Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Kamus

Crowding Out Effect
shareIcon

Crowding Out Effect

9423  dilihat·Waktu baca: 4 menit
shareIcon
Crowding Out Effect

Crowding out effect adalah sebuah teori ekonomi yang menggambarkan bahwa pemerintah sedang getol-getolnya mencari pendanaan demi belanja sektor publik yang jor-joran. Akibatnya, seluruh uang beredar di suatu negara akan terserap ke kantong pemerintah, dan tak ada lagi sisa uang beredar untuk mendanai proyek-proyek bisnis sektor swasta.

Salah satu bentuk umum dari crowding out effect adalah ketika pemerintah meningkatkan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) demi membiayai belanjanya.

Kondisi tersebut dipercaya akan melemahkan dunia usaha. Apa alasannya?

Kenaikan penerbitan SUN kemungkinan akan dibarengi dengan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah. Akibatnya, masyarakat akan lebih memilih menggenggam surat berharga tersebut ketimbang menabungnya di bank. Hal itu bisa terjadi selama tingkat imbal hasil tabungan lebih kecil dibandingkan imbal hasil menggenggam obligasi negara.

Jika minat menabung di bank menipis, maka bank akan kekurangan dana untuk disalurkan sebagai pinjaman ke sektor usaha. Sehingga, untuk menarik minat menabung masyarakat, bank akan menaikkan tingkat suku bunga simpanannya. Sayangnya, kondisi tersebut nantinya juga akan meningkatkan cost of borrowing dari kredit usaha.

Baca juga: Resesi Ekonomi Tetap Cuan! Ikuti 5 Langkah Ini Agar Portofolio Investasi Aman!

Crowding Out Effect adalah Teori Sejak Zaman Dulu

Teori crowding out effect sendiri telah menjadi bahan diskusi para ekonom selama berabad lamanya. Ini lantaran crowding out effect sudah terjadi sejak dulu, meski dalam bentuk yang berbeda dibanding saat ini.

Pada zaman dulu, crowding out effect terjadi karena masyarakat meyakini bahwa sirkulasi modal usaha sangat terbatas. Sebab, negara-negara di zaman dulu masih memiliki volume perdagangan internasional yang rendah. Sehingga, arus modal dan sumber pendanaan usaha pun dianggap “terkurung” dalam batas-batas administrasi masing-masing negara.

Lantas, apa yang dilakukan pemerintah zaman dulu jika ingin jor-joran belanja publik? Nah, pemerintah kemudian akan meningkatkan tarif pajaknya, sehingga uang beredar di masyarakat akan lari ke kantong pemerintah. Ujung-ujungnya, uang menjadi “langka”. Sumber modal demi mendanai kegiatan dunia usaha pun kian seret.

Crowding Out vs Crowding In

Di sisi lain, teori makroekonomi seperti seperti Chartalism dan Post-Keynesian mengatakan bahwa tingginya dana masyarakat yang diserap pemerintah sejatinya tetap berdampak baik bagi ekonomi. Sebab, di dalam ekonomi modern, dana yang diserap pemerintah bisa ditransformasikan menjadi berbagai lapangan pekerjaan baru. Di mana, kondisi itu juga bisa meningkatkan konsumsi dan tabungan masyarakat di kemudian hari.

Kondisi ini pun kemudian umum dikenal sebagai crowding in effect. Saat ini, teori tersebut sedang diteliti oleh para ekonom dunia. Terutama, setelah menyaksikan bahwa suku bunga AS ternyata turun akibat penerbitan obligasi pemerintah yang agresif di kala resesi AS tahun 2007 hingga 2009.

Baca juga: Apa Itu January Effect?

Crowding Out Effect adalah Teori Ekonomi yang Memiliki Beragam Bentuk

Selain hal yang telah disebutkan di atas, ternyata terdapat bentuk-bentuk lain dari crowding out effect. Apa saja?

1. Crowding Out Effect di Kesejahteraan Sosial

Crowding out effect dapat terjadi di bidang kesejahteraan sosial. Sebagai contoh, jika pemerintah menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) korporasi demi mendanai program bantuan sosial, maka laba bersih badan usaha pun akan menurun. Akibatnya, perusahaan-perusahaan tersebut juga akan memiliki sedikit uang untuk berkontribusi secara sosial.

Bahkan, hal tersebut bisa mempengaruhi kinerja usaha perusahaan tersebut. Asal, sektor usaha utama perusahaan tersebut “bertabrakan” dengan program pemerintah yang dimaksud.

Misalnya, jika pemerintah menaikkan PPh badan demi memperluas program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), maka nantinya jumlah populasi yang memiliki asuransi kesehatan akan meningkat.

Hal ini tentu akan mempersempit jumlah potensi konsumen bagi perusahaan asuransi. Akibatnya, pendapatan perusahaan asuransi akan berkurang, dan bisa jadi mereka akan meningkatkan iuran preminya. Namun, kondisi tersebut tentu akan menjadi bumerang bagi perusahaan asuransi lantaran masyarakat tentu akan lebih memilih menjadi peserta JKN.

2. Crowding Out Effect di Sektor Infrastruktur

Salah satu bentuk crowding out effect lain adalah di bidang infrastruktur. Ketika pemerintah menyerap banyak uang masyarakat untuk membangun sarana dan prasarana, maka kesempatan pihak swasta untuk berpartisipasi di dalamnya ikut menciut. Bahkan, bisa jadi dunia usaha enggan menggarap sektor tersebut karena tak akan menghasilkan keuntungan apapun.

Contoh Crowding Out Effect di Indonesia

Salah satu contoh kasus crowding out effect di Indonesia pernah terjadi pada 2019 lalu. Kala itu, perbankan dan pemerintah tengah berebut likuiditas yang cukup sengit, yang berhulu dari keputusan pemerintah untuk menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel tiga kali di awal tahun itu.

Di kuartal I 2019, pemerintah tercatat menerbitkan tiga kali SBN ritel, yakni Saving Bond Ritel (SBR) 005, Sukuk Tabungan (ST) 003, dan Sukuk Ritel (SR) 011. Seluruh SBN ritel tersebut ditawarkan dengan imbal hasil yang lebih tinggi ketimbang deposito. Hal itu menyebabkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) melambat, sementara tingkat pertumbuhan kredit terus melesat.

Akibatnya, perbankan mengaku kurang “darah” dalam menyalurkan kredit. Apalagi, setelah melihat rasio pembiayaan terhadap simpanan (Loan-to-Deposit Ratio/LDR) perbankan yang kala itu cukup sempit, yakni berkisar di 93%. Perbankan pun kemudian menduga telah terjadi crowding out effect sebagai imbas dari langkah pemerintah tersebut.

Baca juga: Apa itu Spillover Effect?

Nikmati Keuntungan dengan Investasi Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!

Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!

Sumber: Investopedia

Ditulis oleh
channel logo

Galih Gumelar

Right baner

Galih Gumelar

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait

Non-Fungible Token (NFT)

Right baner
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1