Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Kamus

Krisis Finansial
shareIcon

Krisis Finansial

0  dilihat·Waktu baca: 6 menit
shareIcon
Krisis Finansial

Krisis finansial adalah peristiwa yang dapat berbuah menjadi resesi ekonomi jika dibiarkan. Ketahui krisis finansial di sini!

Krisis Finansial Adalah Bencana Ekonomi

Krisis finansial adalah sebuah kondisi di mana masyarakat dan pemerintah dilanda kesulitan ekonomi dan membuat mereka dilanda rasa kepanikan ekstrem. Pada situasi tersebut, nilai aset terjun bebas, pelaku bisnis dan masyarakat kesusahan untuk melunasi utang-utangnya, sementara institusi jasa keuangan mengalami likuiditas yang seret.

Bagi kalangan ahli makroekonomi, krisis finansial adalah sebuah kondisi yang kerap dikaitkan dengan kepanikan masyarakat sehingga mereka memutuskan untuk menarik simpanannya dari bank secara massal (bank run).

Hal ini terjadi sebab mereka takut bahwa nilai-nilai asetnya turun sehingga mereka bakal kesusahan dalam mengonversi aset-asetnya menjadi uang kas. Selain itu, kepanikan itu muncul karena masyarakat panik bahwa mereka tidak bisa menarik uangnya dari bank karena lembaga tersebut tidak punya likuiditas cukup.

Selain bank run, situasi lain yang kerap dikaitkan dengan krisis finansial adalah kenaikan harga-harga aset secara tidak wajar (bubble), runtuhnya kapitalisasi pasar modal, dan jatuhnya nilai tukar mata uang satu negara.

Di samping itu, skala krisis finansial juga tidak terbatas pada ekonomi satu negara saja. Sebuah bencana bisa disebut sebagai krisis keuangan mulai dari kepanikan di industri jasa keuangan satu negara hingga kepanikan masyarakat global.

Lebih lanjut, banyak masyarakat yang menyamakan krisis finansial dengan resesi ekonomi. Meski terkesan mirip, namun keduanya adalah hal berbeda. Asal tahu saja, resesi ekonomi merupakan dampak yang bisa ditimbulkan oleh krisis finansial. 

Baca Juga: Debt Securities (Surat Utang)

Apa Saja Penyebab Krisis Finansial?

Krisis finansial adalah situasi yang disebabkan oleh sejumlah faktor pemicu. Berikut adalah beberapa di antaranya.

1. Aksi Spekulasi

Pada umumnya, krisis finansial terjadi setelah nilai sebuah atau beberapa aset dianggap berlebihan (overvalued) oleh sejumlah masyarakat karena munculnya aksi spekulasi. Anggapan itu pun memicu masyarakat untuk memborong aset yang dimaksud dan membuat nilainya menjadi mengangkasa dan tak masuk akal.

Namun, nilai aset yang menggembung ini pun lambat laun akan meledak karena masyarakat akhirnya memahami nilai intrinsik yang terdapat di dalam aset tersebut. Jika aset tersebut dijual kembali, maka nilainya pun bakal tak seberapa jika dibanding harga belinya.

Situasi yang mencemaskan ini pun memicu masyarakat untuk menarik aset-asetnya dari tempat lain, termasuk bank, demi mengamankan diri. Sehingga menimbulkan bank run dan menipisnya likuiditas perbankan.

2. Turunnya Nilai Tukar Mata Uang

Selain itu, turunnya nilai tukar mata uang adalah salah satu penyebab krisis finansial. Hal ini bisa disebabkan oleh beragam kemungkinan, seperti pergantian rezim standar nilai tukar hingga arus modal keluar (capital outflow) yang deras dari satu negara. Bahkan, depresiasi nilai tukar juga bisa disebabkan oleh minimnya cadangan devisa yang dimiliki otoritas moneter untuk menstabilkan nilai tukarnya.

Sayangnya, penurunan nilai tukar yang luar biasa akan menimbulkan perkara yang besar pula.

Depresiasi ekstrem nilai tukar akan menyebabkan nilai barang impor melonjak. Sementara itu, barang impor tentu digunakan oleh industri dalam negeri untuk memproduksi barang dan jasa atau dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Kondisi ini kemudian akan memicu inflasi jumbo dan menekan daya beli masyarakat.

Nah, jika masyarakat mengerem konsumsinya, maka porsi penghasilan yang bisa mereka tabung pun akan semakin menyusut. Akibatnya, perbankan pun akan kesulitan menghimpun sumber pendanaan dari nasabah.

Sementara itu, di waktu yang sama, pelemahan nilai tukar juga membengkakkan nilai utang luar negeri yang diemban pemerintah dan swasta. Melihat hal ini, masyarakat pun panik melihat kemungkinan bahwa pemerintah dan swasta tidak dapat melunasi utang-utang tersebut.

Akibatnya, masyarakat pun akan "menyelamatkan diri" dengan buru-buru mengonversi simpanannya ke mata uang asing sementara investor asing pun akan menjual asetnya di dalam negeri. Sayangnya, hal tersebut justru malah memperparah pelemahan nilai tukar dan memicu kepanikan berlebih di sektor jasa keuangan.

3. Instabilitas Situasi Politik

Di samping itu, faktor lain penyebab krisis finansial adalah ketidakstabilan situasi politik yang dialami satu negara.

Jika satu negara mengalami masalah seperti konflik antar golongan atau kudeta pemimpin, maka masyarakat merasa bahwa tinggal di negara tersebut dalam jangka panjang bukanlah ide yang baik. Akibatnya, mereka pun akan menarik seluruh aset-aset keuangannya di negara tersebut dan melarikannya ke negara lain yang lebih aman.

Namun, hal itu malah akan menimbulkan capital outflow dan seretnya likuiditas di dalam negeri. Alhasil, kepanikan di lembaga jasa keuangan pun tak terelakkan.

4. Kegagalan Kebijakan Ekonomi

Lebih lanjut, krisis finansial adalah, bisa jadi, merupakan buah dari kegagalan kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah.

Sebagai contoh, krisis finansial yang awalnya melanda satu lembaga keuangan bisa menjelma menjadi bencana keuangan berdampak sistemik jika pemerintah gagal menanganinya. Jika perkara itu dibiarkan berlarut-larut, maka yang kemudian terjadi adalah pelemahan pertumbuhan ekonomi atau bahkan resesi ekonomi.

Krisis Finansial Adalah Perkara yang Bisa Diatasi

Meski terkesan mengerikan, krisis finansial sejatinya adalah masalah yang bisa diatasi jika pemerintah atau otoritas moneter mau mengintervensi situasi tersebut. Lantas, apa saja intervensi yang umum dilakukan dalam merespons krisis tersebut?

1. Menggelontorkan Bantuan Likuiditas ke Perbankan

Ketika mengalami krisis finansial, institusi jasa keuangan memiliki likuiditas yang seret. Akibatnya, mereka membutuhkan bantuan likuiditas agar lembaga jasa keuangan mampu menunaikan kewajiban-kewajibannya di tengah kepanikan. Selain itu, bantuan likuiditas juga diperlukan sebagai jaminan bahwa nasabah dapat menarik simpanannya dari lembaga keuangan dengan aman meski didera situasi yang serba tidak pasti.

Khusus di Indonesia, Undang-Undang (UU) No.9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan mengamanatkan Bank Indonesia (BI) sebagai penyedia likuiditas pilihan terakhir (Lender of the Last Resort) baik di situasi krisis maupun normal. Dalam kerangka tersebut, BI dapat memberikan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek dan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek Syariah (PLJP/PLJP Syariah), serta Pinjaman Likuiditas Khusus (PLK) bagi perbankan nasional.

2. Kebijakan Moneter

Di samping itu, bauran kebijakan moneter juga diharapkan mampu meredakan luka yang ditimbulkan oleh krisis finansial. Dalam kondisi ini, otoritas moneter, seperti bank sentral, bisa melonggarkan beberapa kebijakan seperti giro wajib minimum (GWM) untuk meningkatkan likuiditas perbankan.

Selain itu, ketika krisis finansial berkembang menjadi resesi, bank sentral juga bisa mengimplementasikan penurunan suku bunga acuan agar masyarakat tergerak untuk konsumsi dan pelaku bisnis tergerak untuk melanjutkan kegiatan usahanya.

Contoh-contoh Krisis Finansial

Dalam tiga dekade terakhir, terdapat beberapa krisis finansial besar yang kerap dirujuk oleh ahli makroekonomi dan masyarakat secara umum, yakni.

1. Krisis Finansial Asia 1997-1998

Krisis finansial Asia bermula di Juli 1997 ketika nilai tukar Baht Thailand terhadap Dolar AS terperosok. Hal ini menyebabkan Thailand rela meninggalkan sistem kurs tetap dan beralih ke rezim nilai tukar mengambang (float rate) dan meroketkan nilai Dolar AS. Sayangnya, kondisi tersebut justru menular ke negara-negara lainnya, termasuk Indonesia, dan menyebabkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masing-masing negara tersebut meningkat.

2. Krisis Finansial Global 2007-2008

Satu dekade kemudian, giliran AS dan negara-negara Eropa yang mengalami krisis finansial, yang digadang merupakan bencana keuangan terparah sejak The Great Depression di 1929.

Peristiwa ini bermula ketika harga rumah di AS mengalami bubble dan mencapai puncaknya di 2006. Hal itu pun membuat broker hipotek dan bank untuk merelaksasi syarat-syarat pengajuan kredit aset tersebut. Sebagai hasilnya, mereka pun menawarkan subprime mortgage, yakni hipotek "ecek-ecek" dengan risiko gagal bayar tinggi dan bunga tinggi, agar semakin banyak masyarakat mau mengambil kredit itu.

Rupanya, lembaga-lembaga tersebut "mengemas" hipotek berkualitas "buruk" itu ke dalam sebuah instrumen bernama Mortgage-Based Securities (MBS) dan menawarkannya ke investor institusi.

Hasilnya, seperti yang sudah ditebak, harga rumah pun runtuh. Nasabah subprime mortgage pun tak mampu melunasi utang-utang berbunga jumbo itu. Hal itu pun berdampak kepada imbal hasil MBS dan pada akhirnya menyebabkan keguncangan di sistem finansial AS.

3. Pandemi COVID-19 2020

Salah satu contoh krisis finansial lain adalah jatuhnya nilai pasar saham akibat pandemi COVID-19 yang terjadi 2020 silam. Pada Februari hingga 23 Maret 2020, nilai S&P 500 melorot lebih dari 30% akibat kepanikan investor dan ketidakpastian mengenai berakhirnya wabah tersebut. Untungnya, pasar saham berhasil memantul kembali dan S&P 500 bahkan menyentuh rekor-rekor terbarunya setahun kemudian.

Mulai Perjalanan Investasimu dengan Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi Saham ASindeks saham ASemas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!

Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!

Referensi: Investopedia, Bank Indonesia

Ditulis oleh
channel logo

Galih Gumelar

Right baner

Galih Gumelar

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait

Kebijakan Makroprudensial

Right baner
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1