Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Blog

Mengenal Bitcoin Death Cross, Buah Bibir di Pasar Kripto Belakangan Ini
shareIcon

Mengenal Bitcoin Death Cross, Buah Bibir di Pasar Kripto Belakangan Ini

28 Jun 2021, 9:17 AM·READING_TIME
shareIcon
Kategori
Mengenal Bitcoin Death Cross, Buah Bibir di Pasar Kripto Belakangan Ini

Koreksi tajam Bitcoin (BTC) dari level tertinggi sepanjang masa di US$64.900 telah mengubah sentimen investor menjadi negatif, setidaknya untuk jangka pendek. Lalu mungkin Sobat Cuan seringkali mendengar istilah pola ‘persilangan kematian’ atau death cross. Apa sih itu? Yuk kita kupas tuntas!

Bagi investor dan trader baru, nama death cross sendiri dinilai membawa banyak hal negatif dan prediksi ‘malapetaka’ yang akan datang. Sentimen ini dapat memicu kepanikan aksi jual, terutama jika pasar telah melewati fase bearish sebelum pola tersebut terlihat.

Namun, apakah death cross sesuatu yang harus ditakuti? Atau apakah itu semacam bola kristal ajaib yang memberi pertanda kepada para trader bahwa ‘kehancuran’ sudah dekat? Mari kita cari tahu dengan bantuan beberapa contoh.

Baca juga: 4 Mitos Salah Kaprah Soal EIP 1559 di Hard Fork London Ethereum

Apa Itu Death Cross?

Contoh Death Cross LTC/USDT. Sumber: Cointelegraph/Trading View

Death cross adalah kondisi di mana pergerakan harga rerata selama 50 hari (50-day Moving Average), melintasi rata-rata pergerakan harga jangka panjang, yang umumnya tercermin dalam MA 200 hari.

Persilangan chart ini dianggap bearish karena menunjukkan bahwa tren harga naik telah berbalik arah. Investor institusi yang besar umumnya tidak akan melakukan aksi beli di pasar yang melemah, sampai titik terendah diketahui. Karena hal ini, aksi beli ‘mengering’ dan investor yang memegang posisi bergegas keluar karena panik dan memperburuk penurunan harga tersebut.

Mengapa Death Cross Begitu Ditakuti?

Menilik dari sejarahnya, death cross merupakan gerbang dari periode terburuk dari beberapa kinerja beberapa kelas aset. Biasanya, ketika harga aset melalui persimpangan “maut” ini, tidak ada tanda-tanda bahwa harga tersebut akan membaik di kemudian hari.

Sebelum melihat beberapa contoh death cross di pasar kripto, mari kita lihat bagaimana pola tersebut mempengaruhi indeks S&P 500 antara tahun 1929 hingga 2019. Menurut Dorsey, Wright & Associates, LLC, penurunan rata-rata setelah pembentukan death cross adalah 12,57% dan penurunan median di angka 7,75%.

Namun, jika hanya melihat pada periode pasca-1950 semata, penurunan rata-rata harga aset terbilang 10,37% dengan median berada di 5,38%.

Death cross di indeks S&P 500 yang lebih kacau pernah terjadi pada 19 Juni 1930. Pada saat itu, indeks S&P 500 anjlok 78,84% sebelum mencapai titik terendah pada 15 September 1932. Death cross mengerikan berikutnya datang dengan koreksi 53,44% yang terjadi dari 19 Desember 2007 hingga 17 Juni. 2009.

Ini menunjukkan bagaimana dalam kasus tertentu, ‘persilangan kematian’ ini mampu memprediksi koreksi yang tajam. Namun, dua penurunan tajam lebih dari 50% dalam sejarah 90 tahun indeks tersebut menunjukkan bahwa pola tersebut tidak cukup andal untuk menimbulkan ketakutan instan pada para pedagang.

Baca juga: Simak Penjelasan Regulasi Crypto di Indonesia Secara Singkat dan Padat!

Death Cross Bitcoin Terjadi Baru-Baru Ini

Belakangan, persilangan ini menjadi buah bibir lantaran baru saja terjadi di pasar Bitcoin. Hal ini bikin pelaku pasar khawatir mengenai masa depan harga Bitcoin, sehingga pelaku pasar pun berbondong-bondong kabur dari pasar raja aset kripto tersebut.

Pada 21 Juni 2021, rata-rata pergerakan harga 50 hari Bitcoin akhirnya turun di bawah rata-rata pergerakan 200 harinya. Hal itu memicu investor ketar-ketir dan melakukan aksi jual. Harga Bitcoin pun sempat turun di bawah US$29.026, sebelum naik kembali di atas US$32.000.

Death Cross yang terjadi 21 Juni 2021. Sumber: Trading View

Mungkin saja, ada sejumlah penyebab mengapa persilangan maut itu bisa terjadi. Bisa jadi sentimennya adalah sikap pemerintah China yang menindak penambangan kripto dan melarang lembaga keuangan menawarkan layanan kripto. Sekadar informasi, pergerakan harga Bitcoin cenderung sensitif terhadap pemberitaan, terutama yang melibatkan Elon Musk atau Tesla.

Selain itu, penyebab persilangan maut itu sendiri adalah antisipasi investor atas death cross pada grafik harga Bitcoin. Ya, pelaku pasar sejatinya memang sudah meramal bahwa kondisi demikian akan terjadi. Sehingga, beberapa investor pun gelisah atau mungkin bergerak lebih cepat untuk menjual Bitcoin mereka. Sebagian lainnya mungkin memutuskan untuk menyerok Bitcoin di saat seperti ini atau bertahan dengan strategi yang sudah ada sebelumnya.

Baca juga: Apa Beda Blockchain Polkadot dengan Ethereum? Simak di Sini!

Death Cross Bitcoin? Bukan Saatnya untuk Khawatir

Namun, apakah death cross adalah sesuatu yang perlu ditakutkan oleh Sobat Cuan yang sedang gemar mengoleksi Bitcoin?

Dalam pandangan paruh kedua 2021, Kepala Strategi Teknis Piper Sandler Craig W. Johnson mengatakan bahwa harga Bitcoin sejatinya sama sekali tak terpengaruh dengan persilangan maut tersebut. Untuk memahami fenomena tersebut, ia menggali kinerja Bitcoin setelah ‘persilangan kematian’ yang terjadi sejak 2010 silam.

“Kami menguji kembali strategi Bitcoin sejak 2010. Dari tujuh persimpangan maut yang ditemukan selama jangka waktu ini, ternyata rata-rata kenaikan harga [Bitcoin] 30 hari ke depan setelah death cross adalah +11,2%,” tulis Johnson.

Ia menambahkan, meskipun datanya terbatas, persilangan maut tampaknya menjadi indikator yang kuno untuk Bitcoin. Berdasarkan hasil yang mengecewakan ini, pihak Piper Sandler memutuskan untuk mengoptimalkan rata-rata pergerakan jangka pendek dan jangka panjang untuk mengidentifikasi kenaikan 30 hari ke depan yang terbaik pasca death cross.

“Dengan memasuki posisi short Bitcoin ketika pergerakan rerata delapan hari melintasi di bawah pergerakan rerata 240 hari menghasilkan pengembalian tertinggi selama 10 tahun terakhir. Kenaikan rata-rata 30 hari setelah sinyal jual dari death cross yang dioptimalkan adalah +14,7%,” jelasnya.

Sehingga, Johnson menyimpulkan bahwa memang ada reaksi pasar yang berlebihan terhadap death cross tersebut. Kalau kamu sendiri bagaimana Sobat Cuan? Apakah kamu juga panik dengan yang disebut-sebut persilangan maut tersebut?

Harga Bitcoin yang lagi ambyar memang sepatutnya dimanfaatkan untuk aksi beli, atau akrab disapa dengan buy the dip. Kalau kamu mau melakukan aksi tersebut, yuk investasi Bitcoin di Pluang!

Baca juga: Apa Itu Bitcoin Taproot? Simak Penjelasannya Secara Padat di Sini!

Nikmati Keuntungan dengan Investasi Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!

Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!

Sumber: Cointelegraph, Fortune, SeekingAlpha

Ditulis oleh
channel logo

Adi Putro

Right baner

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait

Artikel Terkait

no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1