Hawkish dan dovish adalah dua sikap bertolak belakang yang dilontarkan dua kubu pejabat moneter saat pertemuan petinggi bank sentral berlangsung. Kedua sikap punya pandangan berbeda dalam menyusun kebijakan moneter terkait pertumbuhan ekonomi dan inflasi ke depan.
Intinya. mereka yang memasang sikap hawkish menganggap bahwa pengetatan kebijakan moneter perlu dilakukan dalam menentukan nasib perekonomian suatu negara. Sementara itu, sikap dovish ditunjukkan mereka yang berpendapat sebaliknya.
Kedua sikap ini selalu muncul ketika pemangku kebijakan moneter urun rembuk dalam setiap pengambilan keputusan. Makanya, tak heran jika kedua istilah ini pun muncul, dan kini menjadi term umum di kalangan investor dan analis ekonomi dalam melihat sikap bank sentral.
Lantas, seperti apa tepatnya hawkish dan dovish?
Pejabat moneter yang berpandangan hawkish berpendapat bahwa rezim suku bunga yang tinggi harus dilakukan. Apalagi, ketika pertumbuhan ekonomi suatu negara tengah melesat dengan kencang.
Lantas, apa alasan mereka menginginkan kebijakan tersebut?
Sesuai teori ekonomi, dampak dari pertumbuhan ekonomi yang masif adalah inflasi yang tinggi. Jika tidak dikendalikan, inflasi akan membuat pertumbuhan ekonomi yang diupayakan terasa sia-sia, sebab nilai harta benda yang dimiliki masyarakat semakin tidak bermakna.
Dari sisi moneter, inflasi sendiri muncul akibat jumlah peredaran uang yang banyak. Hal itu akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa yang bisa melukai daya beli masyarakat. Sehingga, kondisi tersebut harus dikendalikan dengan mengerek suku bunga acuan.
Ketika suku bunga acuan meningkat, maka masyarakat akan mengerem belanjanya dan lebih memilih untuk menabung atau berinvestasi. Alhasil, inflasi pun dapat dikendalikan dengan baik.
Sikap seperti ini selalu muncul di setiap rapat kebijakan moneter. Hal ini dapat dimaklumi, sebab pejabat moneter yang hawkish selalu memutuskan pendapat berpatokan pada pengendalian inflasi.
Mereka meyakini bahwa suku bunga tinggi adalah cerminan pengendalian inflasi dari sisi moneter. Tak heran jika hawkish kerap menginginkannya tetap tinggi agar inflasi terjaga.
Baca juga: Yuk, Coba Diversifikasi Investasi dengan Teori Markowitz. Apakah Itu?
Kondisi bertolak belakang ditunjukkan oleh pejabat moneter yang berpandangan dovish. Mereka berpendapat bahwa suku bunga acuan harus dipasang rendah atas dasar memperkokoh pertumbuhan ekonomi.
Para dovish percaya bahwa ekonomi sebuah negara harus sehat dan dapat dinikmati secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat. Tak heran jika pendapat mereka berpatokan pada banyaknya lapangan pekerjaan baru yang terbentuk, kemudahan berusaha, pemerataan dan kesempatan yang sama untuk semua orang.
Nah, secara moneter, hal itu hanya bisa dilakukan dengan memasang suku bunga acuan rendah. Sebab, suku bunga rendah dapat menstimulasi investasi dan konsumsi, dua dari empat komponen utama pertumbuhan ekonomi.
Jika bunga bank terlalu tinggi, maka masyarakat akan menikmati kredit berbiaya mahal. Sehingga, dana himpunan masyarakat dalam bentuk tabungan tidak akan memberikan efek pengganda (multiplier effect) ke perekonomian secara luas.
Mereka yang dovish memahami bahwa bunga rendah dapat memicu inflasi. Namun, mereka percaya bawa inflasi tidak lebih penting ketimbang pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, keputusan para dovish umumnya adalah keputusan populis yang membuat mereka menang pemilihan umum.
Karenanya, banyak pemangku kebijakan adalah seorang dovish atau netral sebagaimana Jerome Powell yang duduk sebagai Ketua Federal Reserve saat ini.
Baca juga: Apa Itu Kebijakan Makroprudensial?
Tidak ada perseteruan yang lebih bermanfaat untuk disimak selain perang ideologis. Hal inilah yang membuat tiap pertemuan FOMC amat dinanti, bahkan hingga risalah rapat permenitnya. Baik hawkish dan dovish adalah dua pandangan yang valid atas pandangannya dalam mengambil kebijakan moneter.
Sebetulnya, istilah hawkish dan dovish tidak terbatas hanya pada anggota FOMC atau pengambil kebijakan moneter saja. Siapapun yang percaya bahwa kebijakan bunga tinggi, pengetatan moneter, dan pengurangan stimulus moneter adalah langkah terbaik guna memangkas inflasi dapat digolongkan sebagai hawkish.
Begitupun dengan dovish. Jurnalis dan politisi yang kadang ikut melobi agar bunga ditahan rendah dan stimulus dilancarkan adalah seorang dovish.
Baca juga: Apa Itu Non Farm Payrolls?
Keduanya, baik hawkish maupun dovish, adalah penyeimbang yang sama-sama menginginkan kebaikan bersama. Saat kebijakan dovish yang dilancarkan mulai membentuk agregat demand yang mengungkit inflasi secara tidak sehat, hawkish akan mengambil langkah tegas.
Sejarah juga mencatat terkadang seseorang yang dikenal sebagai dovish dapat berubah jadi hawkish dalam konteks berbeda, atau saat memang diperlukan. Contoh konkretnya terdapat di mantan ketua The Fed Janet Yellen.
Meski dikenal sebagai dovish, Yellen pernah menginisiasi perubahan arah kebijakan The Fed yang telah lama menahan suku bunga hampir 0%. Yellen menilai sudah saatnya The Fed menaikkan suku bunga acuannya guna merespons tingginya inflasi di AS.
Yellen bukan satu-satunya pembelot. Hal yang sama juga pernah dilakukan Alan Greenspan yang menjabat sebagai ketua The Fed pada tahun 1987 hingga 2006.
Selama itu, dia dikenal sebagai hawkish kawakan. Namun, Greenspan mulai berubah haluan sejak serangan 11 September 2001 dan berbagai kejadian yang terjadi selama pemerintahannya. Perlahan ia mulai mengadopsi nilai-nilai dovish dan mengimplementasikannya guna mengungkit perekonomian Paman Sam.
Sejak saat itu, tokoh moneter yang memimpin The Fed mulai berhaluan netral. Ia bisa menjadi hawkish dan dovish sesuai konteks dan kondisi yang berlangsung saat itu.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Investopedia, Yahoo Finance
Bagikan artikel ini