Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Kamus

Inverted Yield Curve
shareIcon

Inverted Yield Curve

3247  dilihat·Waktu baca: 3 menit
shareIcon
Inverted Yield Curve

Inverted Yield Curve, atau kurva imbal hasil terbalik, adalah gambaran situasi di mana imbal hasil obligasi pemerintah jangka panjang lebih rendah dibanding obligasi bertenor pendek. Kondisi ini biasanya diartikan sebagai tanda-tanda resesi ekonomi yang akan melanda sebuah negara.

Biasanya, kurva imbal hasil normal akan menanjak dari sudut kiri bawah ke kanan atas, di mana sumbu X melambangkan tenor obligasi dan sumbu Y melambangkan tingkat imbal hasil. Dengan bentuk kurva seperti demikian, maka dalam kondisi yang normal, imbal hasil obligasi bertenor panjang akan lebih tinggi dibandingkan obligasi bertenor pendek.

Namun inverted yield curve menunjukkan hal sebaliknya. Lantas, kenapa kondisi ini bisa menjadi pertanda resesi?

Perlu diingat, bahwa imbal hasil obligasi merupakan cerminan dari risikonya (default risk). Jika imbal hasil obligasi membengkak, maka risiko gagal bayarnya juga semakin besar. Jika risiko besar itu terdapat pada obligasi jangka pendek, artinya risiko gagal bayar juga meningkat dalam waktu dekat. Artinya, kemunduran ekonomi akan segera terlihat di depan mata.

Secara historis, kondisi inverted yield curve telah memprediksi banyak resesi di Amerika Serikat. Contoh terbaru adalah ketika kurva imbal hasil sektor keuangan AS terbalik pada akhir 2005, 2006, dan sekali lagi pada 2007 sebelum akhirnya pasar ekuitas AS runtuh di 2008.
Karena korelasi historis ini, inverted yield curve seringkali dipandang sebagai perkiraan akurat atas titik balik sebuah siklus bisnis.
Baca juga: Apa Itu Yield?

Mengenal Inverted Yield Curve Lebih Jauh

Fenomena kurva imbal hasil terbalk bisa dlihat berdasarkan seluruh tipe-tipe instrumen investasi dengan aset dasar (underlying asset) berupa utang.

Agar fenomena ini bisa dibaca lebih akurat, biasanya aset yang diamati adalah surat utang yang memilki risiko gagal bayar mendekati nol (free of default risk). Aset-aset yang masuk ke golongan ini biasanya berbentuk obligasi pemerintah.

Dalam melihat fenomena inverted yield curve, para ekonom biasanya membandingkan dua jenis imbal hasil obligasi pemerintah, yakni yield dari surat utang bertenor dua tahun dan obligasi pemerintah bertenor 10 tahun. Jika selisih imbal hasil (spread) antara obligasi bertenor 10 tahun dibanding bertenor dua tahun semakin menyempit, maka kondisi inverted yield curve telah terjadi.

Perbandingan antara dua imbal hasil obligasi ini terbilang jitu dalam memprediksi resesi pada tahun berikutnya. Baru-baru ini di awal 2020, spread antara dua jenis obligasi tersebut mencapai angka minus di AS, menunjukkan bahwa resesi ekonomi tak bisa dibendung di negara adidaya tersebut.

Banner Blog Pluang

Hubungan Inverted Yield Curve dan Maturity

Imbal hasil biasanya akan lebih tinggi pada efek yang memiliki pendapatan tetap dengan tenor yang lebih lama. Semakin tinggi imbal hasil, maka premi risiko efek tersebut akan semakin tinggi.
Dengan asumsi ceteris paribus, harga obligasi bertenor panjang akan berubah seiring naik-turunnya suku bunga acuan. Sehingga, obligasi bertenor jangka panjang akan selalu memiliki risiko gagal bayar paling besar.
Namun, jika investor berpikir bahwa imbal hasil akan bergerak turun di jangka panjang, maka secara logis, mereka akan memburu obligasi bertenor panjang demi menghindari risiko. Alhasil, harga surat utang bertenor panjang akan meningkat dan menurunkan imbal hasilnya lebih dalam lagi.
Jika imbal hasil terus menurun, maka inverted yield curve tak terelakkan lagi.

Inverted Yield Curve dan Ekonomi

Bentuk kurva yield berubah sesuai dengan keadaan ekonomi. Kurva hasil normal atau naik dapat terjadi ketika ekonomi tumbuh, begitu pun sebaliknya. Bentuk kurva ini didasari oleh dua teori ekonomi utama: Teori ekspektasi dan teori liquidity preference.
Di dalam teori ekspektasi murni, tingkat imbal hasil di masa depan adalah rerata dari kumpulan imbal hasil jangka pendek. Sementara itu, teori liquidity preference menyiratkan bahwa investor lebih selera berinvestasi di obligasi berimbal hasil tinggi dan bertenor panjang sebagai “balas jasa” atas kerelaannya menempatkan uang di aset-aset tersebut.

Nikmati Keuntungan dengan Investasi Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!

Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!

Sumber: Investopedia

Ditulis oleh
channel logo

Linda Noviana

Right baner

Linda Noviana

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait

Net Operating Loss

Right baner
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1