Pekan keempat Februari masih menjadi perjuangan bagi emas setelah harganya dihajar habis-habisan oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Pada pekan lalu, harga emas yang dibuka di kisaran US$1.790 per ons harus ditutup melemah sekitar 1% ke kisaran US$1.770 per ons. Meski, beberapa analisis menunjukkan harga emas harusnya bisa bangkit pekan lalu.
Kenaikan imbal hasil obligasi AS masih didapuk sebagai biang kerok pelemahan harga emas. Pada akhir pekan lalu, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun bahkan ditutup di angka 1,4%, lebih tinggi dibanding puncak tertinggi pekan sebelumnya yakni 1,31%.
Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah tak hanya terjadi di AS, namun juga di beberapa belahan dunia lainnya. Di Australia, contohnya, imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun lompat 19 basis poin pekan lalu ke angka 1,73%.
Imbal hasil surat utang pemerintah AS yang melonjak tentu bikin investor tergiur menggenggamnya dan secara perlahan mulai tidak mengacuhkan emas. Kondisi ini cukup logis, mengingat investor tentu akan mengejar cuan dari obligasi ketimbang memegang emas yang tidak memiliki imbal hasil apapun.
Seolah tak cukup dihantam sentimen kenaikan imbal hasil obligasi, sentimen dovish yang dilontarkan oleh ketua bank sentral AS The Fed Jerome Powell juga bikin investor makin tak pede menggenggam emas.
Pada Rabu (24/2), Powell berujar di hadapan komite jasa keuangan Dewan Legislatif AS bahwa negara adidaya tersebut tak perlu mengkhawatirkan soal inflasi yang meroket di masa depan seiring ekonomi yang kian pulih. Ia mengatakan, AS baru boleh takut dengan inflasi jika harga-harga bergerak naik secara konsisten dan dalam jalur yang “bermasalah”.
Pernyataan tersebut tentu menurunkan selera investor dalam menggenggam emas. Sebab, emas selama ini dianggap sebagai aset pelindung nilai kekayaan yang terbaik di masa depan dari kikisan inflasi.
Baca juga: Obligasi AS Seret Harga Emas Hari Ini ke Level Terburuk dalam Sepekan
Pelaku pasar nampaknya masih perlu memantau ketat pergerakan imbal hasil obligasi AS. Apalagi, kini pemerintah AS nampaknya kian selangkah lebih maju untuk segera menggelontorkan stimulus fiskal jumbo US$1,9 triliun yang dicetuskan Presiden Joe Biden pada Januari lalu.
Pada Sabtu (27/2) waktu setempat, dewan legislatif AS sudah mengesahkan persetujuan awal dari rencana tersebut. Hanya saja, pemerintahan Biden masih perlu mengantongi izin Senat AS sebelum benar-benar menghamburkan stimulus tersebut. Adapun, fraksi Partai Demokrat di legislatif berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) stimulus tersebut sudah melayang ke meja Biden paling lambat 14 Maret mendatang.
Stimulus fiskal, jika disetujui, bisa menjadi angin segar bagi harga emas. Sebab, penggelontoran stimulus akan menambah jumlah uang beredar, sehingga melemahkan nilai dolar AS dan meningkatkan inflasi. Di waktu yang sama, investor tentu akan melindungi kekayaannya dari gerusan inflasi dengan berinvestasi di aset lindung nilai, seperti emas.
Baca juga: Harga Emas Bisa Bangkit di Akhir Februari Meski Babak Belur Pekan Lalu
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Bagikan artikel ini