Rangkuman kabar di akhir pekan ini diwarnai harap-harap cemas pelaku pasar menunggu pidato pentolan The Fed Jerome Powell pukul 9 nanti malam.
Selain itu BEI kasih diskon untuk emiten baru yang mau melantai atau emiten yang mau tambah modal. Yuk simak lebih lengkapnya!
Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi potongan biaya pencatatan awal saham sebesar 50% bagi emiten baru yang ingin melantai di pasar modal. Selain itu, BEI juga memberikan diskon biaya pencatatan saham tambahan bagi emiten lama yang ingin menambah modal dengan nilai potongan yang serupa.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00069/BEI/08-2021 tanggal 27 Agustus 2021 tentang Kebijakan Khusus atas Biaya Pencatatan Awal Saham dan Biaya Pencatatan Saham Tambahan. Beleid ini berlaku sejak 30 Agustus hingga 30 Desember 2021.
Diskon tersebut bisa menjadi stimulus bagi perusahaan untuk menggalang dana dari para investor pasar modal dengan modal awal yang lebih rendah. Jika semakin banyak perusahaan yang melantai di pasar modal, maka kapitalisasi pasar modal Indonesia makin menggembung. Hal itu bisa menjadi daya tarik bagi investor asing untuk berinvestasi di Indonesia, dan pada akhirnya akan menyokong arus modal masuk (capital inflow).
Baca juga: Rangkuman Kabar: Capital Inflow Deras, Bank China Waspadai Tapering
Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja modal pemerintah hingga Juli 2021 mencapai Rp 85,8 triliun atau 34,8% dari target Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara 2021. Realisasi belanja modal ini merupakan rekor tertinggi dibanding rata-rata realisasi untuk periode yang sama di tahun 2015-2019 yakni 24,9%.
Pertumbuhan realisasi belanja modal tertinggi adalah belanja mesin 104,1%, pembangunan gedung 50,8% dan infrastruktur 90,4%.
Meski begitu, tingginya pertumbuhan realisasi belanja modal tahun ini juga didorong oleh rendahnya realisasi tahun lalu.
Belanja modal memiliki efek pengganda yang besar bagi perekonomian. Sebab, belanja modal bisa berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan kenaikan pendapatan bagi sektor swasta. Hal itu nantinya akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Realisasi APBN Tumbuh, Korea Selatan Curi Start
Jelang desas-desus tapering dan pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell di simposium akbar The Fed nanti malam, sejumlah negara maju tercatat telah mengetatkan kebijakan moneternya lebih dulu ketimbang The Fed.
Sebut saja bank sentral Korea Selatan yang baru saja menaikkan bunga acuannya, juga, bank sentral Kanada yang telah memotong anggaran pembelian surat utang pemerintahnya. Di samping itu, Bank Sentral Selandia Baru berencana menaikkan bunga acuannya akhir tahun ini.
Negara-negara maju mendapat momentum pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19 yang turut mengungkit inflasi di negaranya. Situasi ini menekan otoritas moneter untuk mengetatkan kebijakannya meski pandemi belum berakhir dan situasi bisa cepat tereskalasi tiap kali kasus melonjak.
Kebijakan moneter yang ketat di negara maju dapat memengaruhi ekspektasi pelaku pasar dan investor asing yang harus menyeimbangkan kembali portofolio investasinya mengikuti perkembangan terkini di negaranya.
Baca juga: Rangkuman Kabar: PPKM Dilonggarkan, AS-China Makin Panas
Reserve Bank of India (RBI) akan meluncurkan mata uang digital perdananya pada Desember nanti. Ini merupakan proyek ujicoba merespons tingginya minat masyarakat terhadap mata uang kripto yang membuat penggunaan mata uang negaranya menurun.
Otoritas moneter India juga mempertimbangkan apakah mata uang digital tersebut akan menggunakan buku besar (ledger) tersentralisasi atau terdistribusi sebagaimana operasional umum pada sebagian besar mata uang kripto.
Selain itu, RBI masih terus mengembangkan dan mengujicobakan untuk memastikan aspek keamanan, sirkulasi hingga kebijakan moneter dari mata uang digital India ini layak.
Mata uang digital merupakan produk baru bagi bank sentral. Saat ini otoritas moneter berbagai negara, tak terkecuali Indonesia, sedang menyiapkan diri untuk mulai menerbitkan mata uang digital.
Ini akan jadi babak baru buat dunia Decentralized Finance (DeFi) yang selama ini banyak dimotori oleh pegiat dengan kendaraan kecil atau start up digital.
Sumber: Bisnis Indonesia, Antara, CNBC, Reuters
Fathia Nurul Haq
Fathia Nurul Haq
Bagikan artikel ini