Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) harus memasang raut kecut di penutupan perdagangan awal November ini lantaran nilainya jatuh ke zona merah. Tetapi, terbalik dengan IHSG, beberapa aset kripto justru menjalani hari ini dengan senyum lebar. Apa yang sebenarnya terjadi di kedua pasar tersebut?
IHSG menutup sesi perdagangan Senin (1/11) dengan bertengger di level 6.552,88 poin alias ambyar 0,58% dibanding sesi perdagangan sebelumnya. Sebuah peristiwa yang cukup miris mengingat IHSG terlihat mampu bertahan di zona hijau sepanjang sesi perdagangan.
Kuat dugaan, susutnya IHSG hari ini dipicu oleh panic selling investor. Mereka nampaknya cukup khawatir dengan kontraksi aktivitas manufaktur di China.
Mengacu laporan National Bureau Statistic (NBC) China, aktivitas manufaktur di negeri panda itu tercatat di level 49,2 pada Oktober. Nilai indeks tersebut turun dari bulan sebelumnya yakni 49,6.
Tak hanya itu, pelaku pasar juga nampaknya tengah ancang-ancang mengantisipasi aksi tapering yang akan dilancarkan bank sentral Amerika Serikat, The Fed. Mereka yakin otoritas moneter AS tersebut akan mengumumkan tapering pada rapat yang akan dihelat 3 hingga 4 November mendatang.
Kedua sentimen negatif ini patut disayangkan. Sebab, terdapat beberapa embusan angin segar dari dalam negeri yang seharusnya bisa bikin nilai IHSG kian terbang.
Salah satunya adalah indeks manufaktur (Purchasing Managers Index/PMI) Indonesia yang melesat ke 57,2 pada Oktober. Data PMI tersebut adalah level tertinggi yang ditorehkan Indonesia dalam lima tahun terakhir.
Data inflasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) pun tak kalah gemilang. Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia pada Oktober tercatat meningkat 0,12% dibandingkan bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi Oktober sebesar 1,66% juga lebih tinggi dari proyeksi BPS sebesar 1,62%.
Lunturnya nilai IHSG pun tak mengherankan jika berkaca pada aksi investor asing. Pada perdagangan hari ini, investor asing pun tercatat hanya melakukan nilai beli bersih sebesar Rp38,53 miliar.
Investor asing terlihat mengoleksi saham emiten bank raksasa seperti saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) masing-masing sebesar Rp73,8 miliar dan Rp64 miliar.
Adapun selama satu bulan belakangan, investor asing sudah memborong saham BBRI sebesar Rp7 triliun dan BMRI senilai Rp3 triliun. Alhasil, nilai saham BBRI loncat 6,55% sementara saham BMRI melompat lebih tinggi 10,81% sepanjang periode tersebut.
Investor nampaknya juga masih “social distancing” dengan saham-saham new economy. Tengok saja saham PT Bukalapak Tbk (BUKA) yang hari ini dilepas investor senilai Rp37,8 miliar. Tak heran, jika nilai saham BUKA tergerus 2,16% ke level Rp680 per saham pada hari ini.
Setali tiga uang dengan anak usahanya, salah satu pemegang saham BUKA, saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) juga tergelincir 3,64% ke level Rp1.855 per saham.
Baca juga: Rangkuman Pasar: ETH Capai All-Time High, IHSG Ikutan Manggung
Jelang akhir tahun, beberapa emiten properti sudah melaporkan laporan pra penjualannya alias marketing sales yang hasilnya terbilang tak mengecewakan. Bahkan, beberapa di antaranya terlihat cukup agresif.
Salah satu contohnya adalah PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang melaporkan pra penjualan senilai Rp6,1 triliun di triwulan III tahun ini. Capaian itu meningkat 29% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,7 triliun.
Anehnya, data kinclong tersebut tak sejalan dengan pergerakan saham perseroan. Nilai saham BSDE justru keok 1,35% ke level Rp1.095 per saham pada hari ini.
Emiten pengembang properti lainnya, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), juga tidak mau kalah memamerkan data pra penjualan yang manis. Bahkan, saking manisnya, perseroan sampai merevisi ke atas target pra penjualannya. SMRA diketahui merevisi target pra penjualannya pada tahun ini dari target sebelumnya Rp3,5 triliun ke Rp4 triliun.
Optimisme tersebut disandarkan pada raihan marketing sales triwulan III yang sudah mencapai Rp3,4 triliun. Sontak, harga saham perusahaan terdongkrak 1,64% ke level Rp930 per saham.
Tidak mau ketinggalan, PT Sentul City Tbk (BKSL) juga ikut percaya diri. Sampai September tahun ini, pendapatan perusahaan naik lebih dari 950% ke kisaran Rp2,6 triliun.
Adanya transaksi penjualan lahan siap bangun dan bangunan menjadi katalis positif dalam raihan pendapatan perusahaan di triwulan III lalu. Pada perdagangan hari ini, saham BKSL ditutup menguat 6,45% ke level Rp66 per saham.
Baca juga: Hingga Lebih dari Rp1 T, Kerugian Banjir Bisnis Ritel Diprediksi Paling Besar
Berbeda dengan pasar domestik, pasar aset kripto ternyata cukup bergairah hari ini.
Bitcoin (BTC) bertengger di level US$62.105 per keping pada Senin pukul 17.22 WIB, atau naik 2,12% dibanding sehari sebelumnya. Harga Bitcoin berhasil menguat tipis setelah pelaku pasar mengantisipasi produk Exchange Traded Fund (ETF) berbasis Bitcoin ketiga, yang gosipnya segera disetujui oleh regulator pasar modal AS (Securities and Exchange Commission).
Namun, kelompok altcoin nampaknya ogah tersaingi oleh BTC. Solana (SOL), misalnya, berhasil membukukan pertumbuhan nilai 10,96% dalam sehari terakhir seiring maraknya komunitas kripto yang berniat mengembangkan aplikasi keuangan terdesentralisasi (DeFi) di platform tersebut.
Selain itu, Polkadot (DOT) juga berhasil manjat 6,81% di periode yang sama. Nilai Polkadot nampaknya akan terus naik menjelang integrasi proyek desentralisasi milik pengembang ke sistem parachains Polkadot melalui skema lelang pada bulan ini.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Bagikan artikel ini