NVIDIA capai valuasi US$3 triliun dan kolaborasi dengan Foxconn bangun pusat data AI 100 MW. Peluncuran GPU RTX 5060, dominasi pasar AI, dan strategi manufaktur jadi kunci pertumbuhan—meski tantangan infrastruktur dan regulasi membayangi. Baca selengkapnya!
Miliki saham $NVDA mulai dari Rp10.000 dan tingkatkan potensi profit hingga 4x dengan fitur Leverage.
💸Nikmati 0% bunga leverage hingga tanggal 31 Mei 2025💸
Maksimalkan peluang profit kamu dengan beli Call Options.
💸Nikmati biaya trading gratis hingga $30 selama 30 hari sejak transaksi options pertama khusus untuk pengguna baru Options!💸
Beli Call Options $NVDA di Sini!
NVIDIA Corp adalah perusahaan teknologi yang berfokus pada pengembangan dan produksi chip semikonduktor serta Unit Pemrosesan Grafis (GPU) demi kegiatan gaming, pertambangan aset kripto, dan penggunaan profesional. Selain itu, NVIDIA juga menyediakan prosesor inti bagi ponsel pintar dan perangkat otomotif.
Sejak didirikan 1993 silam, NVIDIA kini menjelma menjadi salah satu perusahaan teknologi paling bonafide sejagat. Per tanggal 12 Mei 2025, nilai kapitalisasi pasarnya sukses menembus US$3 triliun.Selain itu, Nvidia juga kini dikenal sebagai anggota The Magnificent 7, yakni tujuh perusahaan teknologi paling top di AS.
Saat ini, perusahaan memfokuskan aktivitasnya pada lima segmen bisnis utama. Kelimanya diproyeksikan akan menyumbang pendapatan US$43.2 miliar bagi perusahaan di 1Q26, tumbuh 66% dibanding setahun sebelumnya.
Kelima segmen bisnis itu terdiri dari:
Meski menancapkan kuku kuat di sektor teknologi, NVIDIA sejatinya masih memiliki pesaing yang siap menjegalnya di kompetisi industri chip, seperti Intel Corp, Advanced Micro Device Inc (AMD) dan Qualcomm.
Dalam langkah terbaru yang menunjukkan ambisi NVIDIA di ranah AI, perusahaan menggandeng Foxconn—produsen elektronik kontrak terbesar di dunia—untuk membangun pusat data AI secara bertahap. Proyek ini diumumkan oleh Chairman Foxconn, Young Liu, dalam ajang Computex di Taipei. Fasilitas ini diproyeksikan memiliki kapasitas daya sebesar 100 megawatt saat selesai dibangun.
Namun, Foxconn belum mengumumkan rincian lebih lanjut mengenai jadwal atau tahapan proyek ini. Kapasitas listrik sebesar itu menunjukkan betapa besar konsumsi energi pusat data AI, yang menurut prediksi akan mencapai 68 gigawatt secara global pada 2027—setara dengan kapasitas total listrik negara bagian California.
Diperkirakan, infrastruktur AI akan mengonsumsi sekitar 2% dari total listrik global pada 2025. Artinya, ketersediaan daya listrik kini menjadi faktor penentu dalam pemilihan lokasi pembangunan pusat data, bahkan lebih penting dari ketersediaan lahan atau tenaga kerja. Pendekatan bertahap yang dipilih Foxconn mencerminkan kesadaran atas tantangan infrastruktur ini.
Namun, langkah ini juga menandai kehati-hatian Foxconn setelah sebelumnya sering dikritik karena proyek-proyek teknologi ambisius yang tidak sesuai janji. Contohnya termasuk proyek LCD US$10 miliar di Wisconsin yang akhirnya direvisi drastis menjadi hanya US$672 juta, serta beberapa proyek di India dan Pennsylvania yang tak pernah terealisasi.
Ukuran pasar semikonduktor global diperkirakan bernilai US$611.35 miliar pada tahun 2023 dan diproyeksikan tumbuh dari US$681.05 miliar pada tahun 2024 menjadi US$2,062.59 miliar pada tahun 2032, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 14.9% selama periode perkiraan (2024-2032).
Pertumbuhan ditopang oleh beberapa aspek seperti pertumbuhan yang cepat dari industri elektronik, peralatan industri, otomotif, jaringan dan komunikasi, dan pemrosesan data. Selain itu, meningkatnya popularitas teknologi terbaru seperti kecerdasan buatan (AI) dan Internet of Things (IoT) yang memungkinkan chip memori untuk memproses volume data yang sangat besar dalam waktu yang lebih singkat diharapkan dapat memberikan peluang pertumbuhan kepada para pelaku pasar di masa mendatang.
Sebagai market leader di pasar chip AI global dengan pangsa pasar lebih dari 80%, bahkan mencapai sekitar 88% pada kuartal pertama 2024. Dalam pasar GPU untuk AI, pangsa pasar Nvidia diperkirakan antara 70% hingga 95%, tergantung pada segmennya.
NVDA sendiri memiliki relationship client yang kuat, misalnya Amazon Web Services (AWS), Google Cloud, dan Microsoft Azure menggunakan perangkat keras NVIDIA untuk beban kerja AI dan pemrosesan data besar. Selain itu, Tesla, dan Audi telah mengintegrasikan teknologi AI NVDA ke dalam kendaraan mereka.
Selain itu, terdapat anggaran CAPEX untuk AI yang besar yang juga mendukung thesis ini misalnya seperti
Nvidia akan meluncurkan kartu grafis GeForce RTX 5060 pada 19 Mei 2025, dengan harga mulai dari $299 untuk varian desktop. GPU ini menggunakan arsitektur Blackwell dengan proses 5nm dan chip GB206-250-A1, serta dilengkapi dengan 3.840 CUDA cores dan 8GB GDDR7. Salah satu fitur unggulan dari RTX 5060 adalah dukungan untuk DLSS 4, yang menawarkan peningkatan performa grafis melalui teknologi Multi Frame Generation (MFG), serta kemampuan ray tracing dan tensor cores yang lebih baik untuk pengalaman gaming lebih realistis. GPU ini juga mendukung DirectX 12 Ultimate, yang memungkinkan pemanfaatan fitur-fitur grafis canggih seperti ray tracing dan variable-rate shading. Versi laptop RTX 5060 juga akan dirilis dengan harga mulai dari $1.099, memberikan performa tinggi dalam perangkat portabel untuk gaming dan pekerjaan kreatif.
Meskipun harga resmi RTX 5060 adalah $299, ada kekhawatiran bahwa harga di pasar ritel mungkin akan lebih tinggi karena tren markup pada GPU-GPU sebelumnya. Ketersediaan yang terbatas, termasuk Founders Edition, juga dapat mempengaruhi harga dan pasokan di pasar. Kartu grafis ini dirancang untuk memberikan performa optimal pada resolusi 1080p hingga 1440p, dengan dukungan untuk game-game AAA terbaru. Beberapa game seperti MechWarrior 5: Clans dan New World: Aeternum telah mengumumkan kompatibilitas dengan teknologi DLSS 4 yang dimiliki RTX 5060. Dengan kombinasi harga yang lebih terjangkau dan fitur-fitur canggih, RTX 5060 menawarkan pilihan menarik bagi gamer mainstream yang ingin merasakan pengalaman gaming modern tanpa mengeluarkan biaya yang terlalu tinggi.
Nvidia menguasai sekitar 80% hingga 85% pangsa pasar GPU gaming global, menjadikannya pemimpin pasar yang jauh di depan pesaing utama, AMD. Ini mencakup GPU untuk desktop, laptop gaming, dan konsol. Seri GeForce Nvidia adalah lini produk yang paling dikenal di kalangan gamer, termasuk kartu grafis seperti GeForce RTX 30 dan GeForce RTX 40. GPU ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan para gamer yang mencari performa tinggi dalam gaming AAA dan eSports.NVDA juga memiliki teknologi canggih seperti:
- Ray Tracing dan DLSS: Nvidia memimpin inovasi di sektor gaming dengan teknologi Ray Tracing (pencahayaan realistis dalam game) dan DLSS (Deep Learning Super Sampling), yang meningkatkan performa grafis dengan mengoptimalkan kualitas gambar tanpa mengurangi framerate. Teknologi ini memberi pengalaman gaming yang lebih realistis dan lebih halus, yang banyak dihargai oleh para gamer dan developer game.
- RTX 40 Series: Seri terbaru Nvidia, yaitu RTX 4090 dan RTX 4080, menawarkan kinerja yang sangat tinggi, yang memberikan pengalaman gaming 4K yang sangat mulus dan mendukung pengembangan game berbasis AI dan ray tracing tingkat lanjut.
Walaupun demikian, NVDA juga masih memiliki pesaing utama seperti AMD dan Intel untuk segmen gaming.
Diproyeksikan pada 1Q26, NVDA memiliki pendapatan sebesar US$43.2 miliar atau bertumbuh 66% YoY. Pendapatan perusahaan di topang oleh segmen data center yang diproyeksikan akan memiliki pendapatan sebesar US$39 miliar atau 90% dari total penghasilan NVDA.
Revenue data center berasal dari penjualan chip untuk server, cloud computing, dan aplikasi kecerdasan buatan (AI) yang sangat bergantung pada GPU untuk mempercepat pemrosesan data dan pembelajaran mesin. Nvidia menjual GPU Tesla dan A100 Tensor Core untuk aplikasi kecerdasan buatan (AI), yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Amazon, Google, dan Microsoft di pusat data mereka.
Dengan pengembangan sistem data center-nya dengan baik, monetisasi yang tercipta dari segmen tersebut pun terbilang sangat mumpuni. Sehingga Nvidia mampu dan berhasil menciptakan margin laba kotor yang mantap berkat skala ekonomis yang sangat tinggi. Margin laba kotor perusahaan di 1Q26 (estimate) diproyeksikan sebesar 71%. Selanjutnya, untuk bottom line diproyeksikan pada 1Q26, EPS perusahaan diproyeksikan berada di level US$0.9 dengan growth 49.43% YoY.
Nvidia sangat fokus pada R&D, dan sebagian besar anggaran R&D mereka diarahkan pada pengembangan teknologi AI. Dalam laporan keuangan terakhir, Nvidia mengalokasikan sekitar 20% dari total pendapatan untuk riset dan pengembangan, yang mencakup berbagai teknologi canggih, termasuk AI. Pada tahun fiskal 2025, Nvidia diperkirakan akan menghabiskan lebih dari $4.5 miliar hingga $5 miliar untuk R&D, sebagian besar difokuskan pada pengembangan dan optimasi GPU untuk AI serta chip tensor yang digunakan dalam deep learning dan machine learning.
Secara keseluruhan, NVIDIA memang terbilang menganggarkan biaya RnD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kompetitornya. Hal ini semestinya bisa mendorong NVIDIA dalam menciptakan produk-produk anyar yang nantinya diharapkan bisa menguasai pasar terlebih dulu dibanding pesaing-pesaing sengitnya.
Menurut konsensus Bloomberg, harga wajar saham NVIDIA ($NVDA) berada di US$161.82. Lebih lanjut, apabila ditilik dari rasio harga saham terhadap labanya (rasio P/E), valuasi NVDA saat ini berada di angka 24.8x PE atau lebih “murah” dibandingkan rata-rata kompetitornya sebesar 26x PE. Selain itu, secara historical, PE dari NVDA juga berada di level -1stdev dari rata-rata PE selama 5 tahun.
Hal ini menandakan bahwa harga saham NVDA sudah murah walaupun perusahaan memiliki kinerja keuangan yang memiliki growth yang fantastis dan terus berinovasi di tengah kondisi ekonomi dan industri yang tak menentu.
Pada tahun buku 2024, 17% dari total pendapatan NVIDIA berasal dari China. Sehingga, lambatnya pemulihan ekonomi di China serta adanya tarif impor dari AS ke China (pembalasan atas Trump Tarif) dapat berdampak pada permintaan komputer dan pada akhirnya bisa ikut memperlambat pertumbuhan produk perusahaan, terutama pada segmen data center.
NVIDIA menghadapi risiko terkait regulasi, terutama yang berkaitan dengan pembatasan ekspor teknologi canggih ke pasar seperti China. Pemerintah AS telah menerapkan pembatasan ekspor chip AI ke China, yang dapat mengurangi pendapatan perusahaan di pasar besar ini. Selain itu, ada potensi dampak dari kebijakan antimonopoli atau investigasi regulasi di berbagai negara.
NVIDIA telah mengandalkan permintaan yang sangat besar untuk chip AI dan GPU (Graphics Processing Units) untuk memberikan pertumbuhan yang signifikan. Jika permintaan untuk teknologi AI melambat atau mengalami penurunan, ini dapat berdampak negatif pada pendapatan dan harga saham NVIDIA.
NVDA harus terus berinovasi mengembangkan teknologi AI di berbagai segmen bisnisnya agar tidak kalah bersaing dengan kompetitornya seperti AMD.
Sebagai perusahaan teknologi, perusahaan harus berani untuk menggelontorkan biaya RnD yang semakin jumbo untuk membuat terobosan baru agar tidak tertinggal dengan kompetitornya yang berisiko membuat NVIDIA kehilangan pangsa pasarnya.
Marcella Kusuma
Marcella Kusuma
Bagikan artikel ini