Rangkuman kabar Selasa (26/10) mengulas keputusan pemerintah untuk memperluas penerima subsidi upah. Sementara itu, China kembali lockdown akibat lonjakan kasus! Yuk, simak selengkapnya!
Bank Indonesia meluncurkan infrastruktur pembayaran ritel yang lebih efisien bernama BI-FAST sehingga biaya transaksi antar bank maksimal hanya Rp2.500. Dengan demikian, maka transfer antar bank di bawah BI-FAST akan lebih murah dibanding sebelumnya yakni Rp7.500 per transfer.
Kepesertaan BI-FAST bersifat terbuka. Pada tahap awal, terdapat 22 bank peserta yang bisa mulai menyesuaikan tarif transaksinya per Desember mendatang. Tak hanya bank, kepesertaan BI-FAST juga terbuka bagi lembaga non-bank selama memenuhi kriteria yang ditetapkan BI.
Direktur Eksekutif BI Erwin Haryono mengatakan BI-FAST dibangun guna mendukung konsolidasi industri dan industri ekonomi keuangan digital nasional secara end-to-end. Saat peluncurannya nanti, BI-FAST akan menggantikan sistem kliring yang berlaku saat ini yakni Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Tarif transaksi antar bank yang lebih murah akan mendorong kenaikan nilai transaksi digital dan inklusi keuangan. Jika kenaikan nilai transaksinya terbilang signifikan, maka ukuran transaksi digital di Indonesia akan meroket. Pertumbuhan tersebut tentu bisa menjadi daya tarik bagi investor asing yang ingin menggarap sektor ekonomi digital di Indonesia.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan pemerintah akan memperluas penerima subsidi upah. Perluasan akan menyasar 1,6 juta pekerja dengan anggaran Rp1,6 triliun.
Semula, bantuan hanya diberikan kepada pekerja yang terdampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 dan 4. Namun, skema tersebut membuat anggaran bantuan masih tersisa lebih dari Rp1 triliun.
Subsidi upah kepada pekerja terdampak pandemi membantu meningkatkan daya beli masyarakat yang saat ini sedang terpuruk. Sebagai penyangga utama komponen pertumbuhan ekonomi nasional, membaiknya daya beli akan berdampak secara langsung pada pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).
Tak hanya PDB, pemulihan daya beli masyarakat akan membuat penerimaan perpajakan meningkat. Hal ini penting mengingat pemerintah saat ini masih menempuh kebijakan anggaran ultra ekspansif demi memulihkan ekonomi pasca dihantam pandemi COVID-19.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Ekonomi Tumbuh Subur, ATM Kripto Menjamur
Pemerintah Provinsi Mongolia Dalam, wilayah di Utara China kembali memberlakukan lockdown usai lonjakan kasus COVID-19.
Peningkatan ini dipicu oleh sekelompok wisatawan asal Shanghai yang terinfeksi. Infeksi tersebut menyebar dalam waktu singkat hingga membuat wilayah administrasi Alxa Left Banner menerapkan lockdown. Diketahui, wilayah itu memiliki 180.000 warga yang kini harus membatasi aktivitasnya.
Kota lain seperti Erenhot dan Ejin Banner pun ketularan getahnya dengan ikut menjalani lockdown. Sementara itu, gelombang virus baru juga ditemukan di Beijing, Xi’an, dan Lanzhou.
Pembatasan sosial alias lockdown tentu akan kembali menghentikan kegiatan ekonomi China secara sementara. Sayangnya, hal itu berpotensi menyeret turun pertumbuhan ekonomi China, dan bisa ikut bikin pertumbuhan ekonomi global terluka parah. Hal ini tak mengherankan sebab ekonomi China berkontribusi 18% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global.
Bagi Indonesia sendiri, hambatan perekonomian di China juga bisa bikin loyo kegiatan ekspor-impor dan industri manufaktur dalam negeri. Maklum, industri manufaktur domestik masih mengandalkan impor bahan baku dan barang setengah jadi dari negeri tirai bambu tersebut.
National Development and Reform Commision (NDRC) China mulai mempelajari skema biaya dan keuntungan dari sektor batu bara guna merancang rentang harga yang masuk akal. Pemerintah China mengindikasikkan bahwa kisaran yang pantas ialah 500-700 yuan per ton.
Mekanisme yang tengah dirancang tersebut berbasis pada harga acuan dan rentangnya setelah memperhitungkan pos biaya. Margin yang masuk akal dan perubahan pasar juga menjadi indikator dalam formulasi harga.
Meski harga batu bara terus menyusut pasca campur tangan pemerintah China, harga saat ini masih bertengger di kisaran 1.237 yuan, 130% lebih tinggi ketimbang harga di awal tahun. Komisi ini juga mempertimbangkan aturan melarang keuntungan yang terlalu tinggi.
Intervensi pemerintah China berpotensi mengikis surplus neraca dagang Indonesia dari ekspor batu bara. Namun, pengendalian harga batu bara akan bikin tarif listrik China kian murah, yang mungkin nantinya juga berpengaruh ke harga impor bahan baku industri manufaktur Indonesia dari China.
Jika bahan baku industri semakin murah, maka industri manufaktur dalam negeri bisa semakin produktif. Sektor industri yang menggeliat bisa menimbulkan efek pengganda perekonomian, seperti kenaikan penyerapan tenaga kerja dan kenaikan pendapatan masyarakat.
Sumber: CNBC Indonesia, Reuters, Antara, Kontan
Bagikan artikel ini