Rangkuman kabar Senin (25/10) mengungkap optimisme pemerintah terhadap pemulihan ekonomi. Selain itu, siapa sangka kini mesin ATM kripto lagi menjamur? Yuk, simak selengkapnya!
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal III mencapai 4,3% secara tahunan, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 4%.
Optimisme tersebut timbul dari pemulihan ekonomi yang ikut tercermin pada tumbuhnya penerimaan negara.
Hingga 30 September, realisasi penerimaan negara mencapai Rp1.354,8 triliun atau setara 77,7% dari target APBN 2021. Secara tahunan, realisasi penerimaan pajak tumbuh 13,2% sementara penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh signifikan 29%. Pos penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pun tumbuh tinggi 22,5% di periode yang sama.
Meski demikian, prakiraan ini lebih rendah dibandingkan realisasi kuartal II yakni 7,07%. Tak heran, sebab implementasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sempat menghambat aktivitas ekonomi triwulan lalu.
Pertumbuhan ekonomi yang mumpuni akan bikin investor semakin tergugah untuk masuk pasar berisiko, khususnya saham. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga bikin investor sektor riil tergerak untuk melakukan ekspansi usaha.
Pertumbuhan ekonomi kuartal IV sendiri diramal lebih cerah akibat kenaikan harga komoditas Oktober serta pulihnya ekonomi di berbagai belahan dunia lainnya. Hanya saja, sinyal-sinyal perbaikan ekonomi bisa memotivasi pemerintah dan bank sentral untuk mengetatkan stimulus ekonominya.
Defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) susut 33,7% secara tahunan menjadi Rp452 triliun, atau sekitar 2,74% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini masih di bawah target APBN 2021 yakni 5,7% dari PDB.
Keseimbangan primer, yakni selisih pendapatan dan belanja dikurangi bunga utang, ikut susut secara tahunan menjadi negatif Rp198,3 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, keseimbangan primer terbilang Rp446,5 triliun.
Susutnya defisit anggaran mengindikasikan konsolidasi fiskal tahun ini berjalan dengan baik. Artinya, jika pemerintah mampu menekan defisit APBN, maka kebutuhan utang pemerintah bisa ditekan. Sehingga, pemerintah tak perlu lagi terbebani untuk membayar ciclan utang dan bunga utang di APBN tahun berikutnya
Bank Indonesia mencatat jumlah uang beredar dalam arti luas sebesar Rp7.287,3 triliun atau tumbuh 8% secara tahunan pada September.
Faktor pendorong utama meningkatnya uang beredar ialah penyaluran kredit yang mulai tumbuh. Bulan lalu, penyaluran kredit mencapai 2%, melebihi pertumbuhan Agustus hanya 1%.
Kenaikan jumlah uang beredar adalah indikasi bahwa ekonomi Indonesia mulai pulih. Namun, kondisi ini tetap harus diwaspadai. Sebab, kenaikan jumlah uang beredar akan memicu kenaikan inflasi dari sisi permintaan. Sementara itu, kenaikan inflasi bisa mengancam upaya pemerintah dalam memulihkan ekonomi pasca dihantam pandemi COVID-19.
Baca juga: Kabar Sepekan: Ekonomi China Rontok, Harga Batu Bara Mendadak Anjlok
Coin ATM Radar mencatat bahwa instalasi baru Anjungan Tunai Mandiri (ATM) berbasis kripto di dunia mencapai 29.500 per Oktober, tumbuh hampir 100% dari 14.000 di Januari.
Sebanyak 42 perusahaan sudah memasang ATM tersebut, salah satunya raksasa waralaba ritel Amerika Serikat Walmart yang baru saja resmi memasang ATM Bitcoin di beberapa gerainya.
Meningkatnya instalasi ATM kripto, khususnya Bitcoin, akan meningkatkan permintaan dan volume transaksinya. Ini juga mengindikasikan bahwa mata uang kripto semakin diterima secara luas oleh masyarakat sebagai alat tukar. Jika adopsi masyarakat terus bertumbuh, bukan tidak mungkin pertumbuhan nilai Bitcoin ke depan akan semakin subur.
Minyak mentah jenis Brent masih mengalami lonjakan 1% menjadi US$86,34 per barel. Bahkan, pagi tadi harganya sempat menyentuh level tertingginya sejak Oktober 2018 yakni US$86,43.
Kenaikan juga terjadi pada West Texas Intermediate (WTI) yang mengalami apresiasi 1% menjadi US$86,34 per barel.
Banyaknya peralihan energi dari gas alam kepada minyak bumi membuat tren ini diperkirakan akan terus berlanjut. Para analis memprediksi harga minyak dunia dapat menyentuh angka US$90 per barel.
Terdapat sisi positif dan negatif yang diterima Indonesia dari kenaikan harga minyak bumi
Di satu sisi, sebagai negara net importir minyak, kenaikan harga minyak dunia akan mengerek nilai impor Indonesia. Kenaikan nilai impor, sayangnya, akan menggerus surplus neraca dagang Indonesia. Susutnya neraca dagang sendiri akan berimbas ke penurunan nilai cadangan devisa.
Selain itu, kenaikan harga minyak dunia juga akan mengerek tingkat inflasi domestik. Kondisi tersebut tentu akan menjadi “duri dalam daging” bagi upaya pemulihan ekonomi dalam negeri.
Namun, kenaikan harga minyak juga akan mempertebal kantong penerimaan negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan negara adalah poin krusial dalam keuangan negara, mengingat kebijakan anggaran Indonesia saat ini dan tahun depan masih bersifat ekspansif.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Reuters, Investing, Bank Indonesia, CNN Indonesia, Berita Satu
Bagikan artikel ini