Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan emas sama-sama dilanda nasib buruk pada awal pekan kedua Agustus. Seperti apa tepatnya kondisi yang dialami oleh keduanya? Simak rangkuman pasar Senin (9/8) berikut!
Mengawali pekan kedua di Agustus, IHSG ditutup di level 6.127,46 poin, ambruk 1,22% dibanding posisi pembukaan perdagangan.
Padahal saat awal perdagangan, indeks sempat melaju ke level di zona hijau di sesi I perdagangan. Namun apa daya, IHSG tak kuat mendaki lebih kencang lagi hingga akhirnya menyerah dan kembali menyentuh level 6.100-an.
Beberapa analis mengatakan bahwa koreksi yang terjadi pada IHSG hari ini terjadi karena aksi ambil untung yang dilakukan oleh investor asing. Data Bursa Efek Indonesia mencatat, total net sell asing hari ini mencapai Rp727 miliar, dimana sebanyak Rp629 miliar diantaranya terjadi pada saham Bukalapak yang baru saja melantai di bursa Jumat lalu.
Selain itu, koreksi indeks juga dipicu oleh aksi investor yang wait and see jelang pengumuman kelanjutan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo berencana mengumumkan keputusan kebijakan tersebut pada malam ini.
Pada perdagangan besok (10/8), IHSG diproyeksikan akan berada di rentang 6.070 hingga 6.200. Gong penggeraknya terletak pada kebijakan yang akan dijalankan pemerintah untuk bisa menangani pandemi dengan lebih baik.
Baca juga: Di Tengah Gempuran Investasi Viral, Kenapa Kamu Masih Perlu Punya Emas?
Tak hanya IHSG, logam mulia pun harus ketiban sial di awal pekan ini. Pada pukul 17.00 WIB, harga emas bertengger di US$1.740,33, amblas 3,37% dibanding akhir pekan lalu.
Beberapa analis menyatakan bahwa merosotnya harga emas lebih dipicu oleh reaksi pasar yang berlebihan dalam menanggapi data penyerapan tenaga kerja baru AS (Non-Farm Payroll) Juli yang dirilis Jumat (6/8) lalu. Pada bulan lalu, dunia usaha AS berhasil menambah 943.000 tenaga kerja baru, atau melesat dibanding Juni 858.000 tenaga kerja baru.
Mengapa investor bereaksi keras terhadap data tersebut?
Kenaikan penyerapan tenaga kerja adalah indikasi bahwa ekonomi AS tengah beranjak pulih. Penambahan jumlah tenaga kerja juga akan memperbaiki daya beli masyarakat, sehingga konsumsi bisa meningkat di masa depan.
Sayangnya, kenaikan pertumbuhan ekonomi bisa membuat inflasi naik tajam. Sehingga, bank sentral perlu menahan laju inflasi dengan mengetatkan kebijakan moneter, yakni dengan meningkatkan suku bunga acuan atau melangsungkan kebijakan tapering.
Namun, kedua aksi tersebut bikin permintaan emas menurun, dan kemudian memudarkan kilau harganya.
Kenaikan suku bunga acuan akan meningkatkan suku bunga tabungan, sehingga pelaku pasar tentu akan lebih memilih menggenggam dolar AS dan menabung ketimbang menggenggam emas.
Sementara itu, tapering akan membuat suplai dolar AS kian mengetat. Nah, kondisi tersebut akan membuat nilai tukar dolar AS kian mahal.
Kenaikan nilai dolar AS akan membuat harga emas (yang dibayar dengan dolar AS) menjadi lebih mahal bagi mereka yang jarang bertransaksi dengan mata uang tersebut. Alhasil, permintaannya pun akan berkurang.
Baca juga: Apa Itu Pasar Saham?
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Bagikan artikel ini