Rangkuman kabar Senin (21/2) mengulas perkembangan domestik dan mancanegara diantaranya eksekusi SUN ala "karpet merah" buat peserta tax amnesty jilid 2 dan Indonesia yang mulai say goodbye dengan Dolar AS! Simak ulasan lengkapnya!
Kementerian Keuangan menerbitkan dua seri Surat Utang Negara (SUN) secara private placement bagi peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau populer sebagai tax amnesty (pengampunan pajak) jilid 2.
Seri pertama yang ditawarkan pemerintah ialah FR0094 bertenor enam tahun. Dijual dalam mata uang Rupiah, FR0094 memiliki imbal hasil cukup menarik yakni 5,37% hingga 5,62%. Berikutnya, seri kedua yang ditawarkan pemerintah adalah seri USDFR0003 bertenor 10 tahun yang dijual dalam mata uang Dolar AS dengan yield 2,8% hingga 3,15%.
Transaksi dibuka pada Jumat (25/2) mendatang dengan periode settlement seminggu setelah transaksi. Lantaran skema penawarannya private placement, dua seri SUN tersebut hanya dapat dibeli melalui penyalur SUN utama yang berkewajiban melaporkan realisasi tiap tahun kepada Direktorat Jenderal Pajak hingga akhir masa investasi.
Kebijakan tersebut dapat meningkatkan kepemilikan domestik terhadap surat utang pemerintah. Semakin tinggi kepemilikan domestik di pasar obligasi pemerintah, maka volatilitas pasar surat utang di tengah tekanan capital outflow terkait kebijakan moneter The Fed pun akan berkurang nantinya.
Bank Indonesia menandatangani pembaruan perjanjian swap bilateral bersama Bank Sentral Australia terkait mata uang lokal masing-masing negara (Bilateral Currency Swap Arrangement/ BCSA). Secara singkatnya, maka perdagangan antara Indonesia dan Australia tak lagi membutuhkan Dolar AS sebagai mata uang utamanya.
Perjanjian tersebut berlaku efektif sejak 18 Februari 2022 hingga tiga tahun ke depan dengan nilai transaksi maksimal mencapai 10 miliar Dolar Australia atau Rp100 triliun.
Perjanjian BCSA dengan sejumlah negara mitra dagang, termasuk Australia, dapat mengurangi permintaan dalam negeri terhadap mata uang Dolar AS.
Menurunnya permintaan mata uang greenback tersebut dapat mengurangi tekanan fluktuasi nilai tukar Rupiah sekaligus meningkatkan nilai tawar mata uang domestik. Selain itu, Indonesia juga bisa mengamankan cadangan devisanya lantaran kebutuhan BI atas Dolar AS demi mengintervensi pasar valas juga akan berkurang.
Baca juga: Kabar Sepekan: Dunia Nyaris Perang, Inflasi Makin Garang
Presiden Amerika Serikat Joe Biden kabarnya menyepakati pertemuan diplomatik dengan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait ketegangan Rusia dengan Ukraina. Syaratnya, Putin harus memastikan tidak akan menginvasi Ukraina jika tidak mau terkena sanksi berat dari negara Paman Sam tersebut.
Pertemuan tersebut merupakan hasil "mak comblang" Presiden Prancis Emmanuel Macron. Saking niatnya, Macron sampai dua kali menelpon Putin untuk memastikan kesediaannya menempuh jalur diplomasi dengan bertemu Biden.
Macron mengklaim usahanya tak sia-sia, Putin setuju untuk mengikuti saran Macron menempuh jalur diplomasi. Jadi damai nih?
Jika ketegangan geopolitik di Eropa bisa mereda tanpa harus melibatkan peperangan, tentu akan berimplikasi positif terhadap dunia investasi dan harga minyak dunia yang sempat tertekan. Meredanya konflik juga berimplikasi pada surutnya ketidakpastian, yang sempat menyurutkan minat investasi kepada instrumen dan pasar yang lebih berisiko.
Selain itu, perdamaian dunia tentu akan membuat iklim kondusif bagi pertumbuhan ekonomi global di tengah upaya untuk pulih dari dampak pandemi berkepanjangan.
Inggris mencatat penjualan ritelnya berhasil tumbuh 1,9% pada Januari secara bulanan setelah susut 4% Desember lalu. Bahkan, volume penjualan ritel negara tersebut sukses tumbuh 9,1% dibanding tahun lalu!
Kembalinya niatan warga Inggris untuk belanja didorong oleh melandainya penyebaran COVID-19 Omicron di negara tersebut. Bahkan, saking semringahnya warga Inggris untuk cuci mata ke mal dan toko-toko, mereka pun mulai beralih berbelanja secara offline ketimbang daring. Buktinya, penjualan daring bulan lalu malah susut 25,3% meski volume penjualan secara keseluruhan menanjak.
Hanya saja, data tersebut juga menjadi sinyal bahwa inflasi Inggris bisa kian meradang dan akan terus kronis hingga April mendatang. Bank of England memprediksi indeks harga konsumen bakal terapresiasi 7,7% secara tahunan pada April nanti.
Situasi ekonomi yang berangsur kondusif pasca hantaman Omicron di Eropa terbukti meningkatkan daya beli masyarakat. Meski berimplikasi pada lonjakan inflasi, namun inflasi yang disertai dengan peningkatan daya beli berkonotasi positif ketimbang 'stagflasi' yang sempat mengurung benua biru dari pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang.
Sumber: CNN Indonesia, Bloomberg, CNBC Indonesia
Bagikan artikel ini