Rangkuman kabar Rabu (1/12) mengulas sejumlah kejadian dan data perekonomian dari domestik dan mancanegara. Yuk simak selengkapnya!
China menyurati Indonesia untuk menghentikan aktivitas pengeboran minyak di wilayah perairan Laut China Selatan. Sebab, negara tirai bambu tersebut mengklaim bahwa wilayah tersebut secara geografis masuk dalam teritorial wilayah China.
Surat tersebut mendapat respons keras dari anggota komisi 1 DPR RI Muhammad Farhan yang menegaskan aktivitas penegboran minyak tak akan dihentikan. Pasalnya, wilayah yang diklaim China merupakan teritorial wilayah Indonesia, yakni perairan Laut Natuna Utara.
Hingga saat ini Kementerian Luar Negeri belum memberikan respons resmi terhadap surat tersebut. Namun, sejumlah pihak yang mengetahui keberadaan surat peringatan itu mengatakan bahwa surat bernada serupa telah berulang kali dikirimkan China kepada Indonesia.
Di sisi lain, Laut Natuna memang merupakan lumbung energi bagi Indonesia. Bahkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) baru menemukan titik eksplorasi minyak dan gas bumi baru di kawasan tersebut.
China adalah salah satu mitra ekonomi terpenting Indonesia. Jika keduanya berkubang dalam tensi geopolitik, maka Indonesia terancam bisa kehilangan pangsa pasar ekspor serta nilai investasi langsung dari China.
Oleh karenanya, diplomasi yang baik dalam menghadapi sengketa perairan Natuna sangat diperlukan oleh pemerintah kedua belah pihak.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut indeks harga konsumen (IHK) November mengalami inflasi sebesar 0,37% secara bulanan, lebih tinggi dari inflasi Oktober 0,12%. Alhasil, Indonesia mengalami inflasi tahunan sebesar 1,75%.
Kenaikan harga makanan, minuman dan tembakau menyumbang angka terbesar dari capaian inflasi bulan November yakni 0,21%. Secara tahunan, kelompok ini juga mengalami inflasi terbesar yakni 2,98%, diikuti oleh inflasi jasa restoran 2,71%.
Kenaikan inflasi mengindikasikan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat. Meski menigkat hingga mencapai level tertinggi sepanjang tahun, tingkat inflasi umum masih berada di bawah target Bank Indonesia yakni 2%. Sehingga, BI diperkirakan tidak akan meresponsnya dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate.
Lembaga media ekonomi yang berbasis di Beijing, China Ciaxin merilis bahwa Indeks manufaktur (Purchasing Managers Index/PMI) China bertengger di 49.9 pada November, lebih rendah dibanding 50,6 di Oktober. Nilai indeks manufaktur yang di bawah skor 50 menunjukkan bahwa aktivitas industri manufaktur China sedang ogah ekspansif.
Melemahnya nilai indeks tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan hasil-hasil produksi asal negara tirai bambu tersebut akibat kembali merebaknya virus COVID-19 dan kenaikan harga barang baku.
Namun uniknya, hasil indeks PMI Caixin ini berbeda dengan hasil indeks manufaktur yang dirilis Biro Statistik China sehari sebelumnya. Pada Selasa (30/11), lembaga tersebut menunjukkan indeks PMI China bertengger di 50,1 pada November, melonjak dari 49,2 di Oktober.
Perbedaan hasil ini berakar dari metodologi perhitungan indeks yang digunakan masing-masing lembaga. Biro Statistik China hanya menggunakan industri skala besar di dalam perhitungannya sementara Caixin menangkap kondisi industri berskala kecil yang berkantor pusat di wilayah pesisir China.
Indeks PMI menggambarkan produktivitas industri manufaktur China. Jika angkanya menurun, maka produktivitas sektor tersebut di China sedang melemah. Hal itu dikhawatirkan dapat menghambat China untuk menorehkan pertumbuhan ekonomi yang mumpuni di kuartal IV 2021.
Jika produksi industri China melemah, maka permintaan impor bahan baku China dari Indonesia juga diperkirakan susut. Alhasil, nilai ekspor Indonesia ke China pun bisa terancam.
Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat The Fed Jerome Powell melontarkan pernyataan bernada hawkish mengenai percepatan normalisasi kebijakan moneter alias tapering. Menurutnya, The Fed harus mempercepat pelaksanaan tapering lantaran pertumbuhan ekonomi AS yang menguat namun disertai dengan inflasi tinggi.
“Sejak pertemuan (Federal Open Market Committee/FOMC) terakhir, kita telah menyaksikan tekanan inflasi yang meningkat. Kita telah menyaksikan pasar tenaga kerja yang menguat tanpa peningkatan signifikan dari suplai tenaga kerja dan melihat kenaikan tajam data pengeluaran,” ujar Powell. “Saya kira ini waktu yang tepat untuk menghentikannya.”
Powel menegaskan percepatan tapering akan menjadi bahasan utama dalam FOMC berikutnya yakni pertengahan bulan ini. Menyusul pernyataan Powell, harga emas dan Bitcoin pun melemah.
Sikap hawkish dari The fed memicu investor untuk mengatur ulang portofolio investasinya. Ketika The Fed mengetatkan kebijakan moneternya, investor biasanya cenderung selera merangsek masuk pasar mata uang dan obligasi karena berharap cuan yang lebih tinggi. Akibatnya, hal tersebut akan bikin investor kian malas menempatkan uang di pasar modal, dan aliran modal keluar (outflow) bisa tak terbendung, termasuk dari Indonesia.
Namun, komunikasi yang baik dari Powell akan membuat ekspektasi pasar lebih terukur sehingga mengurangi ketidakpastian yang kerap memicu kepanikan pasar. Di samping itu, bagi Indonesia, Bank Indonesia (BI) pun pasti telah melakukan stress test demi mengurangi dampak buruk tapering terhadap sektor keuangan domestik.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Reuters, Berita Resmi Statistik, Investing.com
Bagikan artikel ini