap kondisi tersebut.
Tak jarang, sentimen negatif yang tercipta dari kejutan negatif ini membuat performa harga saham perusahaan anjlok di bawah performa rata-rata industri.
Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Sumber: Wall Street Mojo, Investopedia
Bagikan artikel ini