Salah satu bentuk diversifikasi adalah mengombinasikan kelas aset. Namun, aset apa saja yang dianggap bisa saling melengkapi satu sama lain? Simak selengkapnya di sini!
Sobat Cuan sudah memahami macam-macam konsep diversifikasi di artikel sebelumnya. Namun, di antara semua konsep yang ada, konsep diversifikasi berdasarkan kelas aset terbilang paling mudah untuk dijalankan investor pemula.
Nah, dalam konteks tersebut, investor sejatinya bisa menyusun strategi diversifikasi di dalam portofolionya berdasarkan empat kelas aset utama seperti berikut!
Saham dan aset kripto menjadi pilihan utama bagi mereka yang memiliki gaya investasi agresif. Kedua kelas aset ini memiliki kesempatan bagi investor untuk memberikan return yang fantastis dalam jangka waktu panjang. Sehingga, investor yang memang mengincar cuan jumbo ada baiknya menitikberatkan portofolionya di kedua aset tersebut.
Hanya saja, Sobat Cuan patut menyadari bahwa kesempatan keuntungan yang tinggi pasti disertai risiko yang sama-sama besar. Hal ini pun sesuai konsep umum yang terkenal di dunia investasi, yakni high risk high return. Makanya, investor wajib melancarkan penilaian dan analisis yang teliti sebelum benar-benar memfokuskan portofolionya di aset-aset berisiko tersebut.
Obligasi adalah instrumen surat utang dan memiliki imbal hasil rutin dalam bentuk kupon. Karakteristik ini menjadikan obligasi memiliki risiko volatilitas yang lebih rendah dibanding dua aset berisiko yang telah dijabarkan sebelumnya, yakni saham dan aset kripto.
Oleh karenanya, investor dapat menggunakan obligasi sebagai bantalan untuk mencegah portofolio sang investor dari fluktuasi harga aset kripto dan saham yang tak terduga.
Tapi, investor umumnya memanfaatkan instrumen ini hanya demi meminimalisasi risiko saja, bukan sebagai motor penggerak cuan yang paling utama. Pasalnya, investasi surat utang dianggap tidak memberikan imbal hasil yang fantastis.
Reksa Dana adalah “wadah” yang diciptakan manajer investasi untuk menghimpun dana masyarakat untuk kemudian diinvestasikan ke dalam instrumen seperti saham, obligasi, dan instrumen pasar uang. Nah, karena seluruh koleksi aset di dalam sebuah reksa dana sudah dikurasi oleh manajer investasi, maka investor sepatutnya tak perlu khawatir dengan risiko yang muncul dari produk investasi satu ini. Apalagi, manajer investasi tentu sudah memiliki penilaian tersendiri mengenai risiko yang bakal mereka ambil ketika mengelola reksa dana.
Kendati demikian, investasi reksa dana bukan berarti bebas dari risiko. Sebelum menempatkan dana di produk tersebut, investor sebaiknya berkaca kembali pada profil risikonya. Sebab, beberapa reksa dana pun memiliki risiko yang cukup tinggi seperti reksa dana saham.
Bagi investor, komoditas adalah kelas aset yang spesial. Pasalnya, mereka menganggap bahwa komoditas adalah pilihan terbaik jika ingin menjaga nilai portofolionya dari kikisan inflasi.
Hal ini bisa terjadi lantaran nilai komoditas pasti akan selalu menanjak antar waktu seiring suplainya yang makin terbatas. Di samping itu, beberapa komoditas pun memiliki keunggulan lain, misalnya tidak mudah mengalami korosi sehingga unsur kemuliaannya saat ini masih akan tetap sama 100 tahun mendatang.
Adapun salah satu komoditas yang dianggap memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas. Makanya, tak heran jika investor kerap menyerbu emas ketika inflasi dirasa akan mengganas atau ketika situasi ekonomi bersifat tidak pasti.
Sejatinya, tidak ada cara terbaik bagi investor untuk melakukan diversifikasi melainkan menyesuaikan dengan tingkat profil risikonya. Hal ini pun sesuai dengan riset lembaga perencanaan keuangan Fidelity.
Lembaga tersebut melakukan eksperimen terhadap dua komposisi portofolio yang berbeda. Pada portofolio pertama, sebanyak 60% dialokasikan terhadap saham AS, 25% di saham internasional, dan 15% sisanya ke obligasi. Sementara pada portofolio kedua, Fidelity membagi alokasi asetnya sebesar 49% di saham AS, 21% di saham internasional, 25% di obligasi, dan 5% di investasi jangka pendek.
Hasilnya, portofolio pertama memberikan imbal hasil 9,8% per tahunnya. Sementara itu, portofolio kedua menghasilkan return yang tidak beda jauh, yakni 9%.
Eksperimen itu membuktikan bahwa dampak diversifikasi yang optimal sangat tergantung dengan toleransi risiko sang investor dan pilihan kelas aset yang digunakan. Tak lupa, diversifikasi juga harus disesuaikan dengan tujuan investasi sang investor sejak awal. Toh, pada akhirnya, investor akan memetik buah terlepas dari kombinasi diversifikasi yang dipilihnya
Bagikan artikel ini