Reksadana pendapatan dikenal sebagai jenis investasi yang memiliki tingkat risiko mini. Hal itu dapat dipahami lantaran 80% dari portofolio investasi dalam produk tersebut dialokasikan ke obligasi. Baik dalam bentuk obligasi swasta maupun jenis-jenis obligasi pemerintah.
Ya, obligasi pemerintah atau disebut juga Surat Berharga Negara (SBN) merupakan produk investasi yang diterbitkan dan dijamin oleh pemerintah. Instrumen aset underlying reksadana pendapatan tetap ini memang dikenal anti gagal bayar mengingat kecilnya kemungkinan bangkrutnya negara.
Lalu, apa sih gunanya obligasi pemerintah? Nah, kalau Sobat Cuan rajin baca berita ekonomi, tentu memahami bahwa keuangan negara mengalami kondisi besar daripada tiang. Alias, belanjanya lebih besar ketimbang penerimaannya. Alias, defisit.
Untuk menutip defisit tersebut, pemerintah menerbitkan berbagai jenis obligasi pemerintah. Di dalam pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, pemerintah membutuhkan pendanaan setidaknya sebesar Rp1.006 triliun. Himpunan dana obligasi pemerintah tentunya akan lari ke pembangunan negara dan kemakmuran masyarakat.
Membincang obligasi pemerintah, Sobat Cuan tahu tidak, kalau salah satu instrumen keuangan ini memiliki beberapa jenis?
Nah, untuk lebih jelasnya, yuk simak artikel berikut!
Baca juga: Apa Itu Hukum Pareto atau Prinsip Pareto 80/20?
Secara umum, jenis obligasi dibagi dua. Yakni, konvensional dan syariah. Lantas, seperti apa penjelasan masing-masing jenisnya?
Jenis SBN ini menggunakan prinsip konvensional, alias seperti produk keuangan pada umumnya. Biasanya, jenis obligasi ini dikenal dengan nama Surat Utang Negara (SUN).
Kemudian, jenis obligasi ini pun kembali dibagi menjadi dua jenis, yakni Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara.
Kedua jenis surat utang ini biasanya ditawarkan melalui proses lelang dan penawaran tertutup (private placement) ke investor institusi lantaran nilai pemesanannya yang cukup besar. Kemudian, keduanya juga bisa ditawarkan di pasar sekunder.
Namun bedanya, instrumen SPN adalah surat utang bertenor kurang dari 1 tahun sementara Obligasi Negara memiliki masa tenor yang lebih panjang.
Perbedaan keduanya juga terlihat dari tingkat kupon. Di satu sisi, SPN memberikan tingkat bunga berupa diskonto. Sementara itu, kupon Obligasi Negara bersifat tetap yang dibayar setiap enam bulan sekali atau mengambang (floating rate) setiap tiga bulan sekali.
Selain itu, Obligasi Negara bisa ditawarkan dalam mata uang selain rupiah. Sementara itu, pemerintah hanya menawarkan SPN dalam denominasi rupiah.
Selain berdasarkan tipenya, obligasi konvensional juga bisa dibagi lebih lanjut ke dalam dua sasaran: Investor institusi dan investor ritel.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Obligasi Negara dan SPN memang ditawarkan ke investor institusi. Namun, bukan berarti investor ritel bermodal cekak tak bisa memiliki obligasi pemerintah, lho.
Untuk mengakomodasi hal tersebut, pemerintah menawarkan dua jenis obligasi ritel yakni Savings Bond Ritel (SBR) dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Perbedaan dua obligasi ritel ini terletak pada mekanisme perhitungan kuponnya.
Di dalam SBR, investor bisa mendapatkan kupon dengan tingkat bunga mengambang yang dihitung berdasarkan suku bunga acuan Bank Indonesia, 7-Days Reverse Repo Rate. Investor bisa mendapatkan obligasi ini melalui agen penjual dengan minimal investasi Rp1 juta dan masa tenor dua tahun. Meski demikian, Sobat Cuan tetap bisa mencairkannya sebelum jatuh tempo maksimal 50% dari total SBR.
Karena bunga bersifat mengambang, maka bunga kupon akan naik ketika suku bunga BI meningkat. Namun, jika suku bunga BI turun hingga di bawah titik tertentu, maka tingkat kupon tak akan berubah.
Sementara itu, ORI memiliki kupon yang terbilang tetap dan dibayar tiap bulan. Minimal investasinya pun sama dengan SBN ritel jenis SBR.
Di samping itu perbedaan SBR dan ORI terletak di masalah fasilitasnya. ORI bisa diperdagangkan di pasar sekunder, namun tidak demikian dengan SBR.
Perbedaan lainnya adalah jangka waktu. Jika tenor SBR hanya dua tahun, maka investor bisa menggenggam ORI dengan tenor beragam mulai dari 12 bulan, 5 tahun, 10 tahun atau bahkan 50 tahun.
Baca juga: Dijamin Halal, Ini Jenis-Jenis Investasi Syariah Buat Sobat Cuan
Lain halnya dengan obligasi konvensional, pemerintah menggunakan prinsip-prinsip syariah dalam menawarkan obligasi jenis ini.
Artinya, obligasi ini tidak mengandung unsur riba (usury), maysir (judi) dan gharar alias ketidakjelasan, tujuannya untuk menjaga prinsipnya tetap berjalan secara syariah. Implikasinya, obligasi jenis ini tidak memberikan kupon, melainkan bagi hasil sesuai akad ijarah.
Obligasi pemerintah syariah biasanya juga dikenal sebagai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Meski demikian, pembagiannya pun sama dengan obligasi konvensional. Di mana, produk investasi ini bisa dinikmati oleh investor institusi dan investor ritel
Terdapat berbagai macam produk obligasi syariah konvensional, di antaranya adalah:
Sementara itu, produk SBSN ritel mencakup:
Wah, jenis obligasi pemerintah ternyata banyak sekali ya, Sobat Cuan! Berinvestasi SBN memang menjadi cara yang baik bagi kamu untuk membangun negeri. Namun, ada cara yang lebih mudah bagi kamu untuk melakukan hal tersebut.
Yakni, tentu saja dengan berinvestasi reksa dana pendapatan tetap di Pluang! Apalagi, minimum investasinya hanya Rp15.000 saja!
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Kementerian Keuangan
Bagikan artikel ini