Johnson & Johnson berencana merilis laporan keuangannya kuartal I 2023 pada Selasa (18/4). Lantas, apa yang bisa diharapkan investor dari peristiwa tersebut? Simak di sini!
Johnson & Johnson (JNJ) adalah sebuah konglomerasi yang bergerak di bidang riset dan pengembangan, manufaktir, dan penjualan produk kesehatan. Perusahaan yang didirikan sejak 1886 itu memfokuskan bisnisnya ke beberapa segmen seperti consumer health, farmasi, dan teknologi medis.
Namun, di antara semua lini usaha tersebut, segmen consumer health adalah segmen yang berhasil mengangkat pamor perusahaan di masyarakat. Sebagai contoh, siapa yang tak kenal produk seperti Listerine, Johnson's Baby Shampoo, dan Benadryl? Seluruh produk tersebut adalah jagoan milik perusahaan di segmen ritel.
Kendati demikian, segmen consumer health nyatanya bukanlah kontributor penjualan terbesar perusahaan. Pasalnya, segmen tersebut "hanya" menyumbang 16% terhadap total penjualan perusahaan. Adapun motor utama penjualan perusahaan berasal dari segmen farmasi dan teknologi medis masing-masing sebesar 55% dan 29% terhadap total pendapatan perusahaan.
Lebih lanjut, jika dipecah berdasarkan wilayah pemasaran, maka AS menyumbang penjualan terbesar kepada perusahaan, yakni sebesar 51%. Sementara itu, Uni Eropa dan Asia Pasifik masing-masing menyumbang 25% dan 18% terhadap total penjualan perusahaan.
Baca Juga: Pluang Insight: COVID Bawa Berkah, Pendapatan Johnson & Johnson Merekah
Johnson & Johnson membukan pertumbuhan pendapatan secara konstan di 3,1% dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan tersebut dinilai cukup wajar mengingat fokus bisnis perusahaan adalah produk-produk kesehatan bagi konsumen ritel.
Jika perseroan telah memilih memfokuskan diri pada segmen tersebut, maka ia harus menjaga harga-harga produk ritel yang dimilikinya agar tetap kompetitif di pasar. Selain itu, dari sisi permintaan, volume penjualan produk-produk kesehatan ritel pun terkenal sulit untuk meningkat dengan signifikan antar periode. Makanya, pertumbuhan pendapatan di kisaran 3% pun sudah menjadi berkah tersendiri bagi perusahaan.
Tren serupa juga terjadi bagi laba Johnson & Johnson. Pasalnya, perusahaan membukukan rata-rata pertumbuhan laba dengan stabil di 3,9% dalam lima tahun terakhir.
Meski selalu berhasil menorehkan pertumbuhan laba, Johnson & Johnson justru malah terus mencetak margin yang terus menipis selama dua tahun belakangan ini. Rupanya, biang keladinya adalah membengkaknya pengeluaran riset dan pengembangan perusahaan mengingat perseroan perlu melakukan riset yang mendalam untuk mengembangkan vaksin COVID-19.
Baca Juga: Musim Rilis Laporan Keuangan Tiba, Saatnya Melirik Saham Unggulan!
Sejumlah analis menilai bahwa Johnson & Johnson tidak akan memberikan kejutan besar pada perilisan laporan keuangan kuartal I 2023. Sebab, performa keuangan perusahaan masih akan "gitu-gitu saja" alias serupa dengan periode-periode sebelumnya.
Sejauh ini, analis menganggap Johnson & Johnson akan menorehkan penjualan operasional, di luar penjualan produk COVID-19, sebesar US$96,9 hingga US$97,9 miliar di kuartal lalu. Angka tersebut tumbuh 4,5% hingga 5,5% dari angka penjualan perseroan di periode yang sama tahun sebelumnya.
Lebih lanjut, dengan raihan pendapatan tersebut, perseroan juga diramal mampu membukukan laba US$10,45 hingga US$10,65 miliar.
Mungkin, hal menarik yang akan muncul pada perilisan laporan keuangan perusahaan nanti adalah kemunculan Darzalex dan Tremfya, dua produk farmasi perusahaan, sebagai kontributor utama bagi penjualan Johnson & Johnson di segmen farmasi.
Selain itu, analis juga mengantisipasi dampak keuangan dari akuisisi Johnson & Johnson terhadap perusahaan teknologi kesehatan Abiomed, yang terjadi pada Desember 2022. Terlebih, kuartal I 2023 adalah periode di mana Abiomed untuk pertama kalinya akan berkontribusi terhadap kinerja keuangan kuartalan Johnson & Johnson. Sehingga, jika Abiomed dapat memberikan dampak keuangan cemerlang di triwulan lalu, maka prospek bisnis teknologi medis Johnson & Johnson diharapkan semakin cerah di sisa tahun ini.
Namun, analis juga melihat bahwa proyeksi pertumbuhan pendapatan dan laba Johnson & Johnson bisa lebih baik jika tak diadang hambatan, misalnya seperti penurunan permintaan akibat meredanya kasus COVID-19 di China dan gejolak nilai tukar di awal tahun ini. Di samping itu, Johnson & Johnson juga masih menghadapi gugatan hukum dari konsumennya gara-gara bedak bayi milik perusahaan dianggap memicu kanker.
Valuasi saham Johnson & Johnson (JNJ), apabila dilihat dari rasio harga saham per pendapatan (rasio /P/E) berada di 15,2x 2023F P/E atau 17,8% lebih rendah dibandingkan kompetitornya. Kendati memiliki harga yang terdiskon, analis tetap merekomendasikan HOLD saham Johnson & Johnson dengan target harga US$181,05 atau 9% lebih tinggi dari level saat ini.
Bagaimana, Sobat Cuan? Tertarik menggenggam saham Johnson & Johnson?
Miliki Saham Johnson & Johnson di Sini!
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, Saham AS, serta ratusan aset kripto dan belasan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Bagikan artikel ini