Liquidation value, atau nilai likuidasi, adalah nilai jual dari aset tetap sebuah perusahaan jika ia memutuskan tidak beroperasi lagi. Nilai likuidasi diterapkan untuk membanderol aset “bekas” milik perusahaan seperti properti, perlengkapan, peralatan, dan aset berwujud lainnya. Namun, aset tak berwujud (intangible asset) dikeluarkan dari perhitungan nilai ini.
Liquidation value biasanya lebih rendah dari nilai buku, tetapi lebih besar dari nilai residunya. Aset-aset tersebut bisa dijual tanpa keuntungan sama sekali karena perusahaan perlu mengumpulkan harta lancar, utamanya kas, sebanyak mungkin dalam waktu singkat.
Baca juga: Apa Itu Net Asset Value?
Terdapat empat tingkatan valuasi aset di dalam bisnis. Yakni, harga pasar, harga buku, harga likuidasi, dan harga residu. Setiap tingkatan nilai tersebut memberi pedoman bagi akuntan dan analis untuk mengklasifikasikan nilai agregat dari sebuah aset.
Harga pasar (market value) adalah valuasi tertinggi sebuat aset, di mana harga aset tersebut akan sama dengan harga aset baru yang dijual di pasaran. Sementara itu, nilai buku (book value) adalah nilai sebuah aset yang dicantumkan di dalam pembukuan perusahaan.
Kadang, nilai buku selalu berbeda dengan nilai pasarnya karena ada unsur inflasi dan depresiasi. Sehingga, aset yang tercantum di nilai buku bisa lebih rendah atau tinggi ketimbang nilai pasar.
Sementara itu, harga likuidasi, atau liquidation value, adalah harga sebuah aset ketika ia akan dijual atau dilikuidasi. Dengan menggunakan harga likuidasi, perusahaan itu akan menjual rugi asetnya karena ada penyesuian yang sebelumnya tercantum di harga buku.
Biasanya, akuntan dan analis akan menggunakan harga likuidasi untuk mengurus kepailitan dan kebangkrutan sebuah perusahaan.
Memang, liquidation value tidak mengikutsertakan aset tidak berwujud, seperti nama merek dan kekayaan intelektual, ke dalam perhitungannya. Namun, jika sebuah perusahaan akhirnya dijual ketimbang dilikuidasi, maka liquidation value ditambah dengan aset tidak berwujud akan menentukan keberlangsungan usaha (going concern) sebuah perusahaan.
Biasanya, investor yang kerap menggunakan strategi value investing akan melihat perbedaan antara kapitalisasi pasar saham perusahaan tersebut dengan nilai going concern-nya untuk menentukan apakah saham tersebut layak beli atau tidak.
Likuidasi adalah perbedaan nilai antara aset berwujud dan liabilitas.
Sebagai contoh, asumsikan perusahaan A memiliki liabilitas senilai US$550 ribu. Kemudian, asumsikan pula bahwa nilai buku aset tersebut adalah US$1 juta dan nilai residu senilai US$50 ribu. Terdapat pula asumsi lain, yakni penjualan seluruh aset tersebut bisa menghasilkan US$750 ribu dalam sebuah lelang.
Maka, liquidation value adalah harga lelang dikurangi liabilitas. Atau, US$750 ribu dikurangi US$550 ribu. Sehingga liquidation value aset tersebut senilai US$200 ribu.
Baca juga: Growth Investing vs Value Investing, Dahulukan yang Mana?
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Investopedia
Bagikan artikel ini