Rangkuman kabar Kamis (14/10) bertemakan tingginya tingkat inflasi Amerika Serikat yang justru berdampak baik pada nilai tukar rupiah. Yuk, simak selengkapnya!
Rupiah menunjukkan keperkasaannya melawan Dolar Amerika Serikat (AS) hari ini. Nilai tukar Rupiah ditutup di level Rp14.115 per Dolar AS pada perdagangan Kamis (14/10), atau menguat 0,7%. Namun, kurs Rupiah sempat bertengger di Rp14.085 per Dolar AS pada perdagangan sesi kedua, yang merupakan titik terkuatnya sejak 25 Februari 2021.
Tingginya tingkat inflasi Amerika Serikat yang dirilis kemarin membuat Dolar AS keok pada perdagangan hari ini. AS dilaporkan mengalami tingkat inflasi tertinggi dalam 13 tahun di angka 5,4% secara tahunan (year-on-year) pada September.
Indeks dolar AS memang mengalami koreksi dua hari berturut-turut. Kemarin, indeks dolar jeblok 0,46%, diikuti dengan koreksi hari ini sebesar 0,2%.
Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar akan membuat harga barang impor dan beban utang dalam dolar jadi lebih murah. Nilai impor yang susut tentu bikin cadangan devisa Indonesia kian kokoh.
Persoalan suplai kebutuhan yang mendalangi lonjakan inflasi juga merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan transaksi dagang dengan Amerika Serikat. Hanya saja, penguatan kurs Rupiah bisa bikin harga barang-barang ekspor Indonesia menjadi lebih mahal dalam denominasi dolar AS.
Cuma, dengan harga komoditas yang sedang meningkat tinggi, penguatan Rupiah tidak akan menjadi masalah karena laju kenaikan harga komoditas jauh lebih kuat dibandingkan dengan penguatan Rupiah.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengungkap jumlah investor pasar modal berdasarkan single investor indentification (SID) telah mencapai 6,29 juta hingga September 2021. Jika melihat jumlah investor pada akhir 2020 yang sebanyak 3,88 juta SID, maka jumlah investor domestik melesat 61,86% dalam sembilan bulan saja.
Pencapaian lain yang patut digarisbawahi ialah rata-rata nilai transaksi harian yang mencapai lebih dari Rp13 triliun per hari, atau melonjak 2 kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Naiknya jumlah investor pasar modal, emiten yang berpartisipasi hingga volume transaksi harian menunjukkan semakin sadarnya masyarakat Indonesia untuk berinvestasi. Selain itu dengan hadirnya jumlah investor pasar modal baru, nilai kapitalisasi pasar IHSG bisa naik dan potensi unicorn di Indonesia untuk bisa IPO di negara sendiri.
Kenaikan jumlah investor domestik juga memperdalam pasar keuangan Indonesia. Sehingga, sektor keuangan dalam negeri bisa tahan goncangan jika ada gangguan ekonomi eksternal, walau pun kenaikan pasar di Indonesia juga dipengaruhi oleh volume positif dari investor asing.
Biro Statistik dan Ketenagakerjaan AS (Bureau Labor of Statistics/BLS) mencatat inflasi bulanan September sebesar 0,4%. Tingkat inflasi tersebut melampaui konsensus para ekonom yang memprediksi inflasi tidak akan melampaui 0,3%.
Selain itu, BLS juga melaporkan bahwa inflasi tahunan Amerika Serikat per September 2021 atas dasar harga pokok mencapai 5,4%. Hal itu bikin investor khawatir bahwa bank sentral Amerika Serikat The Fed akan meresponsnya dengan pengetatan kebijakan moneter.
Benar saja, di waktu yang sama, The Fed merilis risalah rapat FOMC September dan menyebut akan mengurangi stimulus moneter pada pertengahan bulan depan.
Pengurangan stimulus moneter merupakan langkah lumrah The Fed dalam mengetatkan kebijakan yang lazim dilakukan saat inflasi meradang.
Biasanya, pengumuman tapering akan bikin gaduh pasar modal global, termasuk Indonesia. Namun, dengan kepastian pengumuman tapering bulan depan, maka investor punya waktu kira-kira sebulan untuk menata ulang portofolio investasinya.
Kelihatannya, pasar sudah mulai pricing-in terhadap dampak tapering untuk pasar Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari kinerja pasar modal AS yang saat ini terus berkonsolidasi dan tertekan.
Untuk Indonesia sendiri, tapering pasti akan mempengaruhi gerak-gerik IHSG. Namun, komunikasi tapering yang baik serta jumlah investor ritel yang membludak bisa membantu IHSG bertahan dari dampak negatif tapering pada akhir tahun 2021.
Harga batu bara di China saat ini mencapai 1.500 yuan per ton yang merupakan level tertinggi dalam 25 tahun. Harga batu bara sendiri telah naik 10,7% dibanding setahun lalu.
Tingginya harga batu bara membuat harga listrik per kilowatt hour (KWh) di negara tiraia bambu tersebut melampaui ambang batas, yakni 0,6 hingga 0,7 yuan per KWh. Ambang yang ditetapkan adalah 0,4 yuan per KwH.
Tak sampai di sana, impor batu bara ke China melonbjak 76% selama September 2021. Pemerintah China terpaksa mengimpor dengan harga tinggi untuk menjaga pasokan listriknya memasuki musim dingin.
Sebagai net eksporter batu bara, juga rekan dagang yang cukup signifikan bagi China, krisis energi di China berdampak positif pada neraca dagang Indonesia.
Namun, kondisi ini jika dibiarkan berlarut-larut akan berdampak pada inflasi Indonesia dari naiknya harga barang impor dari China.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Reuters, Kontan, Washington Post, AP News, CNBC Indonesia
Bagikan artikel ini