Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Berita & Analisis

Rangkuman Kabar: JHT Jadi Polemik, The Fed Janji Untuk Tetap 'Asik'
shareIcon

Rangkuman Kabar: JHT Jadi Polemik, The Fed Janji Untuk Tetap 'Asik'

14 Feb 2022, 11:44 AM·Waktu baca: 4 menit
shareIcon
Kategori
Rangkuman Kabar: JHT Jadi Polemik, The Fed Janji Untuk Tetap 'Asik'

Rangkuman kabar kembali hadir di hari kasih sayang, Senin (14/2). Kali ini, kondisi geopolitik di Eropa makin panas. Sementara itu, emosi pekerja di dalam negeri juga kian panas gara-gara polemik Jaminan Hari Tua (JHT). Yuk, simak selengkapnya!

Rangkuman Kabar Domestik

1. Kinerja Penjualan Eceran Membaik

Survei Bank Indonesia memproyeksikan perbaikan kinerja penjualan eceran pada bulan Januari 2022 berdasarkan kenaikan Indeks Penjualan Riil (IPR) sebesar 16% secara tahunan.

Angka ini memang lebih besar ketimbang Desember yakni 13,8%. Namun, jika dilihat pertumbuhan antar bulan, maka IPR Januari terkontraksi 2,4% sejalan dengan pola konsumsi musiman dimana masyarakat cenderung lebih konsumtif di akhir tahun.

Pertumbuhan terjadi pada seluruh kelompok komoditas, utamanya kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBM) dan kelompok sandang.

Apa Implikasinya?

Kenaikan penjualan eceran tentu menjadi bukti bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin moncer. Namun, kenaikan ini juga menjadi indikasi bahwa tekanan inflasi, termasuk inflasi inti, bakal meningkat di kemudian hari. Hal itu bisa menjadi pertimbangan Bank Indonesia (BI) untuk mengetatkan suku bunga acuannya.

2. JHT Jadi Polemik, Pemerintah Buka Suara

Kontroversi terkait aturan terbaru pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) masih berlanjut. Kini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akhirnya buka suara terkait hal tersebut.

Polemik JHT berawal dari terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur bahwa peserta BPJS Ketenagakerjaan baru bisa mengklaim JHT di usia 56 tahun. Aturan tersebut mendapat kritikan tajam dari serikat pekerja dan Komisi IX DPR RI lantaran bakal merugikan mereka yang terpaksa kehilangan pekerjaan di tengah pandemi COVID-19.

Namun, Ida berdalih bahwa aturan tersebut bertujuan untuk memperbaiki taraf hidup pekerja ketika memasuki usia pensiun nanti. Selain itu, ia memastikan bahwa dana JHT tidak akan dipakai oleh pemerintah.

Ia juga memastikan bahwa peserta BPJS Ketenagakerjaan tetap bisa mengajukan klaim JHT lebih cepat jika mereka telah menjadi peserta JHT minimal 10 tahun. Adapun nilai klaim maksimal yang dapat diajukan sebelum berusia 56 tahun ialah 30% dari total nilai JHT milik peserta.

Apa Implikasinya?

Ketentuan baru dalam proses klaim JHT memiliki implikasi memperkuat daya beli dan taraf hidup pensiunan di masa mendatang. Sehingga, ketika daya beli mereka membaik setelah pensiun, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa ajeg.

Hanya saja, kebijakan ini akan memberatkan peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di masa pandemi, terutama bagi mereka yang belum memiliki kepesertaan JHT selama 10 tahun. Kebijakan tersebut seharusnya dilengkapi payung hukum yang memastikan bahwa klaim JHT bisa dilakukan jika peserta mengalami kondisi-kondisi yang mendesak dan tidak bisa diduga sebelumnya.

Baca juga: Rangkuman Pasar: Dunia Lagi Gak Akur, IHSG & Kripto Tersungkur

Rangkuman Kabar Mancanegara

1. Rusia Siap Perang, Ekonomi Dunia Kena Getahnya

Perkembangan geopolitik di Eropa yang terus memanas pun akhirnya berimbas ke ekonomi.

Dampak pertamanya adalah kenaikan komoditas energi. Harga minyak dunia kini tembus US$100 per barel, level tertingginya sejak 2014, sementara harga gas di Eropa naik 14%.

Hal ini terjadi lantaran Rusia merupakan salah satu produsen minyak dan gas utama di dunia. Nah, jika lonjakan harga energi terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin inflasi energi akan menyerang ke seantero dunia.

Rupiah dan indeks domestik pun ikut kena getahnya dengan tingginya fluktuasi harian. Setelah terapresiasi sebesar 0,19% pekan lalu, hari ini rupiah terdepresiasi 0,15% menjadi Rp14.326 per. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun terpukul 1,19% hari ini.

Konflik Rusia dan Ukraina memanas pasca kantor berita Ukraina PBS melaporkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin siap menginvasi Ukraina pekan ini. AS pun mengatakan sudah 'meningkatkan kewaspadaannya' mengingat Rusia bisa saja menginvasi Ukraina 'kapan saja'.

Apa Implikasinya?

Tingginya tensi geopolitik membuat situasi ekonomi tidak pasti. Di saat seperti ini, pelaku pasar tentu akan menyimpan kekayaannya dalam bentuk aset aman alias safe haven. Oleh karenanya, jangan kaget jika harga emas bakal terus menanjak di kemudian hari.

Selain itu, tingginya inflasi akibat kenaikan harga komoditas energi juga bakal bikin bank sentral seantero dunia putar otak untuk meresponsnya. Nah, maka dari itu, pelaku pasar pun siap-siap untuk mendengar kebijakan moneter bank sentral yang bakal agresif.

2. The Fed: Terlalu Agresif itu Tidak Baik

Presiden San Francisco Federal Reserve Mary Daly menegaskan bahwa The Fed akan tetap 'berhati-hati' dalam mengetatkan kebijakan moneter ke depan. Komentar ini sekaligus memberi sinyal bahwa The Fed kemungkinan tidak akan grasak-grusuk dalam mengetatkan kebijakan moneternya sepanjang tahun ini.

Daly berpandangan bahwa kenaikan bunga acuan The Fed tetap akan berbasis data acuan dan penuh kehati-hatian. Ia juga menegaskan bahwa The Fed bakal teguh untuk mengerek suku bunga acuan pertama kalinya tahun ini pada Maret mendatang.

Daly melontarkan pernyataan tersebut untuk menenangkan investor dan pelaku ekonomi yang berspekulasi bahwa kenaikan bunga cuan bakal lebih cepat dan tinggi, bahkan menduga bahwa suku bunga acuan Fed bakal naik 50 basis points (bps) pada Maret mendatang.

Hanya saja, komentar Daly bertolak belakang dengan pernyataan salah satu pejabat The Fed lainnya, James Bullard. Pada pekan lalu, Bullard mengatakan bahwa The Fed justru 'punya kemungkinan' untuk mengerek suku bunga acuan hingga 50 bps.

Apa Implikasinya?

Kenaikan suku bunga Fed dapat memicu keluarnya para investor dari pasar keuangan negara berkembang dan instrumen berisiko tinggi untuk mencari instrumen yang lebih aman. Jika ini dilakukan dengan agresif, tentu dapat memengaruhi psikis para investor dan memicu kepanikan.

Nikmati Keuntungan dengan Investasi Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emasS&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!

Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang

Sumber: Bank Indonesia, Bloomberg

Ditulis oleh
channel logo

Galih Gumelar

Right baner

Galih Gumelar

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait
weekly news
Pasar Sepekan: Rusia Tabuh Genderang 'Perang', Market Ikut Bergelombang
news card image
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1